Walikota Madiun Dituding Bersikap Sewenang-Wenang



Ket Foto: Kiri (Johan Surya P) kanan (Adi Wibowo). dan (Budi Wibowo).
MADIUN - Sidang gugatan yang diajukan pemilik variasi mobil "Surya Abadi", Jalan Musi, Kota Madiun, Jawa Timur, dengan tergugat Walikota Madiun, kembali menemui jalan buntu dalam agenda mediasi kedua di Pengadilan Negeri Kota Madiun, Rabu 20 September 2017. Pasalnya, para pihak mempertahankan argumentasinya masing-masing di hadapan hakim mediator. Dengan kata lain, mediasi gagal dan perkara berlanjut ke pokok perkara dengan agenda pembacaan gugatan (4/10) mendatang.

Menurut Adi Wibowo selaku kuasa hukum Johan Surya P yang juga pemilik variasi mobil Surya Abadi, gugatan ini dilayangkan karena Walikota Madiun dinilai telah berlaku 'sewenang-wenang' terhadap kliennya."Pada tahun 1997 ketika Walikota dijabat Bambang Pamudjo, nilai sewa Rp.300 ribu/bulan. Kemudian pada jaman Walikota dijabat Ahmad Ali, nilai sewa Rp.600 ribu/bulan. Pada jaman Walikota dijabat Kokok Raya, nilai sewa Rp.865 ribu/bulan. Jaman tiga walikota itu, penetapan harga sewa berdasarkan kesepakatan," terang Adi Wibowo, usai mediasi.

Namun ketika Walikota Madiun dijabat Bambang Irianto, lanjutnya, tanpa mediasi atau tanpa kesepakatan bersama, dengan sepihak, Walikota Madiun menetapkan nilai sewa sebesar Rp.5,625 juta/bulan. "Inilah yang kami nilai sebagai bentuk kesewenang-wenangan Walikota Madiun kepada klien saya," tandas pengacara senior asal Nganjuk, Jawa Timur, ini.

Apalagi, tambahnya, sebagai tanah negara bebas, kliennya sudah mengajukan hak milik dari status sebelumnya, hak guna bangunan. "Ini sesuai Undang-Undang, Peraturan Menteri dan Peraturan Pemerintah, bisa klien saya mengajukan status hak milik. Tapi ditolak oleh Pemkot Madiun," terangnya. Penggugat prinsipal, Johan Surya P, mengatakan, dalam masalah ini, pihaknya sudah menerima surat peringatan dari Pemkot Madiun untuk segera mengosongkan tempat usahanya.

"Saya rakyat kecil, tapi tidak buta huruf. Ya saya gugat Walikota. Soalnya semua tanpa mediasi awal. Saya pernah dipanggil pak Sekda (H. Maidi). Tapi bukan untuk mediasi. Tanpa syarat saya disuruh angkat kaki. Ini negara hukum. Ya saya gugat. Terakhir saya diminta mengosongkan tempat usaha saya, 4 September," kata Johan Surya P.

Sementara itu kuasa hukum Walikota Madiun, Budi Wibowo, mengatakan, aset yang kini ditempati oleh Johan Surya P, sudah bersertifikat hak milik (SHM) atas nama Pemkot Madiun.
"Sebenarnya terhitung tanggal 4 September kemarin, masa sewanya habis. Karena pak Johan mengajukan gugatan, ya sudah, kita menghormati persidangan (proses hukum). Kita juga mengikuti proses hukum yang berlaku. Kita sementara menunda dulu proses eksekusi," terang Budi Wibowo.

Ketika disinggung dengan penilaian penggugat yang menilai Walikota Madiun semena-mena dalam menaikkan harga sewa, menurutnya, dalam perjanjian disebutkan bahwa, kepada pihak penyewa wajib memberikan restribusi. "Ketentuan restribusi itu sendiri, dari pihak Pemkot jelas ada aturannya. Tidak ada namanya sewenang-wenang itu. Tidak ada. Kalau nilai sewa dinilai terlalu tinggi, menurut saya tidak benar. Itu lokasi kelas tinggi. Kalau masalah penetapan harga sewa, tidak perlu ada kesepakatan. Cuma setelah masa sewa habis, dia kita undang. Tapi dia sama sekali tidak memberikan statemen. Jadi pak Johan tidak menawar," paparnya.

Diberitakan sebelumnya, Johan Surya P, pemilik variasi mobil "Surya Abadi" di Jalan Musi, Kota Madiun, melalui kuasa hukumnya, Adi Wibowo, menggugat Walikota Madiun ke Pengadilan Negeri Kota Madiun, Jawa Timur. Mediasi pertama, telah dilakukan (6/9) lalu, tapi tidak ada titik temu. Gugatan ini dilayangkan karena pihak tergugat dinilai wanprestasi (ingkar janji) terkait status sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 920 yang kini ditempati penggugat untuk usaha variasi mobil, yang berada di Jalan Musi, Kota Madiun.

"Tahun 1997, klien saya (Johan Surya) menyewa tanah di Jalan Musi seluas 865 meter. Ketika itu status tanah memang milik negara bebas atau bukan tanah asset pemerintah. Kemudian mengacu surat perjanjian antara klien saya dengan Walikota saat itu, lalu terbit sertifikat HGB selama 20 tahun. Salah satu point perjanjian yang krusial adalah, tiga bulan sebelum habis masa kontrak habis 4 September 2017 kemarin, penyewa bisa memperpanjang kontrak secara kekeluargaan. Namun apa yang terjadi? Pengajuan peningkatan status dari HGB menjadi hak milik, ditolak oleh Walikota," kata Adi Wibowo (6/9) lalu.

Menurutnya lagi, yang terjadi justru tiba-tiba kliennya mendapat surat peringatan, kalau tempat usahannya mau dieksekusi. Padahal, lanjutnya, warga yang menempati tanah negara bebas lebih dari 20 tahun, bisa mengajukan peningkatan status dari HGB menjadi sertifikat hak milik (SHM). (Jhon)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement