Pasar Induk Puspa Agro Salah Konsep

Diduga Rugikan Dana Ratusan Miliar APBD Jatim ?


SIDOARJO  - Pasar Induk Agribis (PIA) Jemundo yang sekarang dikenal Puspa Agro memasarkan aneka komoditas terbesar di Indonesia dan berdiri di atas lahan seluas 50 hektar dengan berdiri 7 los bangunan dengan total stand mencapai 5000 unit. Ternyata, dalam pelaksanaannya hanya diisi hanya ratusan stand  yang memasarkan berbagai produk agro mulai dari bahan pokok beras, palawija, perkebunan ,bunga, dan tanaman hias serta daging segar saat ini masih dinilai kurang produktif. Padahal dana yang dikucurkan melalui APBD Jatim terbilang fantastis, yaitu- sekitar Rp 1 triliun lebih, di antaranya- untuk pembebasan lahan dan pembangunan sarana mencapai Rp 850 miliar dan dana oparasional sejak diresmikan hingga kini mencapai ratusan miliar.


Pasar induk ini yang dalam pembangunannya  menelan anggaran APBD Jatim mencapai sekitar Rp 850 Miliar dan operasional sejak diresmikan menelan biaya sekitar Rp 100 Miliar lebih, sampai sekarang belum bisa dikatakan  efektip dalam pengelolaannya dan patut dipertanyakan. Betapa tidak, dari awal langkah gebrakannya PT .Puspa Agro yang merupakan anak cabang dari PT. Jatim Graha Utama (JGU) memberikan visi kepada masyarakat Jawa Timur khususnya masyarakat Sidoarjo khususnya sebagai pasar induk yang terbesar , termurah dan terlengkap dari bahan pokok sembako,sayur,buah,bunga  sampai ke lauk pauk nampaknya jauh dari panggang api.


Selain itu, pihak PT Puspa Agro melalui komisarisnya Erlangga Satriagung, diawal peresmiaannya banyak memberikan gebrakan-gebrakan dalam pengelolaannya dengan menggandeng pengusaha dari  China , Singapura,dan beberapa negara lainnya dalam menciptakan pasar komoditas di bidang agribisnis yang masih terbuka lebar terutama tanaman pangan, hortikultura,maupun bidang perikanan untuk bisa memperluas segmen pasarnya. Programnya menjalin kerjasama dengan pengelola pasar modern yang tengah berkembang pesat di Indonesia, yakni- Carrefour,belum sepenuhnya dikatakan berhasil atau dikatakan gagal karena tidak sesuai dengan perencanaan semula.


Dan masih banyak program lain yang direncanakan dalam pengembangan sehingga belum terpenuhinya target yang sudah direncanakan PT.Puspa Agro. Data di sepanjang tahun 2014  sebanyak 361.584 ton komoditas yang terserap oleh pasar diantaranya buah nilai transaksi Rp.3,2 Miliar, sayur  Rp. 358 juta, ikan Rp.1,2 Miliar, rempah Rp.81 juta, ayam Rp. 427 juta,  telur Rp. 99.6 juta , kopi Rp 8,7 miliar dan wortel Rp 223,5 juta. Hal tersebut tidak seimbang dengan kontribusi dana yang telah dikucurkan melalui APBD Jatim. Kondisi ini berbeda dengan kondisi pasar Keputran Utara Surabaya, yang tidak pernah mendapatkan subsidi dana dari Pemkot Surabaya, tapi nilai transaksi perdagangannya mencapai puluhan miliar omzet yang dapat diraup setiap bulannya.

Lepas dari JGU
Di lihat dari kegiatan-kegiatan yang sudah berjalan dan sudah berkembang ini ,kenapa belum tampak adanya kegiatan signifikan terhadap perubahan lalulintas perdagangan dan ajang transaksi di area pasar induk modern ini ,sehingga tampak kurang berfungsi los-losnya dan  kurang  terawat hampir di seluruh area pasarnya. Menurut Dirut PT.Puspa Agro,  Abdullah Muchibudin kepada S.Newsweek,


“  PT.Puspa Agro pada saat ini pelan-pelan akan lepas dan berdiri sendiri dari PT. Jatim Graha Utama dalam pengelolaannya. Sedang  proses perawatan dan pemeliharaannya PT. Puspa Agro tidak tahu menahu,” ujarnya, Minggu lalu.


Abdullah Muchibudin yang akrab dipanggil Pak Udin, mengakui, “adanya anggaran-anggaran untuk pengembangan, saya pun juga kurang paham dan bisa dikonfirmasikan ke PT.Jatim Graha Utama (JGU) selaku induknya. Seingat saya, pada tahun 2012 PT Puspa Agro mendapatkan kucuran dari Pemprop sebesar Rp 30 miliar. Untuk tahun 2013 dan tahun 2014, saya tidak tahu berapa yang dikucurkan melalui PT Jatim Graha Utama. Coba tanyakan aja ke sana, “ cetusnya.


 “Yang jelas, PT. Puspa Agro saat ini anggaran pengelolaannya di pikul sendiri dibantu dengan para petani yang berjumlah sekitar 250 orang dan sangat mendukung program Puspa Agro. Saat ini, kami fokus menggarap trading house, sistem marketnya bekerjasama dengan super market,restoran dan perhotelan,”  tambahnya. Sembari bercanda Udin   menggaris bawahi, “ Kami sudah tidak ada hubungannya dengan PT JGU, Puspa Agro bukan lagi statusnya sebagai anak perusahaan PT JGU, tapi sudah mandiri dalam mengelola dananya sendiri, cetusnya.


Ditambahkannya pula,bahwa Pasar Induk modern ini akan berkembang pesat, apabila pelebaran jalan di antara pasar induk sampai Kletek diperlebar sesuai konsep Bina Marga untuk segera ditindak lanjuti, sehingga pasar induk modern ini sudah selayaknya menjadi pasar terbesar di Indonesia dan bebas kemacetan” .


Pendapat berbeda disampaikan oleh Mochtar, pedagang di Keputran Utara mengungkapkan, Pasar Induk Agrobinis yang sekarang bernama Puspa Agro tidak jelas konsep dagang yang dibidik atau segmen yang ditangani. “Hampir semua restauran maupun  rumah-rumah makan yang tersebar di Surabaya berbelanja di Pasar sayur Keputran, termasuk pedagang melijo yang berada di Surabaya Timur dan Tengah. Untuk pedagang di wilayah Surabaya Utara berbelanja di pasar Pabean.


Sedangkan, untuk pedagang wilayah Selatan berbelanja di kawasan Jagir dan wilayah Barat di pasar kawasan Sepanjang. Semua, sudah terkapling-kapling pemasaran sayur-mayur di Surabaya ini,” jelasnya.


Dia menyangsikan, kemampuan pertokoan modern, seperti; Carrefore dapat menyerap semua pasokan yang dikirim oleh petani/pedagang yang berada di Puspa Agro setiap harinya. Melijo yang biasa menggunakan armada rengkek (sepeda motor, red.) tidak mungkin berbelanja di Jemundo, sebab akses jalan di kawasan tersebut terlalu sempit dan banyak dilalui oleh kendaraan klas berat yang sering dihindari oleh pengendara armada rengkek untuk melijo. Ia juga membandingkan pasar Osowilangun yang berdekatan dengan perbatasan Surabaya- Gresik dan mengalami mati suri akibat ditinggalkan oleh pedagangnya.


Mochtar menepis, pendirian Pasar Induk Agrobisnis Jemundo atau Puspa Agro sudah melalui survey atau hasil kajian dari perguruan tinggi dan Bappeprop Jatim. “Hasil survey dari perguruan tinggi boleh-boleh aja, tapi hasilnya apa bisa dibilang akurat di lapangan. Tunggu dulu, fakta kan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan,” sergahnya.


Dia menduga, bahwa konsep pendirian pasar induk agrobisnis bukan murni untuk tujuan bisnis maupun untuk meningkatkan pendapatan petani di Jatim. Sebab, biaya untuk pembebasan lahan dan pembangunan sarana dan prasarana untuk pendirian pasar induk agrobisnis terkesan tidak wajar dan saya mendapatkan informasi biaya yang sudah dikucurkan sekitar Rp 850 miliar dari anggaran dana APBD Jatim.


“ Anggaran sebesar itu masih ditambah lagi dengan suntikan dana untuk JGU sebagai pengelolanya sekitar Rp 100 miliar lebih dan saya dapat informasi pada tahun 2015, sudah tidak ada lagi tambahan dana sehingga pengelolaan Puspa Agro sekarang berjalan tertatih-tatih,” sebutnya.


Ditambahkannya, aparat penegak hukum di Jatim harus tanggap terhadap kondisi ini dan segera menindak lanjuti untuk mengusut dengan melakukan penyelidikan terhadap kasus Pasar Induk Agrobisnis daripada nanti ditangani penegak hukum lain, seperti; KPK. Apa tidak memalukan, karena penegak hukum di Jatim bisa dianggap melempem atau masuk angin, pungkas Mochtar.


Pada bagian lainnya, Erlangga Satriagung, Direktur Utama PT JGU yang merangkap sebagai komisaris Puspa Agro dihubungi melalui Mirza, direktur keuangannya melalui telepon dan pertanyaan via sms tidak menjawab pertanyaan yang diajukan hingga berita ini diturunkan…. Bersambung  (Tim).



Lebih baru Lebih lama
Advertisement