Surabaya Newsweek- Komisi D DPRD Surabaya
menelisik dugaan jual beli lahan makam di salah satu tempat pemakaman umum
(TPU) di Kota Pahlawan. Penyelisikan dilakukan setelah komisi bidang
kesejahteraan rakyat ini menerima pengaduan dari warga, soal adanya dugaan
praktik bermotif mengeruk keuntungan pribadi dari jual beli laham makam.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Surabaya Junaedi
mengatakan, sesuai laporan warga, ada oknum penjaga makam sengaja melayani
warga yang ingin memesan lahan makam dengan luasan tertentu agar tidak
ditempati orang atau jenazah lain.
Modusnya, warga memesan lahan kepada penjaga
makam, yang biasanya berlokasi di dekat makam keluarganya. Penjaga makam lantas
menandai lokasi itu agar tidak ditempati orang lain.
Agar lahan itu benar-benar tidak ditempati,
penjaga makam memasang batu nisan atau kijing (batu penutup makam dari pualam,
tegel atau semen) sebagai kamuflase, seolah-olah sudah ada jenazahnya.
Politisi Partai Demokrat ini mengaku kaget
setelah menerima pengaduan tersebut. "Ternyata kasus yang pernah terjadi
di Jakarta, juga terjadi di Surabaya. Kami sedang menelusuri ini," kata
Junaedi.
Informasi dari warga, praktik jual beli makam
fiktif ini sudah berlangsung cukup lama, mengingat penjaga makam juga bekerja
di lokasi yang sama hingga puluhan tahun.
Laporan yang masuk ke Komisi D DPRD Surabaya,
terang Junaedi, nilai jual beli untuk luasan lahan makam tertentu bisa mencapai
puluhan juta rupiah.
”Nilainya masih kami rahasiakan. Nanti akan kami
beberkan secara gamblang. Yang jelas di kisaran puluhan juta rupiah,” ujarnya.
"Apa Pemkot Surabaya memang tidak tahu, atau
sudah tahu tapi diam saja? Ini yang harus diselidiki," tambah dia.
Oleh karena itu, pihaknya kemarin mengundang
pihak Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Kota Surabaya dalam
rapat dengar pendapat.
Namun, kata Junaidi, yang hadir di rapat dengar
pendapat itu petugas yang baru pindah dari dinas lain, dan belum begitu
memahami duduk persoalan pemakaman di Surabaya.
Sedang Kepala DKRTH Surabaya Chalid Buhari sedang
sakit sehingga tak bisa hadir di rapat dengar pendapat. Oleh karena itu, pihaknya
menunda hearing sampai Senin (6/1/2017) depan.
Dia menambahkan, ada kekhawatiran, praktik jual
beli makam ini sudah terjadi secara luas di TPU lain yang ada di Surabaya.
Padahal, lahan pemakaman di Surabaya saat ini sudah sangat terbatas.
“Sementara ini masih satu tempat yang dilaporkan
ke Komisi D. Tidak menutup kemungkinan masih ada di TPU-TPU lainnya yang juga
diperjualbelikan,” paparnya.
Bahkan, sejumlah TPU di beberapa kampung di
Surabaya sudah overload. Begitu juga lahan pemakaman yang dikelola oleh DKRTH.
( Ham )