Surabaya
Newsweek - Rencana Pemkot Surabaya untuk menurunkan pajak Rumah Hiburan
Umum (RHU ) dari 50 persen menjadi 20 persen, Kalangan anggota dewan meminta
Pemkot Surabaya untuk mempertimbangkan kembali. Legislator menilai, penurunan
pajak sebagaimana diatur Perda 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah itu tidak
wajar.
Achmad Zakaria anggota Komisi B DPRD Kota
Surabaya, menyatakan tidak setuju kebijakan menurunkan pajak hiburan, karena dibayar
oleh pengusaha. Sementara jika pajak bumi dan bangunan (PBB), dibayar orang
perorangan yang punya bangunan dan tanah, termasuk masyarakat menengah ke
bawah.
“Pajak hiburan yang mau diturunkan pemkot itu kan
yang bayar pengusaha. Sementara PBB dari tahun ke tahun tidak pernah ada
dispensasi penurunan, malah cenderung naik terus,” kata Zakaria.
Dia menyebutkan, pendapatan asli daerah (PAD)
dari pajak hiburan nilainya lebih kecil dibanding pendapatan dari PBB. Karena
kontribusinya kecil bagi PAD, kata Zakaria, maka seharusnya pajak hiburan
dinaikkan.
Hasil pendapatan pajak hiburan di Surabaya pada
tahun 2015 mencapai Rp 53,6 miliar, sementara hasil dari PBB mencapai Rp 834,28
miliar.
“Nah, kenapa pajak hiburan yang malah diturunkan,
bukan PBB. Jadi saya tidak setuju jika pajak yang memberatkan rakyat kecil
malah dinaikkan,” ujarnya.
Ketua Komisi B DPRD Surabaya Mazlan Mansyur minta
pemkot mempertimbangkan lagi rencana menurunkan pajak RHU.
Mazlan menyebutkan, seandainya pajak daerah dibahas
komisi B, pihaknya tidak akan membiarkan pajak itu diturunkan. Sebab, dia
mengetahui bahwa mereka yang masuk tempat hiburan malam adalah orang-orang
berduit.
Mazlan berharap komisi A yang membahas Raperda
Pajak Daerah tetap mempertahankan besaran pajak daerah sesuai aturan
sebelumnya, yakni Perda 4/2011. Bahkan, kalau bisa, nilainya ditingkatkan.
Sedang Ketua Badan Pembentukan Perda (BPP) DPRD
Surabaya M. Machmud menyatakan tetap mendukung agar tidak ada penurunan.
Menurut dia, saat ini bola ada di tangan pansus
pajak daerah di komisi A. Pansus itu punya mandat penuh untuk menghapus rencana
penurunan tersebut dari draf raperda.
"Saya setuju malah dinaikkan saja, kalau
beban kepada rakyat seperti PBB baru diturunkan," katanya.
Sebelumnya, Ketua Pansus Raperda Pajak Daerah
DPRD Surabaya Herlina Harsono Njoto minta pemerintah kota memberikan kajian
penurunan pajak hiburan.
Sesuai Perda 4 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah,
pajak hiburan dipatok 50 persen. Sementara, saat ini pemkot mengusulkan pajak
hiburan untuk karaoke dewasa, panti pijat, spa dan sebagainya itu, menjadi
hanya 20 persen.
Menurut Herlina, jika pajak hiburan diturunkan,
harapannya ada multiplier effect-nya.
Dia menganalogikan, jika pajak hiburan pada 2016
nilainya Rp 100 miliar, maka apabila pajaknya diturunkan, cara untuk mencapai
pendapatan sebesar itu dengan mendorong orang untuk datang ke tempat hiburan.
“Namun jika pajak turun, sedangkan tarif tetap,
akan menguntungkan pengusaha. Jika pajak dan tarif tempat hiburan jika
sama-sama turun, baru menimbulkan multiplier effect,” papar Herlina.( Ham )