Semakin Panas Sidang Salah Transfer Bank BCA, Jaksa dan Pengacara Berdebat Soal Kerahasiaan Data Nasabah

SURABAYA - Kekesalan pegawai BCA yang merasa jengkel karena Adi Pratama tidak mau mengembalikan uang kesalahan transfer yang diterima diceritakan saksi Catur Ida dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Catur Ida yang adalah Kabag Back Office (BO) Bank BCA KCP Gateway Junction Citraland merasa kesal bukan kepalang setelah pontang-panting mencari alamat rumah Adi Pratama di Jalan Manukan Surabaya mendapati fakta bahwa Adi Pratama ngotot tidak bersalah dan tidak bersedia mengembalikan uang salah transfer yang pernah diterimanya tersebut.

Kekesalan Ida makin bertambah ketika mengetahui Adi Pratama juga tidak mau merespon sedikitpun solusi pengembalian yang dia tawarkan.

"Itu terjadi setelah beberapa hari saya mengetahui adanya kesalahan transfer yang dilakukan oleh rekan saya Nur Chuzaimah. Karena dituntut tanggungjawab, kemudian saya dengan Nur Chuzaimah mencari alamat rumah Adi Pratama meminta uang itu dikembalikan. Kesalnya lagi setelah ketemu malahan dibilang bahwa dia tidak bersalah," papar saksi di ruang sidang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Selasa (09/3/2021).

Menindaklanjuti kesalahan transfer itu sambung Ida, pihaknya mengirimkan dua kali somasi atas penolakan penggantian uang salah transfer terdakwa Adi Pratama. Somasi pertama pada 31 Maret 2020 dan somasi kedua 14 April 2020, Bank BCA menderita kerugian Rp 51 juta.


"Selain mendatangi, langka selanjutnya kita melakukan pemblokiran rekening milik Adi Pratama. Blokirnya bisa menerima dana dari pihak luar tapi tidak bisa mengeluarkan dana itu. Pemblokiran dilakukan sebagai tindakan antisipasi semata," sambungnya.

Ditanya salah satu penasehat hukum terdakwa Adi Pratama, siapakah yang melakukan kesalahan dalam perkara salah transfer ini, apakah front office atau back office,? Saksi menjawab dua-duanya.  

Sempat terjadi perdebatan antara saksi Catur Ida, jaksa penuntut Willy dari Kejari Tanjung Perak dan Hendrik Kurniawan, salah satu tim penasehat hukum terdakwa Adi Pratama.

Perdebatan terjadi pada saat Hendrik Kurniawan bertanya apakah dalam SOP Bank BCA, saksi Ida diperbolehkan melihat langsung data transaksi nasabah Adi Pratama tanpa mendapatkan ijin terlebih dulu dari otoritas yang berwenang serta mendapatkan kuasa atau ijin dari nasabah Adi Pratama,? 

"Diperbolehkan, sepanjang itu untuk mengungkap kasus kesalahan transfer ini," jawab Ida.

Pasalnya sanggah Hendrik, berdasarkan UU No 10 tahun 1998 tentang Perbankan, dinyatakan bahwa data nasabah wajib dirahasiakan. Apalagi pada tanggal 30 Maret 2020, posisi Adi Pratama belum berstatus apa-apa dalam perkara ini, bahkan terlapor pun juga belum.

"Karena kita harus melakukan tresing Pak," jawab Ida lagi.

Ditanya lagi oleh Hendrik Kurniawan apakah memang ada SOP seperti itu di Bank BCA,?

"Anda jangan mendesak saksi seperti itu. Kalau ingin jawabannya, baca Peraturan Bank Indonesia No 14 tahun 2012," tandas jaksa Willy.

Dibentak pengacara Hendrik Kurniawan, apakah ada SOP seperti itu di BCA. Jawab saja Iya atau Tidak,? 

"Tidak," jawab saksi Catur Ida pada Hendrik Kurniawan.

Kasus ini bermula saat warga Surabaya, Adi Pratama mendapatkan transfer masuk uang sebesar Rp 51 juta ke rekeningnya pada Maret 2020. Adi menyangka uang itu adalah hasil komisinya sebagai makelar. 

10 hari berselang, rumah Adi di Manukan, Surabaya didatangai oleh dua orang pegawai BCA Catur Ida dan Nur Chuzaimah. Mereka mengatakan bahwa uang senilai Rp 51 juta itu telah salah transfer dan masuk ke rekening Adi.

Sayangnya uang itu terlanjur terpakai Adi. Seorang pegawai BCA, Nur Chuzaimah kemudian melaporkan Adi Pratama pada Agustus 2020. 

Lalu pada November 2020, Adi Pratama ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dengan tuduhan Pasal 85 UU Nomor 3 Tahun 2011.

Selesai sidang, pengacara Hendrik Kurniawan menyatakan kalau pihaknya akan menempuh jalur apapun juga untuk mencari keadilan bagi Kliennya. Kata Hendrik, perbuatan yang dilakukan saksi Catur Ida adalah pengaksesan data secara ilegal.

"UU Perbankan jelas mengatur soal data perlindungan nasabah. Polisi saja waktu minta data transaksi Klien kami harus membuat permohonan segala macam. Kalau perbuatan itu dinilai pidana ya akan kita laporkan," katanya di PN Surabaya. (Bandi Wankum)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement