SURABAYA - Mantan
Direktur Utama Jawa Pos dan tokoh pers nasional, Dahlan Iskan, dikabarkan telah
ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum
(Ditreskrimum) Polda Jawa Timur. Ia diduga terlibat dalam perkara pemalsuan
surat, penggelapan dalam jabatan, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Informasi tersebut diperoleh dari dokumen internal yang ditandatangani oleh
Kepala Subdit I Ditreskrimum, AKBP Arief Vidy, tertanggal Senin, 7 Juli 2025.
Penetapan tersebut dikaitkan dengan laporan polisi LP/B/546/IX/2024/SPKT/Polda
Jatim yang dibuat pada 13 September 2024.
Kuasa hukum Dahlan Iskan, Johanes Dipa Widjaja, angkat bicara terkait
beredarnya kabar di sejumlah media yang menyebutkan adanya perkembangan status
hukum terhadap kliennya. Johanes Dipa menyayangkan informasi tersebut beredar
luas ke publik tanpa ada pemberitahuan resmi terlebih dahulu dari pihak
berwenang.
"Hingga saat ini kami belum menerima surat pemberitahuan resmi apapun
terkait kabar tersebut. Kalau memang benar ada penetapan status hukum terhadap
klien kami, seharusnya kami menjadi pihak langsung terkait diberitahu secara
resmi, bukan malah mengetahuinya dari media," tegas Johanes Dipa dalam
siaran pers," Selasa (8/7/2025).
Pihaknya juga menyesalkan beberapa media yang dinilai tidak menjalankan prinsip
jurnalisme berimbang atau cover both sides, karena memuat pemberitaan tanpa
terlebih dahulu melakukan konfirmasi.
Johanes Dipa menjelaskan bahwa terakhir kali Dahlan Iskan diperiksa oleh
penyidik adalah pada 13 Juni 2025 sebagai saksi tambahan. Pada saat itu,
pihaknya telah mengajukan permohonan kepada penyidik agar pemeriksaan
ditangguhkan karena sedang berlangsung gugatan perdata baik dari pihak Bu Nany
maupun dari pihak Dahlan Iskan sendiri.
"Permohonan tersebut dikabulkan oleh penyidik, sehingga pemeriksaan
terhadap klien kami secara resmi ditangguhkan. Maka dari itu sangat janggal
jika mendadak dikabarkan telah dilakukan gelar perkara pada 2 Juli 2025 tanpa
pemberitahuan atau undangan kepada kami," jelasnya.
Johanes Dipa juga mengungkapkan keheranannya terkait posisi kliennya dalam
penyidikan. Menurutnya, dalam gelar perkara khusus yang sebelumnya digelar di
Wassidik Mabes Polri pada Februari 2025, pihak kuasa hukum pelapor menyatakan
bahwa yang dilaporkan hanya Bu Nany.
"Namun dalam perkembangan proses penyidikan, klien kami seolah-olah
diposisikan sebagai terlapor, bahkan kini dikabarkan telah ditetapkan sebagai
tersangka. Ini jelas tidak sejalan dengan laporan polisi yang ada,"
imbuhnya.
Lebih lanjut, pihaknya menduga ada kemungkinan penetapan status hukum ini
berkaitan dengan langkah hukum lain yang ditempuh Dahlan Iskan terhadap
pelapor. "Kami bertanya-tanya, apakah hal ini ada kaitannya dengan
Permohonan PKPU yang kami ajukan,? Atau mungkin berhubungan dengan pergantian
jabatan di lingkungan Ditreskrimum Polda Jatim hari ini?. Kami berharap tidak
ada indikasi pesanan atau permainan pihak-pihak tertentu yang beritikad jahat
untuk membunuh karakter klien kami," ungkap Johanes Dipa.
Sebagai tokoh penting dalam sejarah media nasional, menurut Johanes Dipa,
Dahlan Iskan memiliki kontribusi besar dalam membesarkan Jawa Pos. Namun
ironisnya, kini pihaknya merasa dipersulit dalam meminta dokumen-dokumen
penting seperti RUPS, yang seharusnya bisa diakses secara terbuka.
Saat ini, pihak kuasa hukum tengah mempersiapkan langkah-langkah hukum lanjutan
untuk melindungi hak dan martabat Dahlan Iskan. Ia juga mengajak publik untuk
tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah dan menghormati proses hukum
yang adil serta tidak diskriminatif.
Sebagaimana diketahui, Dahlan Iskan tengah menggugat PT Jawa Pos, dua perkara
perdata di Pengadilan Negeri Surabaya. Gugatan pertama teregister dengan Nomor
Perkara 621/Pdt.G/2025/PN.Sby, dengan tergugat Notaris Edhi Susanto, PT Jawa
Pos, dan PT Dharma Nyata Press. Gugatan kedua adalah perkara Nomor
625/Pdt.G/2025/PN.Sby, yang ditujukan kepada jajaran Direksi PT Jawa Pos,
Kristianto Indrawan, Hidayat Jati, Maesa Samola, Cornelius Paul Tehusijarana,
dan Leak Kustiyo.
Tak hanya itu, Dahlan Iskan juga mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) terhadap PT Jawa Pos melalui perkara Nomor
32/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN. Niaga Sby, terkait persoalan pembagian dividen. "Selama
ini klien kami juga mengalami kesulitan untuk memperoleh dokumen-dokumen
penting seperti RUPS, yang menjadi haknya sebagai pemegang saham,” tambah
Johanes Dipa. (Ban)