Surabaya Newsweek-
Kalangan dewan mengahimbau kepada orang tua agar ekstra hati-hati dalam
mengawasi anaknya. Belakangan muncul kabar penjualan organ anak-anak yang cukup
menghantui masyarakat. Terbaru, beberapa waktu lalu ada penangkapan orang yang
diduga pelaku pedofilia di depan gedung DPRD Surabaya.
Atas peristiwa itu, Ketua Komisi D DPRD Surabaya Agustin
Poliana memandang, orang tua harus waspada. Pelaku pedofil bisa mengintip
setiap gerak-gerik anak, baik di sekolah maupun di luar lingkungan pendidikan.
Pedofil saat ini cukup meresahkan dan mengganggu ketenangan masyarakat.
“Saya miris dan sangat menyayangkan peristiwa itu
(penangkapan pelaku pedofil di depan gedung dewan), anak-anak itu tidak tahu
apa-apa, jangan sampai jadi korban pelaku pedofil,” ucapnya.
Titin, sapaannya, menegaskan, orang tua tidak boleh
lengah. Ada perbedaan kondisi antara dulu dengan sekarang. Dahulu anak-anak
bisa dilepas tanpa takut menjadi korban pedofil dan penculikan. Namun, saat ini
orang tua tidak lagi leluasa membiarkan anaknya beraktifitas tanpa pengawasan.
Legislator asal PDI Perjuangan ini mengurai, modus
operandi yang dilakukan pelaku pedofil beragam. Ada yang menyaru sebagai
penjemput, mengiming-imingi uang atau membelikan mainan, bahkan ada yang
memaksa secara sadis dan lainnya. Pelaku pedofil melakukan beragam cara agar
tujuannya berhasil.
Menurutnya, munculnya pelaku pedofil karena gangguan
kejiawaan, bisa juga karena kelainan seks. Untuk kasus penculikan, seringkali
akan diperalat untuk keuntungan ekonomis. Anak-anak dipaksa mengemis, atau yang
lebih sadis adalah dimutilasi untuk menjual organ tubuhnya.
“Di medsos (media sosial) kan banyak broadcas penjualan
organ, benar atau tidak orang tua harus waspada atas itu,” ucapnya.
Titin mengaku, pedofilia dan penculikan anak lebih
berbahaya ketimbang jambret. Karenanya, pelaku kriminal kepada anak-anak ini
perlu mendapatkan sanksi yang berat. Sanksi itu dikebiri atau hukuman lainnya
yang bisa membuat jera pelaku.
Anggota Komisi D Khusnul Khotimah mempertanyakan apakah
Surabaya masih menjadi kota layak anak. Adanya peristiwa yang diduga pedofilia
itu seharusnya menjadi tamparan bagi Pemkot Surabaya yang memegang penghargaan
Anugrah Parahita Ekapraya atau label kota layak anak.
“Kalau pemerintah atau yang berwenang tidak segera
bergerak, kok saya malah khawatir penghargaan itu (kota layak anak) akan
dicabut,” akunya.
Khusnul mengungkapkan, Surabaya memiliki komitmen tinggi
kepada pelrindungan anak. Seharusnya, peristiwa yang merugikan dan mengganggu
kenyamanan anak tidak perlu terjadi. Sebagai kota layak anak, pemerintah harus
mampu menghadirkan kenyamanan dan rasa aman.
Dia mengungkapkan, Surabaya memiliki peraturan daerah
(perda) nomor 6 tahun 2011 tentang penyelenggaraan perlindungan anak. Dalam
pasal 4 diterangkan bahwa pemerintah wajib bertanggung jawab untuk menjamin
perlindungan dan kesejahteraan anak. Bagi pelanggar perda ini akan mendapatkan
sanksi kurungan tiga bulan dan denda Rp 50 juta.
“Perda ini harus dijalankan, pemkot tidak boleh melupakan
peraturan yang ada, berlakukan sanksi tegas kepada pelaku,” tandasnya.( Ham )