
Warga meminta DPRD Nganjuk, untuk mengawal kasus
tersebut. “Kami kesal dengan ulah Kades subur, yang tidak melihat kepentingan
warga,” bebernya pada wartawan ketika di rumah warga, yang namanya ingin
dirahasiakan. Ketua Komisi A DPRD Nganjuk, Soekamto membenarkan adanya aspirasi
yang masuk dari warga Desa Katerban ke komisinya. “Bukan hanya permasalahan
prona, banyak yang dikeluhkan masyarakat. Mulai dari DD terkhusus prona akan
kami tindak lanjuti. Apalagi sekarang, pemerintah gencar memberantas berbagai
bentuk pungli,” jelasnya.
Sesungguhnya, bukan kali ini saja, warga mengeluhkan
biaya sertifikat proyek operasi nasional agraria (Prona). Sebelumnya, seorang
warga Desa Katerban, Kecamatan Baron, berinisial J juga mengaku telah
mengeluarkan biaya tidak sedikit untuk mengurus sertifikat tanah gratis yang
dilaksanakan BPN Nganjuk. “Bahkan pegawai BPN yang turun melakukan pengukuran,
kita yang tanggung ongkosnya,” ujar Y kepada wartawan, beberapa waktu lalu.
Belum lagi kata dia, biaya yang harus dikeluarkan
untuk pemasangan patok. “Saya harus bayar untuk pemasangan patok sebesar Rp 300
ribu, lain – lain sampai 1 juta,” bebernya.
Nah ini, kami tanggung biaya cukup besar hanya untuk
biaya patok dan ongkos petugas yang turun mela-kukan pengukuran,” terangnya. Karenanya dia menilai
slogan yang digembor-gemborkan BPN soal pengurusan sertifikat tanah gratis
adalah isapan jempol belaka. “Mana gratisnya? Yang gratis itu, kalau mengurus
tidak ada bayaran yang dikenakan. Sampai berita ini di turunkan subur, ketika
di temui di rumahnya tidak pernah ada, ketika di hubungi wartawan melalui
telepon selular tidak pernah diangkat. (
B.N / KT )