Pasien Meninggal Dunia Stelah Terapi Herbal Di Klinik Aurera

PONOROGO- Klinik Aurera terapi herbal yang beralamat di Perumahan Tiara Selatan rumah sakit umum Kabupaten Ponorogo sudah beroperasi kurang lebih 8 bulan. Klinik tersebut diduga  belum mengantongi ijin resmi dan lengkap dan sekian lama berdomisili di perumahan. Warga sekitar mengaku kalau Klinik Aurera ini tidak memiliki ijin lingkungan setempat juga apalagi melalui prosedur untuk perijinan resminya yang kebetulan sudah di kunjungi pasien sangat ramai.  Petugas Klinik bernama Lia mengakui,  pada setiap hari  rata – rata dengan kondisi sepi 30 pasien,sedangkan dengan kondisi ramai pengunjung tiap harinya sekitar 60 pasien,dengan metode terapi mandi uap dan strum setiap pasien dikenakan biaya berkisar Rp 135 ribu  hingga Rp 50 ribu untuk penyembuhan segala penyakit.

 Masih menurut Lia, Klinik pengobatan ini  juga memiliki  petugas marketing di lapangan, mereka selalu mengadakan sosialisasi ke desa –desa pastinya langsung masuk lingkungan RT.Yang sebelumnya sudah berkoordinasi kepada Kepala Desa setempat.Seperti di desa Kalisat Kecamatan Bungkal Kabupaten Ponorogo petugas itu minta ijin pada kepala desa dan berlangsung minta waktu untuk memberikan sosialisasi di tingkat lingkungan RT. Sejak adanya sosialisasi, salah satu warga  Desa Kalisat ada yang ikut terapi mandi uap  pada hari Kamis 7 Januari 2016 namun mengalami nasib naas. Pasien bernama Hj.Siti Aminah (70) warga Kalisat diantar anaknya bernama PAHIT mengatakan  mengikuti terapi strum, setelah menjalani terapi strum  pasien mengantuk langsung  pingsan di tempat, lantas  pihak petugas terapi membawa ke rumah sakit umum. Sayangnya ,nyawa sang pasien tak tertolong. Salah seorang petugas terapi mandi uap takziah kerumah pasien dan hanya memberikan santunan uang Rp 1 juta.

 PAHIT  dan istrinya SRIWAHYUNI mengaku kecewa pada bos terapi  karena tidak mau datang alias tidak bertanggung jawab atas meninggalnya keluarga mereka. Pasalnya, ibunya berangkat dari rumah dalam kondisi sehat segar bugar, namun karena tahu ada terapi yang di sosilaisasikan lewat RT dia tertarik untuk ikut terapi. Ironisnya, bukan kesehatan membaik didapatnya, tapi nyawa sang ibu melayang setelah menjalani terapi akibatnya meninggal dunia. PAHIT dan kelurganya sudah  pasrah bongkokan supaya masalah ini di urus sama Pak lurah, ucap Pahit.

 Ketika Sb.Newsweek konfirmasi pada Kepala Desa Kalisat Kecamatan Bungkal Imron memberi perintah pada wartawan koran ini agar masalah ini jangan diperpanjang, alasan Kepala Desa pihak kelurga korban sudah terima dan dianggap sudah takdir. “ Tolong kalau ekspos  berita  yang bagus – bagus saja ,” kelit Imron,Kepala Desa itu.

 Saat  dikonfirmasi, bos terapi mandi uap  ATAHK sulit dihubung baik dihubungi ditempat kerjanya maupun  lewat via telpon  pada Nomor 087 764 223 XXX . Dan ironisnya, pihak rumah sakit dan Dinas kesehatan kabupaten Ponorogo kebetulan direktur rumah sakit Dr. Langgeng dan sebagai Plt Dinas kesehatan tidak bisa ditemui dengan dalih rapat. Usut punya usut  setelah di telusuri kurban meninggal akibat terapi mandi uap di aurera herbal ini yang di ketahui  jumlahnya sudah dua orang atau pasien nya yang meninggal dunia. Pihak aparat hukum harusnya turun tangan agar tidak terjadi lagi korban berikutnya.

 Pengobatan tradisional diatur dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Pasal 1 angka 16 UU Kesehatan menetapkan bahwa pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. 

 Pasal 105 UU Kesehatan mengatur bahwa sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditentukan. Standar yang ditentukan ini dapat mengacu pada SK Menteri Kesehatan No. 659/Menkes/SK/X/1991 tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). CPOTB adalah cara pembuatan obat tradisional yang diikuti dengan pengawasan menyeluruh, dan bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Dalam SK Menkes ini, diatur mengenai: 
1.Bahan baku
2.Penanggungjawab teknis, yaitu seorang apoteker yang bertanggung jawab atas penyiapan prosedur pembuatan dan pengawasan pelaksanaan proses pembuatan kebenaran bahan , alat dan prosedur pembuatan, kebersihan pabrik, dan keamanan serta mutu obat tradisional.
3.Bangunan tempat pembuatan obat tradisional
4.Peralatan yang digunakan untuk memproduksi obat tradisional
5.Sanitasi dan hygiene
6.Pengolahan dan pengemasan. 

 2)     Hubungan hukum antara pasien dan pengobat tradisional adalah hubungan hukum antara konsumen dan penyedia jasa, sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen). Dalam pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Konsumen disebutkan, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Sedangkan, Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi (pasal 1 angka 3). 

 Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa pelaku pengobatan tradisional, yang menyediakan jasa pengobatan tradisional, dapat dikatakan sebagai pelaku usaha. Sedangkan pasiennya, yang mendapatkan jasa pengobatan tradisional tersebut, dapat dikategorikan sebagai konsumen. Dengan demikian, UU Perlindungan Konsumen dapat diterapkan dalam hubungan antara pasien dan pelaku pengobatan tradisional. 

 3)     Menentukan bahwa pengobat tradisional tersebut telah melakukan kelalaian atau kesalahan dalam melakukan upaya pengobatannya memang agak sulit karena belum ada standar yang secara khusus mengatur pelayanan pengobatan tradisional. Akan tetapi, Anda dapat menggunakan UU Perlindungan Konsumen dalam hal ini. Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang/jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut. Apabila Anda merasa bahwa jasa yang diberikan tidak sesuai dengan iklan atau promosi penjualan jasa pengobatan tradisional tersebut, maka Anda dapat menggunakan ketentuan dalam UU Perlindungan Konsumen ini.

 4)     Dalam pasal 58 UU Kesehatan, disebutkan, 
“Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya” 
Jadi, apabila Anda merasa bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pengobat tradisional merugikan Anda, Anda dapat mengajukan gugatan ganti rugi ke pengadilan. 

 Selain itu, Anda dapat melaporkan pelanggaran atas pasal 8 UU Perlindungan Konsumen, yaitu memproduksi/memperdagangkan jasa yang tidak sesuai dengan iklan/promosi. Pasal 62 UU Perlindungan Konsumen mengatur bahwa hal tersebut dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.(TIM)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement