Saksi Pegawai BPN Badung Bali Ungkap Luas Bangunan Kondotel Kurang Dari 30 M²

 

SURABAYA - Sidang dugaan pelanggaran perlindungan konsumen yang menjadikan Stepanus Setyabudi sebagai terdakwa, kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Pada persidangan yang terbuka untuk umum, yang digelar diruang sidang Garuda 2 PN Surabaya, Rabu (24/11/2021) ini, ada pengakuan dari dua orang saksi, bahwa luas bangunan unit kondotel tipe deluxe standart luasnya tidak sampai 30 M².

Bahkan, salah satu saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan didengar kesaksiannya secara virtual tersebut secara tegas menyebutkan, jika luasan bangunan unit kondotel untuk tipe deluxe standar adalah 26,06 M².

Adalah saksi I Made Suyastika, pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Badung, Bali yang menyebut bahwa luas unit kondotel The Eden Kuta, ada yang ukuran luasnya tidak sampai 30 M².

Pernyataan I Made Suyastika berawal dari pertanyaan I Gede Willy Pramana yang ditunjuk sebagai JPU terkait dengan tipe unit kondotel yang dijual PT. Papan Utama Indonesia (PUI).

Dalam pengakuannya, saksi I Made Suyastika menyatakan tidak tahu tipe-tipe unit kondotel The Eden Kuta. Namun, BPN Badung Bali pernah melakukan pengukuran terhadap unit-unit kondotel The Eden Kuta.

"Pernah dilakukan pengukuran terhadap beberapa unit kondotel The Eden Kuta. Pengukuran itu terjadi sekitar 2015. Untuk unit yang dilakukan pengukuran waktu itu adalah unit nomor 2375 sertifikat nomor 1517 atas nama PT. Papan Utama Indonesia," ungkap I Made Suyastika.

Yang dilakukan petugas waktu itu, lanjut I Made Suyastika adalah mengukur luasan unit kondotel bagian dalam unit kondotel. Pengukuran tidak dilakukan dari tembok ke tembok bagian luar.

"Bagian dalam unit kondotel yang diukur, bukan bagian luar. Setelah diukur, diketahui bahwa luas unit kondotel nomor 2375 sertifikat nomor 1517 itu luasnya 26,06 M²," terang I Made Suyastika.

Tanggal 15 Juli 2015, sambung I Made Suyastika, baru diterbitkan sertifikat nomor 1517. Setelah tahun 2015, dilakukan pengukuran ulang atas unit kondotel, dan saksi sendiri yang melakukan pengukuran.

Menurut pengakuan saksi I Made Suyastika, pengukuran setelah 2015 yang ia lakukan itu atas permintaan penegak hukum.

Saksi sebagai petugas BPN juga ditanya tentang nilai perbandingan proporsional yang terdapat pada sertifikat atas satuan rumah susun. Atas pertanyaan ini, saksi menjawab tidak tahu.

Adanya perbedaan luas unit kondotel The Eden Kuta yang dibeli Suryandaru dan beberapa pembeli lainnya berdasarkan brosur dengan yang tertera di sertifikat juga diungkap Herry, pembeli unit kondotel lain yang juga mengalami nasib yang sama dengan Suryandaru.

Sebagai saksi kedua yang dimintai keterangan kali ini, Herry mengungkap banyak hal. Namun, sebelum mengungkap adanya perbedaan luas unit kondotel antara yang dibrosur dengan yang disertifikat, saksi Herry terlebih dahulu menjelaskan awal mulanya ia tertarik untuk membeli unit kondotel The Eden Kuta.

Lebih lanjut Herry menerangkan, waktu itu ia melihat ada pameran property di Galaxy Mall. Saat itu, ada seorang marketing yang tidak saksi tahu siapa namanya, datang menghampirinya dan memberikan selembar brosur.

"Begitu mendapat brosur dari marketing, saya membacanya. Yang membuat saya tertarik untuk membeli adalah karena lokasi kondotel The Eden Kuta sangat strategis," ujar Herry

Yang kedua, lanjut Herry, karena luas unit kondotel yang tertera di brosur adalah 30 M². Yang ketiga adalah terkait dengan Return On Investment (ROI) yang diterangkan atau dipresentasikan si marketing saat itu, sangat menjanjikan.

Lalu tipe apa yang saksi beli? Lebih lanjut Herry menjelaskan, karena keuangannya tidak begitu banyak, maka Herry memutuskan untuk membeli tipe standart dengan luas 30 M².

Hakim Suparno kemudian bertanya ke saksi, ketika ia menerima sertifikat apakah ukuran atau luas kamarnya sama dengan yang disertifikat? Saksi menjawab tidak

Kemudian, hakim Suparno bertanya lagi, apakah saksimenyadari adanya perbedaan luas antara yang dibrosur dengan yang disertifikat? Saksi menjawab tidak. 

"Mengapa saudara tidak melaporkan adanya perbedaan ini atau komplain ke PT. Papan Utama Indonesia?," tanya hakim Sutarno.

Herry pun menjawab, sebagai perseorangan, ia punya kemampuan untuk melakukan itu sehingga ia tidak melakukan kompalin.

Pada persidangan ini, penuntut umum bertanya ke saksi, tentang tipe-tipe unit kondotel yang dijual. Selain itu, saksi juga ditanya tentang luas masing-masing unit kondotel. 

"Sales ada menyampaikan ke bapak tidak, bahwa luasnya sekian semigross?," tanya Jaksa I Gede Willy Pranama ke saksi Herry. 

Mendapat pertanyaan penuntut umum ini, saksi menjawab tidak. Saksi juga menjelaskan, berdasarkan isi brosur, luasnya adalah 30 M², tidak ada kata-kata semigross. 

Terkait luas unit kondotel sebesar 30 M² dan tidak ada kata-kata semigross itu, penuntut umum kemudian menunjukkan sebuah brosur penawaran tentang unit kondotel The Eden Kuta dimuka majelis hakim.

"Apakah seperti ini brosur yang ditunjukkan ke saksi waktu itu?," tanya jaksa Willy. Atas pertanyaan ini, saksi menjawab benar.

Didalam persidangan ini, saksi juga ditanya tentang ada atau tidaknya surat pemesanan unit, perjanjian pembelian unit kondotel. 

Nurmawan Wahyudi, salah satu penasehat hukum terdakwa Stepanus Setyabudi kemudian bertanya ke Herry tentang unit kondotel yang ia beli itu nomor berapa. Atas pertanyaan ini, saksi Herry menjawab 2566.

Lebih lanjut saksi Herry menerangkan, untuk unit 2566 ini nomor sertifikatnya 1517 dan luas yang tertera disertifikat adalah 25,90 M²

"Tahun berapa saksi menerima serah terima unit?, Dengan harga berapa saksi membeli unit kondotel itu?," tanya salah satu penasehat hukum terdakwa. 

Atas pertanyaan ini, saksi Herry mengaku sudah tidak ingat tahun berapa ia membeli unit kondotel itu. Untuk harganya, saksi Herry menjelaskan dibawah Rp. 700 juta.

Lalu bagaimana mekanisme pembayarannya? Lebih lanjut saksi Herry menjawab, ia memberika down payment atau DP sebesar 30 persen. Pembayaran dilakukan enam kali dan sisanya kredit dilakukan melalui BRI.

Bukan hanya itu, dalam persidangan ini, saksi Herry juga menjelaskan, bahwa jangka kredit untuk pembelian unit kondotel ini adalah 10 tahun. Namun sebelum 10 tahun, Herry mengaku langsung melunasinya karena ia melihat ROI-nya tidak sesuai

Dalam persidangan ini, Nurmawan Wahyudi kembali bertanya ke Herry tentang keuntungan yang sudah ia terima setelah membeli unit kondotel The Eden Kuta. Penasehat hukum terdakwa ini kemudian membacakan rinciannya.

"Apakah benar, saksi pernah menerima keuntungan dibulan pertama Nopember 2015 sebesar Rp. 12 juta, April 2015 menerima Rp. 29.150.000, bulan ketiga menerima Rp. 24 juta, bulan keempat sekitar Mei 2017 menerima Rp. 22 juta yang semuanya ditranferkan ke rekening atas nama Herry," tanya Nurmawan Wahyudi salah satu penasehat hukum terdakwa Stepanus Setyabudi.

Menjawab pertanyaan ini, saksi Herry mengaku pernah menerimanya, namun untuk jumlahnya saksi mengaku tidak tahu detail jumlah-jumlahnya.

Dalam persidangan ini, saksi juga ditanya tentang brosur. Terkait dengan brosur itu, penasehat hukum terdakwa yang lain menyatakan ada perbedaan antara brosur yang saat ini dijadikan barang bukti dengan yang dimiliki tim penasehat hukum terdakwa. 

Penasehat hukum terdakwa pun bertanya, darimana saksi mendapatkan brosur tersebut? Atas pertanyaan penasehat hukum terdakwa itu saksi menjawab dari pameran di Galaxy Mall.

Dari dua saksi yang dihadirkan penuntut umum ini, ada satu saksi yang menjelaskan dengan sangat hati-hati. Saksi yang dihadirkan itu bernama Yulia Wirajani.

Yulia Wirajani atau biasa dipanggil Lauren ini berprofesi sebagai marketing property, tapi tidak tetap atau freelance. Yulia pada persidangan ini mengaku juga pernah ikut menawarkan unit kondotel ke masyarakat ketika terjadi pameran property di Galaxy Mall.

Dalam menawarkan produk unit kondotel, saksi Yulia Wirajani mengatakan, menggunakan sarana brosur-brosur. 

"Semua brosur yang diberikan ke calon pembeli, berasal dari perusahaan dan brosur itu dicetak dengan sepengetahuan pimpinan perusahaan. Selain itu, setiap marketing juga dipegangi buku panduan,"kata Yulia.

Menurut penjelasan saksi Yulia, untuk brosur yang berasal dari perusahaan, diberikan ke calon pembeli, sedangkan untuk buku panduan, tidak.

Dihadapan majelis hakim, saksi Yulia alias Lauren ini juga mengatakan, ukuran unit tipe deluxe studio adalah 30 M². Lalu, apakah buku panduan juga diberikan ke calon pembeli? Saksi menjawab tidak. 

Yulia dalam kesaksiannya dimuka persidangan juga menerangkan, bahwa ia tidak (pernah) menjual unit kondotel The Eden Kuta ke Suryandaru. Setiap berhasil menjual unit, Yulia mengaku mendapat komisi.

Pada persidangan ini, saksi juga ditanya tentang unit kondotel yang hendak dipasarkan itu berapa jumlah keseluruhannya? Mengutip isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dikepolisian, Nurmawan Wahyudi, salah satu penasehat hukum terdakwa menyatakan, bahwa jumlah keseluruhan adalah 268 unit sesuai brosur yang terdiri dari tipe deluxe studio jumlahnya 230.

Ketika saksi Yulia ditanya tentang luas unit kondotel, ia memberikan jawaban yang berbeda-beda. Saat diperiksa di kepolisian, wanita yang dipanggil Lauren ini menyebutkan luasnya 30 M².

Namun jawaban itu langsung berubah saat ditanya apakah luasan itu 30 M² utuh atau ada kata-kata semigross atau lebih kurang? Yulia dengan cepat menjawab ± 30 M². Karena berbeda kesaksiannya, Yulia kemudian menyatakan bahwa yang ia ucapkan dimuka persidangan inilah yang benar, sedangkan yang dikepolisian salah. Atas kesalahan itu, saksi Yulia kemudian mencabut pernyataannya yang di kepolisian.  

Untuk diketahui, berdasarkan surat dakwaan yang dibuat dan disusun Jaksa I Gede Willy Pramana disebutkan, bahwa terdakwa Stepanus Setyabudi didakwa diancam pidana dalam pasal 8 ayat (1) huruf (f) jo pasal 62 ayat (1) UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Lebih lanjut dalam surat dakwaan itu juga dijelaskan, perbuatan terdakwa Stepanus Setyabudi terjadi April 2010, bertempat di Galaxy Mall yang terletak di Jalan Dharmahusada No. 35-37, Kecamatan Mulyorejo, Kota Surabaya. (Ban)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement