Dua Mantan Lurah Terangkan, Obyek Sengketa Tanah Di Puncak Permai Utara Masuk Wilayah Lontar

SURABAYA - Sengketa tanah yang berlokasi di Jalan Puncak Permai Utara III Surabaya, antara Mulya Hadi alias Wulyo melawan Widowati Hartono yang berujung adanya gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, mulai menampakkan titik terang.

Perdebatan antara Mulya Hadi sebagai penggugat melalui kuasa hukumnya melawan Widowati Hartono selaku tergugat melalui kuasa hukumnya tentang lokasi tanah yang menjadi obyek sengketa masuk wilayah mana, terjawab sudah.

Dua saksi yang dihadirkan tim penasehat hukum penggugat mengungkapkan bahwa sebidang tanah yang menjadi obyek sengketa yang terletak di Jalan Puncak Permai Utara III Surabaya tersebut masuk wilayah Lontar, bukan wilayah Pradahkali Kendal.

Bukan hanya itu. Persidangan yang terbuka untuk umum, yang digelar diruang sidang Garuda 1 PN Surabaya, Selasa (30/11/2021) ini juga diwarnai insiden kecil, yaitu aksi protes yang dilayangkan salah satu kuasa hukum Mulya Hadi.

Johanes Dipa Widjaja, SH.,S.Psi., M.H., C.L.A, salah satu kuasa hukum penggugat, langsung mengajukan protes kepada majelis hakim yang memeriksa perkara ini karena ulah salah seorang laki-laki tak dikenal yang menjadi pengunjung sidang.

Laki-laki misterius ini secara terus menerus merekam jalannya persidangan, tanpa terlebih dahulu meminta ijin ke majelis hakim. 

Johanes Dipa yang saat itu sedang bertanya ke salah seorang saksi, merasa tidak nyaman atas tindakan laki-laki misterius yang bukan dari pers tersebut. 

"Mohon ijin majelis. Ini ada yang memvideo saya, jadi nggak nyaman. Apakah orang ini dari pers atau bukan?," tanya Johanes Dipa kepada majelis hakim.

Kurangnya ketegasan majelis hakim pada persidangan ini kembali terlihat dengan adanya pria yang menggunakan topi warna hitam didalam ruangan, namun tidak mendapat teguran.

Terkait identitas obyek tanah sengketa, diungkap dua orang saksi yang pernah menjabat sebagai Lurah Lontar. Dua orang saksi itu bernama Pentarto dan Riduan Setiawan.

Pentarto adalah Lurah Lontar yang menjabat sejak 27 Nopember 1998 sampai 1 Oktober 2002, sedangkan Riduan Setiawan menjadi Lurah Lontar sejak 2013 sampai 2017.

Lalu, bagaimana identitas obyek sengketa yang terletak diJalan Puncak Permai Utara III Surabaya itu bisa terungkap dipersidangan? Selain itu, apa saja yang diungkap kedua saksi tersebut berkaitan dengan gugatan PMH nomor : 374/Pdt.G/2021/ PN.Sby ini?

Adalah Pentarto yang menjelaskan secara panjang lebar tentang lokasi obyek sengketa, adanya gugatan pemilik tanah yang lokasinya berada disebelah obyek sengketa dimana tanah yang pernah bermasalah itu sekarang sedang dibangun apartemen.

Diawal persidangan, Lurah Lontar sejak tahun 1998 sampai 2002 ini ditanya tentang apakah ia pernah mengetahui adanya buku letter C Desa Lontar tahun 1960? Atas pertanyaan Johanes Dipa Widjaja itu saksi Pentarto menjawab pernah.

Pentarto kemudian ditanya tentang kedatangan ahli waris Randim P Warsiah ke kantor Kelurahan Lontar, saat Pentarto menjabat sebagai Lurah Lontar. 

"Apakah ahli waris Randim P. Warsiah pernah mendatangi saksi saat menjabat sebagai Lurah Lontar?," tanya Johanes Dipa kepada Pentarto, Selasa (30/11/2021). Atas pertanyaan itu, Pentarto menjawab pernah.

