Dimas Kanjeng Diperkirakan Tak Berkutik di Kasus Pembunuhan

PROBOLINGGO - Seperti diketahui, Pimpinan Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi selama ini dikenal sulit ditembus hukum. Meski sejak pertengahan 2011 sudah muncul desas desus tekait praktek penipuan berkedok investasi dengan judul penggadaan uang, namun seolah mampu ditepis oleh pengurus padepokan tersebut.

Kuatnya pengaruh dan pencucian otak terhadap pengikutnya, membuat santri (korban-red) begitu yakinnya jika pimpinan padepokan yang berada di dusun Cengkelek bukan figur penipu. Bahkan walaupun temuan polisi menyimpulkan ada dugaan penipuan penggandaan uang yang melibatkan Taat Pribadi, justru sebagian pengikutnya tetap meyakini pimpinannya tidak melanggar hukum. Begitu rapinya metode yang dipakai oleh yayasan ini, sehingga tidak satupun saat itu pengikutnya melapor pada aparat penegak hukum menyangkut indikasi penipuan terhadapnya.

Anehnya praktik penipuan ini mampu melibatkan ribuan orang, termasuk seorang akademisi dan politikus, karena sebagian masyarakat masih bersikap irasional dan terperdaya kebudayaan ingin cepat kaya. Bahkan tak tanggung-tanggung, padepokan ini menggunakan jasa aparat TNI aktif yang dipekerjakan di yayasan.

Sampai pada akhirnya Taat Pribadi (46), pembina Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng telah dijadikan tersangka oleh polisi dalam kasus pembunuhan plus penipuan. Bermula saat polisi menangkap beberapa orang terkait pembunuhan Ismail Hidayah dan yang terakhir Abdul gani, yang pada akhirnya menyeret Taat Pribadi  terlibat pembunuhan dua orang bekas anak buahnya itu. Mereka dibunuh karena khawatir akan membocorkan dugaan praktik penipuan penggandaan uang.

"Dia (Taat Pribadi) yang menyuruh (pembunuhan)," kata Kahumas Polda Jawa Timur, Kombes Argo Yuwono, Senin (03/10) di Probolinggo. Menurut polisi, kasus pembunuhan ini melibatkan sembilan orang pengawalnya yang sebagian di antaranya diyakini mantan anggota TNI. Lima orang di antaranya masih dinyatakan buron.

Dalam perkara penipuan, Polda Jatim mengaku telah menerima laporan empat orang yang mengaku ditipu oleh Taat Pribadi.Senin (03/10), kepolisian telah menggelar rekonstruksi kasus pembunuhan ini di padepokan milik Taat di Probolinggo.

"Keempat orang pelapor ini, kalau kita jumlah kerugiannya sekitar Rp2,2 milyar," kata Argo Yuwono melalui hubungan telepon, Senin petang. Mereka mengaku dijanjikan uangnya akan berlimpah apa bila bersedia menyetor uang yang disebut sebagai mahar, tetapi janji ini tidak pernah direalisasikan, kata polisi.

Salah seorang yang meyakini bahwa Taat Pribadi mampu menggandakan uang adalah Marwah Daud Ibrahim, kelahiran 1956, politikus Partai Gerindra dan anggota Dewan pakar Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia, ICMI. Dalam wawancara kepada berbagai media, Marwah -yang juga merupakan ketua Yayasan Dimas Kanjeng - berkali-kali menyebut bahwa Taat mampu menggandakan uang.

"Ini tidak ilmiah. Bukan dimensi (ilmiah) yang kita pakai. (Tapi) Dimensi yang kita lihat dan Anda yakin. Tidak ada yang lain, kecuali kuasa Allah. Faktanya begitu," kata Marwah kepada wartawan saat itu. Dia juga meyakini bahwa Taat tidak melakukan penipuan seperti dituduhkan Polisi berdasarkan laporan sejumlah orang yang mengaku sebagai korban.

Seperti diketahui, Taat Pribadi bukanlah apa apa pada tahun 2000. Saat itu dia masih menjalankan tugas sebagai pengurus koperasi di kecamatan Gading Kabupaten Probolinggo. Saat ada masalah dengan koperasi, Kemudian pria tambun ini beralih menjadi koordinator Amalillah. Seiring berjalannya waktu, Amalillah juga bermasalah dan sejak saat itulah Taat Pribadi menghilang.  Baru pada tahun 2002 pria berputra 2 ini muncul kembali dan mulai menjalankan aktifitas seperti yang terlihat hingga sekarang. 

Pesatnya pengaruh terhadap masyarakat membuat praktik berkedok yayasan padepokan ini dapat menjaring ribuan orang mulai dari Sumatera hingga Sulawesi. Kepiawaian Dimas Kanjeng Taat Pribadi dalam mencari santri guna menginvestasikan uangnya di padepokan, ternyata sangat terorganisir. “Jadi selama ini, Taat tidak pernah menerima uang secara langsung dari santrinya. Namun melalui koordinator di masing masing wilayah.”Ujar Umar, warga yang rumahnya  berdekatan dengan Padepokan Dimas Kanjeng.  (Suh)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement