SURABAYA - Sidang perkara
penggelapan pajak yang menjerat dua bos PT Nanda Karya Sakti, Willy Tjiandra
Djaya dan Elly Taufiq sebagai pesakitan kembali berlanjut dengan agenda
pembacaan surat tuntutan jaksa.
Pada persidangan yang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa
(11/10/2016), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ni Putu Wahyu Maharaeni dari
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim menyatakan keduanya terbukti bersalah melanggar
pasal 39 ayat 1 UU Nomor 6 tahun 1983 tentang tindak pidana perpajakan. Namun
meski terbukti melanggar pasal yang sama, kedua terdakwa dituntut berbeda.
Untuk terdakwa Willy Tjiandra, jaksa menuntutnya dengan hukuman 3,5 tahun
dan Rp 2,1 miliar dikali tiga kali lipat, subsider enam bulan kurungan.
Sementara untuk terdakwa Elly, jaksa menuntutnya dengan hukuman 2,5 tahun
penjara dan denda sebesar Rp 2,1 miliar, subsider dua bulan kurungan.
Atas tuntutan tersebut, kedua terdakwa diberikan kesempatan untuk mengajukan
pembelaan. "Saudara diberi waktu satu minggu untuk mengajukan pembelaan
atas tuntutan jaksa," ujar ketua majelus hakim Sigit Sutanto.
Dalam kasus ini, Willy yang merupakan Direktur Utama (Dirut) PT Nanda Karya
Sakti dan Elly sebagai Direkturnya selama kurun waktu 2012 hingga 2013 telah
melakukan tranksaksi usaha berdasarkan Surat Perintah Kerja (SPK) dengan
beberapa perusahaan, diantaranya PT Astra Internasional dan perusahaan berskala
nasional lainnya.
Namun pada kurun waktu itu, PT Nanda Karya Sakti melalui Elly telah
mengeluarkan faktur pajak yang isinya tidak sesuai dengan tranksaksi
sebenarnya. Usut punya usut, pengemplangan pajak itu ternyata justru didukung
oleh Willy, yang bertugas menandatangani keuangan PT Nanda Karya Sakti.
Keduanya bersepakat untuk mengemplang pajak
dengan modus membuat faktur pajak yang tidak sesuai tranksaksi sebenarnya. Atas
perbuatannya, negara merugi dari sektor pajak sebesar Rp 4,3 miliar. Jaksa pun
akhirnya menjerat Willy dan Elly dengan pasal 39 ayat 1 huruf d jo pasal 43 ayat
1 tentang perpajakan. (ban)