SURABAYA - Upaya mencari keadilan
yang dilakukan Mulyanto Wijaya, Warga Darmo Permai Selatan (DPS) Surabaya atas
Surat Perentah Penghentian Perkara (SP3) kasus pemalsuan surat yang diterbitkan
Polrestabes Surabaya Nomor SP-Tap/220 XI/2016 Satreskrim tertanggal 21 November 2016 akhirnya berbuah
hasil.
Hakim tunggal Dwi Supardi akhirnya menggugurkan SP3 kasus pemalsuan surat
atas nama Thio Sin Tjong alias Mardian Nusatio yang diterbitkan Polrestabes
Surabaya. Dalam sidang praperadilan, Polrestabes Surabaya pun juga
diperintahkan untuk melanjutkan kembali penyidikan kasus tersebut.
Perintah agar Polrestabes Surabaya melanjutkan penyidikan tersebut diucapkan
oleh hakim tunggal Dwi Supardi pada sidang praperadilan dengan agenda putusan
yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (6/2/2017). "Mengabulkan
permohonan pemohon untuk seluruhnya. Memerintahkan penyidik Polrestabes
Surabaya melanjutkan penyidikan atas nama tersangka Thio Sin Tjong alias
Mardian Nusatio," tegas hakim Dwi membacakan amar putusannya.
Selain itu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya yang juga termasuk sebagai
pihak tergugat juga diperintahkan untuk tunduk dengan vonis yang dijatuhkan
hakim Dwi. "Karena sejak awal tidak hadir di persidangan dan menyatakan
akan tunduk pada vonis hakim, maka Kejari Surabaya wajib juga melanjutkan kasus
atas nama Thio Sin Tjong alias Mardian Nusatio," jelasnya.
Dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan, hakim Dwi menilai tidak ada
alasan kuat bagi penyidik Polrestabes Surabaya untuk menghentikan kasus
pemalsuan surat atas nama Mardian. Atas dasar itulah, hakim Dwi akhirnya
mengabulkan perhomonan praperadilan yang diajukan Mulyanto Wijaya, korban kasus
tersebut.
Tak hanya itu, hakim Dwi juga dengan tegas menolak eksepsi yang diajukan
Bidang Hukum (Bidkum) Polrestabes Surabaya pada persidangan sebelumnya.
"Menolak eksepsi tergugat (Polrestabes Surabaya," tandas hakim yang
baru beberapa bulan bertugas di PN Surabaya ini.
Dengan vonis yang dijatuhkan hakim Dwi, maka tidak ada alasan lagi bagi
Porestabes Surabaya untuk menghentikan kasus pemalsuan surat yang menjerat
Mardianto. Penyidik Polrestabes Surabaya diwajibkan untuk meneruskan kasus
tersebut hingga ke penuntutan dan persidangan.
Perlu diketahui, praperadilan yang dilakukan Mulyanto ini buntut dari kasus
penipuan dan penggelapan yang menjerat Hairanda beberapa waktu lalu. Saat itu,
Hairanda mendapat kuasa dari Mulyanto untuk menangani kasus penganiayaan yang
menjeratnya.
Ditengah proses hukum itu, Hairanda mengaku bisa menghentikan kasus
penganiayaan yang menjerat Mulyanto dengan biaya sebesar Rp 165 juta. Namun
setelah uang diberikan, Mulyanto justru ditetapkan sebagai tersangka
penganiayaan oleh Polrestabes Surabaya.
Merasa tertipu, akhirnya Mulyanto melaporkan
Hairanda ke Polrestabes Surabaya hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka
atas kasus penipuan. Bergulir ke pengadilan, Hairanda akhirnya divonis 6 bulan
penjara oleh majelis hakim. Kemudian hukuman Harianda berubah menjadi dua tahun
penjara setelah kasusnya masuk Pengadilan Tinggi Surabaya. (ban)