Lebih lanjut Pentarto menjelaskan bahwa kedatangan ahli waris Randim P. Warsiah ini waktu itu dalam rangka mengurus surat tanah.

"Untuk keperluan pengurusan surat ini, saya juga melakukan legalisir atas salah satu surat, untuk ikut disertakan dalam pengurusan surat tanah," ujar Pentarto. 

Melanjutkan pertanyaannya kepada Pentarto, Johanes Dipa bertanya tentang persyaratan apa saja yang dibawa ahli waris saat itu, ketika hendak mengajukan pengurusan tanah. 

"Apa saja yang dibawa ahli waris ketika itu, saat ahli waris tersebut mengajukan permohonan pengurusan tanah yang ada di Jalan Puncak Permai Utara III Surabaya ?," tanya Johanes Dipa.

Menjawab pertanyaan Johanes Dipa itu, Pentarto menjelaskan, bahwa dokumen yang dibawa ahli waris Randim P. Warsiah ketika itu adalah dokumen-dokumen asli yang berkaitan dengan kepemilikan tanah termasuk petok. 

Selain itu, saksi Pentarto juga diminta untuk nenjelaskan apa fungsi dari buku Letter C? Terkait hal ini, Pentarto menjawab, buku Letter C untuk pengurusan tanah di BPN.

Masih berkaitan dengan sengketa tanah yang berlokasi di Jalan Puncak Permai Utara III Surabaya, advokat yang juga berprofesi sebagai kurator ini juga bertanya, apakah Pentarto mengetahui adanya gugatan Mulya Hadi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Saya tahu. Bahkan, saya juga sebagai saksi dalam gugatan yang dimohonkan penggugat tersebut di PTUN Surabaya. Gugatan itu terjadi sekitar tahun 2015," jelas Pentarto.

Pentarto juga mengatakan, selain menjadi saksi dalam persidangan yang digelar di PTUN Surabaya, Pentarto juga mengatakan bahwa ia juga pernah ikut dalam sidang Peninjauan Setempat (PS) diobyek sengketa.

"Saya juga ikut dalam PS bersama dengan majelis hakim PTUN, ahli waris dan beberapa saksi yang diajukan ke persidangan," kata Pentarto.

Dimanakah lokasi yang menjadi tempat PS? Pentarto pun menjawab, bahwa PS itu dilaksanakan di sebuah tanah yang berada di Jalan Puncak Permai Utara III.

Masih menurut penjelasan Pentarto dipersidangan, sekitar obyek tanah sengketa yang berada di Jalan Puncak Permai Utara III itu juga berdiri sekolah JAC School serta tanah kosong yang akan dibangun apartemen atau rumah susun.

Meski sempat terganggu akibat ulah salah seorang pengunjung sidang yang mengambil gambar video dirinya yang sedang bertanya ke saksi Pentarto melalui kamera ponsel, Johanes Dipa kembali bertanya ke saksi tentang siapa yang menguasai obyek sengketa ketika saksi dan majelis hakim PTUN melakukan sidang PS? 

Atas pertanyaan ini, Pentarto langsung menjawab, ahli waris Randim P. Warsiah lah yang menguasai tanah yang menjadi obyek sengketa tersebut. 

Masih berkaitan dengan adanya gugatan yang dilayangkan Mulya Hadi alias Wulyo di PTUN Kota Surabaya tahun 2015 tersebut, saksi juga menerangkan bahwa dalam putusannya, majelis hakim PTUN yang menyidangkan perkara itu memenangkan gugatan yang dimohonkan ahli waris. 

Dalam amar putusannya, majelis hakim PTUN yang memeriksa serta memutus perkara itu juga memerintahkan kepada Lurah Lontar saat itu yang menjadi tergugat, untuk menerbitkan sporadik atau surat keterangan riwayat tanah dan beberapa dokumen pertanahan penting lainnya yang dibutuhkan ahli waris Randim P Warsiah.

