Kades Niti Ahmad Diduga Gunakan Ijazah Palsu

MALANG – Kades Ngenep, Kec. Karangploso Malang diduga gunakan ijasah palsu dan salah gunakan wewenang untuk keuntungan pribadinya.Seorang warga Desa Ngenep Kec. Karangploso Kab. Malang yang enggan disebut namanya melaporkan Kades Ngenep, Niti Ahmad, (51), atas dugaan penggunaan Ijazah Palsu ke Polres Malang. 

Niti diduga dalam mendapatkan gelar Sarjana Hukum (SH) secara instan dan diduga illegal. Gelar SH yang dimiliki Niti selalu digunakan dalam urusan administrasi di Kantor Desa. Berdasar fotocopy dokumen ijazah, Niti Ahmad merupakan lulusan Universitas Tritunggal Surabaya (UTS) dengan Program Studi Strata 1 (S1) Ilmu Hukum tahun 2014.

Namun saat dikroscek wartawan Soerabaia Newsweek melalui situs resmi milik Dikti, yakni www.forlap.dikti.go.id ternyata memang benar data Niti Ahmad tidak tercantum di Universitas Tri Tunggal Surabaya seperti isi didalam ijazah. Situs resmi tersebut padahal selalu memperbarui atau selalu diup-date, ketika ada laporan audit yang meliputi data mahasiswa dan dosen dari Universitas yang terdaftar di Ditjen Dikti (Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi).

Ijazah milik Niti Ahmad yang diduga palsu itu sangat mirip dengan ijazah yang dikeluarkan oleh Universitas Tri Tunggal, namun data yang tercantum tidak dapat ditemukan saat dilacak dengan situs tersebut. Jika dia mengikuti perkulihan atau terdaftar sebagai mahasiswa perguruan tinggi tersebut seharusnya data Niti Ahmad sebagai mahasiswa tercatat dalam situs tersebut.

Dari Nomer Pokok Mahasiswa (NPM) yang tercantum dalam ijazah Niti Ahmad saja sudah ada yang janggal. Niti saat itu tercatat memiliki NPM 0902272, sedangkan mahasiwa lainnya yang satu angkatan memiliki NPM 09020xx. Angka 020 merupakan kode mahasiswa Program Studi S1 ilmu hukum, dan 09 merupakan tahun masuk mahasiswa itu. 

Camat Lawang yang sebelumnya menjabat Camat Karangploso, Suroto, saat dikonfirmasi, mengatakan jika dia tidak tahu terkait ijazah yang digunakan Niti Ahmad saat mencalonkan menjadi Kades, saat itu dia maju menggunakan ijazah SMA. Untuk masalah penggunaan ijazah palsu di lingkup birokrasinya tidak ada sanksi hukum bersifat khusus.

Saat dikonfirmasi Suroto juga seakan-akan sedang menyembunyikan bangkai yang dipendam oleh anak buahnya itu. Dia juga tidak memberikan informasi keberadaan Kades Ngenep dengan alasan dia sudah tidak dinas lagi di wilayah Karangploso. Di tempat terpisah, Sanudi, Sekdes Ngenep, Kec.Karangploso pun saat dihubungi wartawan Soerabaia Newsweek lewat telepon juga membungkam seribu bahasa dan tidak memberikan informasi keberadaan Niti Ahmad.

Pada bagian lainnya, pihak Kopertis (Koordinator Perguruan Tinggi Swasta) Wilayah VII, Anis Nurhayati, di bagian kemahasiswaan dan perguruan tingggi mengklarifikasi terkait kasus tersebut menyatakan, Universitas Tri Tunggal Surabaya yang beralamat di Kalijudan sudah tidak aktif sejak akhir tahun 2015 lalu. Dan di Surabaya sendiri ada dua nama Universitas Tritunggal Surabaya, yang pertama dengan singkatan UTS, kampusnya berada di Kalijudan. 

Sedangkan yang kedua, menggunakan singkatan nama UNITAS, dan menempati kampus berada di Simpang Dukuh. “Dikti menyatakan bahwa Universitas Tritunggal Surabaya, telah dinyatakan ditutup sejak tahun akademi tahun 2016,” ujar perempuan paruh baya di Kopertis ini.

Mesti tidak ada sanksi khusus di lingkup kecamatan, Niti Ahmad sudah melanggar Undang - Undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 pasal 68 ayat 2 tentang penggunaan ijasah pendidikan yang tak memenuhi persyaratan dan Pasal 263 kitab undang-undang Hukum Pidana, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara.

Selain menggunakan ijazah palsu, informasi yang didapat dari warga Ngenep, Kades Niti Ahmad diduga menyalahgunakan kekuasan atau jabatan yang diembannya. Sebab warga yang akan mengurus Akta Jual Beli (AJB) Tanah dipasangi tarif yang berbeda-beda. Semua tergantung dari segi materi yang dimiliki orang yang akan mengurus AJB, ucap sumber yang wanti-wanti tidak mau disebutkan jati dirinya.

"warga yang mengurus dengan luas tanah yang sama, namun dengan orang yang berbeda, maka tarif yang dikenakan bisa jadi berbeda, semua tergantung orangnya mas, pro tidaknya dengan dia (Kades)," ujar salah seorang warga yang memberi informasi kepada wartawan.

Berbekal informasi yang didapat, wartawan Soerabaia Newsweek kembali mengkonfirmasi terkait AJB, Sekdes Ngenep, Sanudi, mengelak jika memasang tarif berdasarkan penilaian subjektif atau individu yang akan mengurus AJB. Alasan dalam penentuan biaya pengurusan tersebut tergantung jarak jauh tidaknya lokasi tanah yang akan diurus. Dana tersebut dihitung berdasar biaya transportasi. 

Sehingga meskipun luas tanah yang akan diurus sama, namun tarif dalam pengurusan bisa berbeda. Hal tersebut sangat tidak wajar, sebab perangkat desa selayaknya didatangi di kantor desa oleh warga, namun dalam kasus ini perangkat desa layaknya seperti calo yang menjemput bola.

Selain itu, perangkat Desa Ngenep juga ditagih Laporan pertanggungjawaban (LPJ) terkait Anggaran Dana Desa (ADD) oleh warga. Namun, hingga kini tidak ada transparasi antara warga dengan perangkat desa. Anggaran Dana Desa Ngenep yang seharusnya digunakan untuk pembangunan fasilitas desa diduga digunakan bancakan oknum perangkat Desa Ngenep.

Hingga berita ini diturunkan, Kades Niti Ahmad belum bisa dikonfirmasi. Sebab saat dicoba dihubungi melalui telepon tidak pernah ada jawaban, begitu juga dikirimi pesan singkat juga tidak ada tanggapan terkait kasus tersebut. Bersambung... (eko)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement