SURABAYA NEWSWEEK- Totok
Lusida, Direktur Utama (Dirut) PT Lucida Investment Sejahtera diperiksa sebagai
saksi pada sidang kasus Pasar Turi di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu
(28/3/2018) . Di hadapan terdakwa Henry J Gunawan, Totok menyebut bahwa status
strata title bisa diterapkan pada stan Pasar Turi.
Di hadapan majelis
hakim yang diketuai Rochmad, Totok mengaku mengenal Henry secara pribadi,
organisasi maupun bisnis. Ia mengaku sebenarnya ingin mengikuti lelang
pembangunan Pasar Turi berdua dengan Turino Djunaedi, Direktur Utama PT Central
Asia Investment. Namun kemudian bertemu dengan Henry dan membentuk PT Gala Mega
Invesment yang merupakan gabungan tiga perusahaan.
“Sebenarnya saya dan
Pak Djunaedi ingin ikut lelang sendiri. Tapi karena ada yang mengenalkan saya
dengan Pak Henry akhirnya saya ikut lelang dengan PT Gala Bumi Perkasa (GBP),”
ujarnya.
Apalagi sebelumnya
Henry baru saja menerima pinjaman 100 juta US dolar atau sekitar Rp 1 triliun
dari bank Swis. “Saya berharap dengan uang Rp 1 triliun itu pembangunan Pasar
Turi bisa lebih lancar,” kata Totok.
Dalam persidangan,
Totok juga membenarkan bahwa status tanah Pasar Turi atas nama Pemkot Surabaya.
Tak hanya status tanah, bahkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Pasar Turi juga
atas nama Pemkot Surabaya. “IMB atas nama Pemkot Surabaya. Yang mengajukan IMB
ya Pemkot Surabaya,” kata Totok.
Saat dicecar Agus Dwi
Warsono, kuasa hukum Henry seputar apa saja kewajiban Pemkot Surabaya sesuai
perjanjian pembangunan Pasar Turi, Totok langsung membacakan surat perjanjian
yang dibawanya di persidangan.
“Sesuai perjanjian
Pemkot Surabaya berkewajiban memberikan persetujuan Hak Guna Bangunan (HGB) di
atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL),” ungkap Totok.
Totok yang saat ini
juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal di DPP Real Estate Indonesia (REI)
juga sempat menyebut bahwa stan Pasar Turi bisa diterapkan dengan status strata
title. Hal itu diungkapkan Totok saat menjawab pertanyaan Agus perihal apakah
bisa HGB di atas HPL diberikan juga status strata title.
“Bisa” jawab Totok
kepada Agus meskipun kemudian berdalih masih melihat isi perjanjian lebih dulu.
Agus bahkan menegaskan
bahwa pernyataan soal strata title tersebut disampaikan Totok setelah membaca
isi perjanjian yang dibacanya sendiri di persidangan. “Saudara sudah baca
perjanjiannya dan sudah mengatakan bisa,” tegas Agus menanggapi jawaban Totok.
Pada sidang ini, Henry
juga sempat melontarkan pertanyaan kepada Totok. Dalam pertanyaannya, Henry
menyebut bahwa Totok dan Djunaedi pernah menerima uang sebesar Rp 153 miliar
dari PT GBP. “Kalau soal itu (uang Rp 153) harus dikroscek dulu,” kilahnya.
Sementara itu usai
sidang, Agus menjelaskan bahwa keterangan Totok sebagai saksi membenarkan bahwa
Pemkot Surabaya memiliki kewajiban mengubah Hak Pakai menjadi HPL dan kemudian
memberikan persetujuan HGB di atas HPL.
“Dan saat kita
tanyakan apa hak atas tanah tersebut (tanah Pasar Turi), saksi menjelaskan
bahwa HGB dibatas HPL. Kan saksi merupakan orang REI atau pengembang, kalau HGB
di atas HPL apa bisa diterapkan sertifikat hak milik satuan rumah susun (strata
title)? saksi jawab bisa, trus masalahnya dimana?," ungkapnya.
Meskipun Totok sempat
berkelit atas keterangannya terkait strata title, Agus menilai keterangan
tersebut tetap sah. “Dia kan berkelit. Keterangan itu tetap sah, tidak ada
masalah,” kata Agus.
Terkait kendala dimana
Pemkot Surabaya belum memberikan persetujuan HGB di atas HPL, lanjut Agus, hal
itu bukan kesalahan PT GBP.
“Kenapa strata title
belum bisa diberikan ke para pedagang karena Pemkot belum memberikan
persetujuan HGB di atas HPL ke pihak kedua (PT GBP). Kalau seperti itu kan akar
masalahnya sebenarnya bukan pada PT GBP, melainkan di Pemkot sendiri,” pungkas
Agus. ( Ham )