Sebagai pejabat pemerintahan yang pernah menjabat sebagai Lurah Lontar, kehadiran Pentarto sebagai saksi diperkara ini benar-benar dimanfaatkan tim kuasa hukum penggugat untuk menggali informasi lebih banyak, berkaitan dengan sebidang tanah peninggalan Randim P Hasta kepada ahli warisnya.

Johanes Dipa kembali bertanya ke Pentarto. Dalam pertanyaan kepada saksi, Johanes Dipa pun bertanya tentang ada atau tidak pembebasan lahan untuk keperluan perusahaan swasta, termasuk PT. Darmo Permai diwilayah Lontar.

"Selama saya menjabat sebagai Lurah Lontar, saya tidak pernah mendengar atau mengetahui adanya pembebasan lahan. Dibuku Kelurahan Lontar juga tidak pernah ada," terang Pentarto.

Selain itu, dalam persidangan ini, saksi juga mengakui bahwa untuk wilayah Kelurahan Lontar, sejak saksi menjabat sebagai Lurah Lontar, tidak pernah terjadi pemekaran wilayah dan wilayah Kelurahan Lontar. 

"Wilayah Lontar tidak pernah ada pemekaran. Untuk luas wilayahnya, tetap 750 hektar. Sedangkan obyek sengketa, masuk wilayah Kelurahan Lontar," ungkap saksi Pentarto.

Saksi Pentarto dalam persidangan juga menjelaskan tentang batas-batas wilayah Kelurahan Lontar. Setelah menyebutkan batas-batas wilayah Kelurahan Lontar, saksi Pentarto secara tegas menyebutkan, untuk wilayah Pradahkali Kendal, posisinya jauh dengan obyek sengketa.

Bukan hanya obyek sengketa yang ditanyakan berada atau masuk wilayah kelurahan mana, Johanes Dipa kembali bertanya seputar Jalan Puncak Permai Utara III.

Lebih lanjut Johanes Dipa bertanya, Jalan Puncak Permai Utara III Surabaya itu masuk wilayah mana. Secara tegas, Pentarto menyebut, bahwa Jalan Puncak Permai Utara III itu masuk wilayah Lontar bukan Pradahkali Kendal.

DR. Otto Yudianto, kuasa hukum penggugat yang lain kemudian bertanya ke saksi tentang sejarah tanah milik Randim P Warsiah. 

Lebih lanjut Otto bertanya, berapa luas tanah yang dimiliki Randim P Warsiah? Menjawab pertanyaan Otto Yudianto ini, saksi menjawab Randim P Warsiah punya tanah banyak.

"Kemudian, yang diwariskan Randim P Warsiah ke ahli warisnya, apakah termasuk sebidang tanah yang saat ini menjadi obyek sengketa?," tanya Otto. Atas pertanyaan ini, saksi membenarkan.

Berkaitan dengan luas tanah yang diwariskan Randim P. Warsiah kepada para ahli warisnya, Pentarto menjelaskan bahwa luas tanah yang diwariskan Randim itu sebesar 10 ribu M². 

Dan masih menurut pengakuan Pentarto dimuka persidangan, bahwa tanah seluas 10 ribu M² tersebut masuk dalam wilayah Lontar, bukan Pradahkali Kendal.

Hal lain yang diungkap Pentarto dalam persidangan ini adalah tentang tanah milik Randim P. Warsiah ini tidak pernah dijual ke pihak lain. Dan itu sesuai dengan buku tanah yang ada di Kelurahan Lontar

Tanah yang diwariskan dari Randim P Warsiah ini, lanjut saksi, kemudian sepenuhnya dikuasai ahli warisnya. Mestinya, tanah Randim P Warsiah seluas 10 ribu M² tersebut sampai saat ini masih utuh.

Otto kembali bertanya ke saksi, kapan ia melihat obyek tanah yang saat ini menjadi obyek sengketa. Saksi pun menjawab beberapa bulan yang lalu.

