SURABAYA - Satreskrim Polrestabes
Surabaya berhasil membekuk lima begal yang meresahkan warga Surabaya. Mereka
adalah Mohammad Lutfi (16), Muhammad Farid Fifianto (21), Samsul Arifin (34),
Ahmad Wahyu (20), dan Mochamad Sahri (23). Lima pelaku tersebut biasanya
merampas dari tangan pengendara dengan modus telah menyakiti adik salah satu
pelaku. Selain itu, mereka juga tidak segan melukai korban.
Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya,
AKBP Shinto Silitonga, mengatakan penangkapan lima pelaku itu bermula dari
tertangkapnya Mochammad Lutfi dan Muhammad Farid Fafianto. Mereka beraksi
bersama Samsul Arifin pada Jumat (10/2). Sore itu, mereka menghentikan Rizky
Ardiansyah di daerah Kedurus. Mereka langsung menuduh korban telah menyakiti
adik salah satu pelaku.
Saat itu pelaku dipaksa untuk ikut
bersama dengan pelaku agar masalahnya selesai. Setelah mengajak Rizky
berputar-putar, saat sampai di depan Unesa Lidah dia diminta berpindah sepeda
motor. Pelaku Farid juga menakut-nakuti dengan memukul kepala korban. Sementara
itu, Samsul pulang ke kosnya dengan membawa sepeda motor korban.
Namun, saat melintas di depan taman
makam pahlawan Mayjen Sungkono, mereka diberhentikan Polantas. Sebab mereka
berbonceng tiga dan tidak memakai helm saat berkendara. Saat diintrogasi dua
pelaku mengaku jika Rizky temannya. Namun, Rizky yang merasa tidak kenal
berontak. Terlihat mencurigakan akhirnya mereka digelandang untuk diperiksa
lebih lanjut.
Setelah diinterogasi, keduanya
mengaku tidak hanya beraksi sekali. Selain itu, masih ada anggota lain yang
biasa membantu mereka. Mereka lalu dikeler ke sebuah kos-kosan di daerah Dukuh
Bulak Banteng untuk menunjukkan tempat persembunyian mereka. Kos tersebut
sebenarnya milik Supriyanto. Saat digerebek petugas, ternyata sudah ada Achmad
Wahyu, Mochammad Sahri, dan Samsul. Rencananya mereka akan menggelar pesta
sabu.
Pelaku mengakui, motor hasil curian
tersebut dijual di daerah Tanah Merah, Madura. Mereka mengantar motor hasil
curian ke Madura saat dini hari sekira pukul 01.00. Harga jual mereka juga
bervariasi, antara Rp 1 juta hingga Rp 2 juta.
Selain untuk memenuhi kebutuhan
seperti makan dan membayar tempat kos, uang tersebut digunakan untuk membeli
sabu-sabu. Mereka membeli sabu juga di daerah Madura. Sehingga tiap menjual
hasil aksinya, mereka juga mampir untuk membeli sabu sabu.
Komplotan itu biasa nyabu tiga kali
dalam seminggu. Mereka mengonsumsi serbuk haram itu sejak sebulan lalu. Itu
dilakukan untuk menambah kepercayaan diri saat beraksi. Selain itu juga agar
tidak mengantuk saat aksi di malam hari.
Selama lima bulan terkahir, para pelaku beraksi
di empat TKP berbeda, diantaranya di daerah Tidar, Sawahan, Benowo, dan
Kedurus. Peran masing-masing bergantung pada kondisi di lapangan. Korban yang
diincar adalah anak-anak. Alasannya, mereka lebih takut ketika
diintimidasi.Kini polisi masih memburu dua anggota komplotan yang belum
tertangka, yakni berinisial F dan I. Pelaku yang berinisial ini tugasnya
membuat anak kunci T, pungkasnya. (dio)