Dinkes Dinilai Lamban, Sebanyak 1787 Penderita HIV/ AIDS Dikota Surabaya

Surabaya Newsweek –Dinkes Kota Surabaya harus lebih maksimal melakukan pengawasan  dan pengendalian masalah kesehatan  untuk penyakit yang dinilai sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat Kota Surabaya bahkan, harus mampu meminimalisir angka penderita HIV / AIDS sekecil mungkin.

Terbukti penderita HIV/ AIDS dikota Surabaya untuk Tahun 2012- 2013  mencapai  1506 untuk total keseluruhan selama 2 ( Dua ) Tahun , Ironisnya  dalam tahun 2014,  sampai  bulan  Mei masih ada  penderita HIV / AIDS sebanyak 281, tentu saja Dinkes  dinilai masih lamban dalam mengantisipasi terjangkitnya penyakit yang mematikan yang ada dikota Surabaya.

Menurut . Mira Novia M.Kes, Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinkes Kota Surabaya dalam jumpa pers di kantor Bagian Humas Pemkot Surabaya, Kamis (17/7), mengatakan,” “Kasus HIV/AIDS banyak ditemukan di kawasan , Krembangan, Pabean Cantikan, Sawahan, dan Wonokromo cukup tinggi, dikarenakan dampak dari keberadaan lokalisasi,” Ujarnya.

Selain itu, di kawasan itu juga terdapat hot spot seperti tempat hiburan. Di kawasan lain seperti Gubeng, Sukolilo dan Rungkut juga ada, tetapi tidak sebesar di daerah tersebut, , keberadaan kantong-kantong berupa lokalisasi dan hot spot itulah yang membuat angka penderita  HIV/AIDS di Surabaya lumayan tinggi.

Berdasarkan data Dinkes, selama periode Januari hingga Mei 2014, ditemukan 281 kasus dengan rincian 171 HIV dan 110 AIDS.  Ironisnya, jumlah penderitanya didominasi oleh mereka yang berusia produktif. Untuk tahun 2013 lalu, di Surabaya ada 754 kasus dengan rincian 501 HIV dan 253 AIDS.

Sementara di tahun 2012, ditemukan 752 kasus dengan rincian 418 kasus HIV dan 300 AIDS. Keberadaan Puskesmas di Surabaya yang dilengkapi Voluntary Counseling Test (VCT) membuat keberadaan penderita HIV/AIDS bisa cepat terdeteksi,

“Dengan lokalisasi di Surabaya sudah ditutup, harapan kami angka ini bisa terus menurun. Sebenarnya warga Surabaya  tidak banyak. Yang banyak itu warga dari luar Surabaya. Tapi, untuk penanganannya kan, kita tidak melihat darimana mereka berasal,” sambung Mira.
   
 Pasca penutupan lokalisasi, Mira mengatakan bahwa Dinkes Kota Surabaya memeriksa 486 orang PSK. Dari jumlah tersebut, sebanyak 45 orang diketahui positif. Tetapi tidak semuanya penderita baru. Sebagian adalah penderita lama. Mereka kebanyakan berasal dari luar kota seperti Bandung, Indramayu, Malang dan Jember.  “Ada wisma yang tidak berkenan (diperiksa) karena beralasan memiliki dokter sendiri,” ujarnya.

Untuk penanganan, selain berkoordinasi dengan Dinkes Provinsi Jatim, Dinkes Kota Surabaya juga menyurati Dinkes tempat tinggal para PSK tersebut berdasarkan Kartu Tempat Tinggal (KTP). Dinkes Kota Surabaya juga bekerja sama dengan lintas sektor untuk memperkuat upaya pencegahan penularan HIV/AIDS. “Kami bekerja sama dengan Dinas Pariwisata Kota Surabaya untuk melakukan pemeriksaan di tempat-tempat yang berpotensi sebagai tempat transaksi seks. Termasuk juga bekerja sama dengan LSM untuk masuk ke komunitas yang berisiko,” sambung Mira.

Sementara dr. Ita Puspita Dewi, SpKK dari RSUD Soewandhi menambahkan, orang yang mengidap HIV, secara kasat mata tidak terlihat sakit. Sebab, mereka bisa beraktivitas normal. Mereka baru terlihat sakit ketika dilakukan pemeriksaan. Dijelaskan Ita, sejak tahun 2005, pihaknya sudah mobile ke titik-titik yang berisiko seperti misalnya panti pijat.

“Seluruh ibu hamil di Surabaya juga harus dilakukan pemeriksaan HIV. Ini untuk pemutusan dini supaya bayinya tidak ikut terkena. Termasuk di 62 Puskemas di Surabaya, ibu hamil pertama kali dites HIV. Sebab, penularan HIV ke anak bisa melalui asupan makanan. Makanya, bila ditemukan, kami kemudian melakukan terapi untuk memperkuat imun ke ibunya sehingga virusnya bisa tertekan,” jelas Ita. ( Ham )
Lebih baru Lebih lama
Advertisement