"Saya dimintai tolong ahli waris untuk melihat obyek tanah miliknya yang luasnya 10 ribu M². Kalau bangunan apartemen yang ada disebelah obyek tanah sengketa, bukan milik ahli waris. Itu milik Ahmad Sofwan," kata saksi.

Terkait dengan bangunan apartemen, saksi pun bercerita bahwa dulu pernah ada masalah tentang kepemilikan tanah antara Ahmad Sofwan dengan PT. Darmo Permai. Dan akhirnya, sengketa itu dimenangkan Ahmad Sofwan.

"Apartemen atau rumah susun itu bukan milik Mulya Hadi tapi milik Ahmad Sofwan. Kalau milik Mulya Hadi yang saat ini menjadi obyek sengketa, sebagian berada dibelakang rumah susun," kata saksi.

Masih seputar tanah milik Mulya Hadi yang saat ini jadi obyek sengketa, Otto Yudianto pun bertanya, apakah tanah itu pernah menjadi aset Pemkot Surabaya? Saksi pun menjawab tidak pernah.

"Seluruh tanah yang ada diwilayah Lontar, tidak pernah menjadi aset Pemkot Surabaya. Tanah-tanah itu murni milik masyarakat setempat, termasuk tanah obyek sengketa," ujar saksi.

Pada persidangan ini, saksi kemudian menceritakan adanya salah tulis sehingga akhirnya diketahui bahwa Pemkot Surabaya tidak punya aset apa-apa diwilayah Lontar. Tentang adanya sengketa yang pernah ada, saksi menjelaskan, hal itu lalu ia laporkan ke Asisten I Pemkot Surabaya. 

Setelah mengungkap identitas tanah yang menjadi obyek sengketa, Pentarto kemudian menceritakan adanya intimidasi yang ia terima dari sejumlah orang yang menjaga tanah sengketa tersebut.

Intimidasi itu Pentarto terima ketika ia melihat-lihat obyek sengketa, atas permintaan Mulya Hadi. Dan menurut Pentarto, orang-orang itu adalah preman atau orang bayaran, yang bertugas untuk menjaga tanah itu.

Ketika masih menjabat sebagai Lurah Lontar, saksi mengaku sampai terheran-heran atas sikap beberapa pegawai BPN yang datang padanya. 

Orang-orang dari BPN Surabaya itu datang menemui Pentarto mengaku bingung dan tidak tahu, tentang batas-batas wilayah obyek sengketa dengan obyek lain yang tidak masuk dalam sengketa.

Sama halnya dengan Pentarto, Lurah Lontar periode 2013 sampai 2017 ini juga mengatakan bahwa obyek sengketa masuk dalam wilayah Lontar.

Kemudian, berkaitan dengan Jalan Puncak Permai Utara III, saksi Riduan Setiawan mengatakan bahwa jalan itu juga masuk dalam wilayah Kelurahan Lontar.

Riduan Setiawan juga mengakui pernah digugat ahli waris Randim P. Warsiah di PTUN Surabaya, karena tidak menerbitkan sporadik dan surat keterangan tanah yang lain, sebagaimana yang diminta ahli waris kala itu.

Karena kalah di PTUN, Riduan kemudian diperintah hakim PTUN untuk segera mengeluarkan sporadik atas tanah yang menjadi milik ahli waris Randim P Warsiah tersebut.

Persyataan Riduan Setiawan dimuka persidangan yang sama dengan pernyataan Pentarto adalah, bahwa wilayah Lontar tidak pernah terjadi pemekaran wilayah. 

Walaupun dulunya Kecamatan Sambikerep itu awalnya Kecamatan Karangpilang, kemudian berubah menjadi Kecamatan Lakarssntri, namun obyek sengketa tetap sama, berada diwilayah Kelurahan Lontar.

Pada persidangan ini, Riduan yang ditunjukkan peta bidang wilayah Kelurahan Lontar, dapat menggambarkan dengan benar, daerah mana saja yang masuk dalam wilayah Kelurahan Lontar. (Ban)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement