

Ada seoranmg modin, bercerita merawat
mayat yangt sudah sehari meninggal dan baru diketahui sehingga sudah kaku untuk
disedekapkan tangannya, seusai memandikannya, juga kadang kami temui almarhum
yang matanya tak bisa menutup tapi membelalak dan jika dibiarkan akan
menakutkan keluarga maupun masyarakat. “Untuk itu kami bermunajat dan mohon kepada Allah Swt agar para mayat
itu meninggal dalam keadaan wajar, dan alhamdulillah bisa normal disendekapkan
dan yang matanya membelalak dapat ditutupkan pelupuknya,” tutur Modin dari
Surabaya Selatan.
Sisi lain yang mau dihargai dan
diperjuangkan oleh Golkar, khususnya terkait nasib kaum modin itu adalah nilai
apresiasiyan yang di Surabaya tak sampai Rp 400 ribu rupiah/bulan dan di
bandingkan dengan modin di Jombang maupun Gresik maka Surabaya belum
menggembirakan.
“Dulu ketika saya maju calon walikota Surabaya
akan dinaikan sampai Rp 1,5 juta sebulan, tapi karena gagal ,maka tidak ada
perhatian yang cukup memnyenangkan dari
Pemkot Surabaya,” papar Adis yang kini anggota DPR RI dari Golkar ini. Menurut Sahat Simanjuntak, yang juga
Ketua fraksi Golkar di DPRD Jatim ini, upaya dialog itu untuk menjaring
aspirasi dan masukan dari para Modin, kemudian akan diperjuangkan dalam UU yang
seperti halnya dilakukan oleh Golkar, ketika memperjuangkan perbaikan nasib
para pembantu di seluruh Indonesia.
“Moga saja, para modin itu
bersama Golkar akan diperjuangkan nasibnya. Dan tentu sewajarnya, kami
berharapa ada nilai timbal balik bagi Golkar sehingga kepercayaan itu tumbuh
bersama antara Golkar dengan masyarakat, khususnya para
modin sebagai ujung tombak yang terkait urusan kematian dan perkawinan manusia
di sekitarnya,” tambah Sahat T. Simanjuntak yang alumnus Ubaya ini, dari dapil
Surabaya dan Sidoarjo. (mashur)