Sidang Perkara Dugaan Penipuan Modus Kerja Sama
Modal Usaha Dengan Terdakwa Anthony Wisanto.
Surabaya, Newsweek - Kasus dugaan penipuan
dan penggelapan dengan nilai kerugian hingga hampir Rp.2 miliar yang menjerat
Anthony Wisanto memasuki babak baru. Pada Selasa (29/7/2025), Anthony menjalani
sidang pembacaan dakwaan di ruang Sari 3, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, Estik Dilla Rahmawati mendakwa Anthony melakukan serangkaian kebohongan kepada saksi korban Kelvin Winata untuk mendapatkan dana dengan dalih sebagai modal usaha.
Menurut dakwaan, pada April 2020, terdakwa mulai menghubungi saksi korban melalui pesan WhatsApp dengan maksud menawarkan kerja sama usaha. Untuk meyakinkan, Anthony menjanjikan keuntungan sebesar 8 persen dari uang yang akan diberikan Kelvin. Akibatnya, saksi menyerahkan dana secara bertahap.
“Bahwa total uang yang diserahkan oleh saksi Kelvin Winata kepada terdakwa mencapai Rp1.925.000.000,” ujar JPU Dilla dalam sidang di ruangan sidang Sari 3 PN. Surabaya.
Dakwaan juga memuat kronologi lengkap dari sejumlah proyek fiktif yang ditawarkan oleh terdakwa kepada korban, termasuk pengadaan proyek dari instansi pemerintah seperti pembangunan gedung perpustakaan di Nusa Tenggara Timur, pengadaan mebel untuk sekolah di Kabupaten Bombana, proyek LPSE, hingga proyek Rumah Sakit Bombana. Terdakwa bahkan mengirimkan dokumen tender dan komunikasi WhatsApp sebagai upaya memperkuat tipu daya kepada korban.
Namun faktanya, menurut JPU Dilla, proyek-proyek tersebut bukan milik Anthony. Beberapa proyek dimenangkan oleh pihak lain dan Anthony tidak memiliki hubungan hukum maupun kontraktual dengan perusahaan pemenang tender.
“Setiap kali saksi meminta pengembalian dana, terdakwa hanya memberikan janji palsu dan alasan menunggu pencairan proyek, yang pada kenyataannya tidak pernah ada,” tambah Jaksa Dilla.
Usai sidang, kuasa hukum terdakwa, Teguh Santoso, menyatakan bahwa dakwaan jaksa bersifat sepihak, kabur dan tidak mencerminkan fakta yang utuh. “Dakwaan itu tidak lengkap. Jaksa hanya menghitung yang belum dibayar saja. Padahal, ada pembayaran dari Anthony yang tidak dimasukkan dalam dakwaan,” ujar Teguh.
Ia juga mengungkap bahwa pihaknya telah mengajukan gugatan perdata yang substansinya sama dengan perkara pidana ini. Teguh menyebut perkara tersebut terdaftar dengan nomor perkara 438/Pdt.G/2025/PN Sby, di mana Anthony bertindak sebagai penggugat dan Kelvin sebagai tergugat.
“Seharusnya jika ada sengketa perdata yang sedang berjalan dan pokok masalahnya sama, pidana ini harus ditunda berdasarkan Pasal 81 KUHP tentang Prejudicieel Geschil. Tapi kenyataannya tidak dilakukan,” tambahnya.
Pihaknya bahkan telah melayangkan surat ke Kapolda Jatim dan Kepala Kejaksaan Tinggi Jatim untuk meminta penghentian proses pidana, namun tak mendapat tanggapan. Sidang akan dilanjutkan pada 5 Agustus 2025 mendatang dengan agenda pembacaan eksepsi dari pihak terdakwa Anthony Wisanto. (ban)
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, Estik Dilla Rahmawati mendakwa Anthony melakukan serangkaian kebohongan kepada saksi korban Kelvin Winata untuk mendapatkan dana dengan dalih sebagai modal usaha.
Menurut dakwaan, pada April 2020, terdakwa mulai menghubungi saksi korban melalui pesan WhatsApp dengan maksud menawarkan kerja sama usaha. Untuk meyakinkan, Anthony menjanjikan keuntungan sebesar 8 persen dari uang yang akan diberikan Kelvin. Akibatnya, saksi menyerahkan dana secara bertahap.
“Bahwa total uang yang diserahkan oleh saksi Kelvin Winata kepada terdakwa mencapai Rp1.925.000.000,” ujar JPU Dilla dalam sidang di ruangan sidang Sari 3 PN. Surabaya.
Dakwaan juga memuat kronologi lengkap dari sejumlah proyek fiktif yang ditawarkan oleh terdakwa kepada korban, termasuk pengadaan proyek dari instansi pemerintah seperti pembangunan gedung perpustakaan di Nusa Tenggara Timur, pengadaan mebel untuk sekolah di Kabupaten Bombana, proyek LPSE, hingga proyek Rumah Sakit Bombana. Terdakwa bahkan mengirimkan dokumen tender dan komunikasi WhatsApp sebagai upaya memperkuat tipu daya kepada korban.
Namun faktanya, menurut JPU Dilla, proyek-proyek tersebut bukan milik Anthony. Beberapa proyek dimenangkan oleh pihak lain dan Anthony tidak memiliki hubungan hukum maupun kontraktual dengan perusahaan pemenang tender.
“Setiap kali saksi meminta pengembalian dana, terdakwa hanya memberikan janji palsu dan alasan menunggu pencairan proyek, yang pada kenyataannya tidak pernah ada,” tambah Jaksa Dilla.
Usai sidang, kuasa hukum terdakwa, Teguh Santoso, menyatakan bahwa dakwaan jaksa bersifat sepihak, kabur dan tidak mencerminkan fakta yang utuh. “Dakwaan itu tidak lengkap. Jaksa hanya menghitung yang belum dibayar saja. Padahal, ada pembayaran dari Anthony yang tidak dimasukkan dalam dakwaan,” ujar Teguh.
Ia juga mengungkap bahwa pihaknya telah mengajukan gugatan perdata yang substansinya sama dengan perkara pidana ini. Teguh menyebut perkara tersebut terdaftar dengan nomor perkara 438/Pdt.G/2025/PN Sby, di mana Anthony bertindak sebagai penggugat dan Kelvin sebagai tergugat.
“Seharusnya jika ada sengketa perdata yang sedang berjalan dan pokok masalahnya sama, pidana ini harus ditunda berdasarkan Pasal 81 KUHP tentang Prejudicieel Geschil. Tapi kenyataannya tidak dilakukan,” tambahnya.
Pihaknya bahkan telah melayangkan surat ke Kapolda Jatim dan Kepala Kejaksaan Tinggi Jatim untuk meminta penghentian proses pidana, namun tak mendapat tanggapan. Sidang akan dilanjutkan pada 5 Agustus 2025 mendatang dengan agenda pembacaan eksepsi dari pihak terdakwa Anthony Wisanto. (ban)