SURABAYA - Dugaan rekayasa kasus
penyekapan yang menjerat (BAP) kasus penyekapan dengan terdakwa Hartono Selamet
dan Widia Selamet kian terungkap. Dua saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum
Ririn Indrawati justru mengaku tidak pernah melihat adanya penyekapan seperti
dalam dakwaan.
Dua saksi yang diperiksa dalam persidangan yaitu Erna Wulandari, Lurah
Nginden Jangkungan dan Susianti, Ketua RT Jalan Nginden Semolo. Dalam
kesaksiannya, Erna mengaku berada di lokasi kejadian untuk dijadikan saksi
pembukaan gembok pagar rumah yang dihuni keluarga Amin Chendra. "Saya
diminta datang ke lokasi oleh Babinkamtibmas. Disitu saya diminta menyaksikan
proses pembukaan gembok pagar," terangnya di Pengadilan Negeri Surabaya,
Kamis (2/3/2017).
Saat dirinya tiba di lokasi kejadian pada pukul 15.00 WIB, sudah banyak
polisi yang berpakaian preman yang menunggunya. Namun gembok tersebut baru bisa
dibuka oleh polisi sekitar pukul 17.00 WIB. "Setelah itu saya diizinkan
pulang karena saat itu sudah jelang maghrib," bebernya.
Saat ditanya apakah di dalam rumah tersebut ada orang, Erna mengaku tidak
tahu. Pasalnya, saat itu dirinya datang ke lokasi kejadian hanya untuk diminta
proses pembukaan gembok pagar saja. "Soal di dalam rumah ada penghuninya
atau tidak, saya tidak tahu," katanya.
Erna juga mengaku sama sekali tidak melihat adanya proses evakuasi yang
dilakukan polisi terhadap seseorang usai pembukaan gembok pagar. "Tidak
ada orang yang dikeluarkan dari rumah. Semua berjalan seperti biasa-biasa
saja," terangnya.
Hal yang sama juga dijelaskan Susianti saat diperiksa majelis hakim yang
diketuai Sigit Sutriono. Berkali-kali Susianti memastikan tidak ada proses
evakuasi seseorang dari dalam rumah tersebut.
Bahkan saat ditanya perihal keterangannya di Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
yang menerangkan adanya proses evakuasi terhadap penghuni, Susianti
membantahnya. "Tidak ada proses evakuasi. Saya juga tidak pernah
menerangkan soal evaluasi penghuni rumah. Yang saya lihat saat itu, tidak ada
orang yang dikeluarkan dari rumah," bebernya kepada majelis hakim.
Sementara dalam persidangan sebelumnya, Kamis (28/2), saksi Fibbie Chendra
mengaku sama sekali tidak pernah diperiksa penyidik Polrestabes Surabaya atas
kasus penyekapan yang menjerat Hartono dan Widia. "Saya tidak pernah
diperiksa penyidik," ujar Febbie kepada hakim Sigit.
Atas pengakuan Febbie tersebut, hakim Sigit lantas memperlihatkan BAP yang
berisi keterangan dirinya. "Lha ini keterangan kamu di BAP, kamu bisa
menjelaskan tentang kasus ini. Ada juga tanda tanganmu di BAP," kata hakim
Sigit dengan raut muka heran.
Meski mengakui bahwa tanda tangan dalam BAP itu benar miliknya, namun Febbie
tetap mengaku bahwa dirinya sama sekali tidak pernah diperiksa atau dipanggil
penyidik untuk dimintai keterangannya. "Memang benar itu tanda tangan
saya, tapi saya tidak pernah diperiksa atau pun dipanggil polisi (penyidik).
Saya tidak tahu kok ada itu (keterangan BAP atas nama dirinya)," katanya.
Untuk menyakinkan lagi, hakim Sigit bahkan berkali-kali bertanya kepada
Febbie apakah benar tidak pernah diperiksa penyidik. "Benar ya kamu tidak
pernah dipanggil, diperiksa, ditanya-tanya soal kasus ini seperti dalam BAP
ini?" tegas hakim Sigit dan dibenarkan oleh Febbie.
Hakim Sigit pun heran melihat hal itu dan sempat menggerutu atas dugaan
rekayasa BAP tersebut. "Wah polisi ngarang ini (merekayasa)," kata
hakim Sigit sembari memerintahkan Febbie untuk kembali duduk di kursi
persidangan.
Atas pengakuan Febbie tersebut, hakim Sigit kemudian memerintahkan agar
jaksa penuntut umum Ririn Indrawati memanggil tiga penyidik Polrestabes
Surabaya yaitu Zainul Abidin, Parikhesit, Jhoson Sianturi ke persidangan.
"Saya perintahkan jaksa memanggil tiga penyidiknya dan saksi Febbie di
persidangan selanjutnya. Nanti kita klarifikasi apakah benar saksi tidak pernah
diperiksa," tegas hakim Sigit.
Sedangkan Adjie Chendra (pelapor) justru mengaku sama sekali tak pernah
melihat dua terdakwa melakukan penggembokan rumah yang diklaim sebagai miliknya
tersebut. "Saya tahunya ditelepon dikabari bahwa rumah anak saya digembok.
Kemudian saya kesitu dan melaporkannya ke Polrestabes Surabaya," katanya.
Saat ditanya apakah kedua terdakwa yang melakukan penggembokan, Adjie
Chendra mengaku tidak tahu. "Saya tidak tahu, saya hanya dapat kabar dan
langsung ke rumah situ. Kemudian saya lapor ke polisi," akuinya.
Terpisah, Marco Van Basten Malau, kuasa hukum kedua terdakwa menilai
dugaan rekayasa atas kasus ini kian terlihat jelas. Hal itu didasari dari
banyaknya keterangan saksi-saksi yang justru berseberangan dengan keterangan di
BAP yang dibuat penyidik Polrestabes Surabaya.
"Kita bisa saksikan sendiri fakta persidangan banyaknya ketidaksesuaian
BAP dengan keterangan saksi di persidangan. Secara kualitas saksi-saksi yang
dihadirkan hari ini tidak memiliki kualitas pembuktian," tegasnya.
Apalagi terkait perbuatan penyekapan dan
perampasan seperti yang dituduhkan kepada kedua terdakwa, Ucok menilai hal itu
sangat janggal. "Alaminya seseorang yang telah dirampas kemerdekaannya,
begitu keluar dia langsung spontanitas senang atau bahagia. Tapi kan
kenyataannya tidak ada orang yang dievakuasi. Ini kok fokusnya hanya
gembok," pungkasnya. (ban)