Jakarta - Badan Perlindungan Konsumen
Nasional Republik Indonesia (BPKN RI), menyampaikan keberatan resmi terhadap kebijakan Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir rekening bank yang tidak aktif
(dormant) selama tiga bulan.
Ketua BKPN Mufti Mubarok menegaskan, kebijakan tersebut dinilai dapat
menimbulkan keresahan di tengah masyarakat dan berpotensi merugikan hak-hak
konsumen di sektor jasa keuangan, khususnya nasabah perbankan. Menurutnya
kebijakan itu bertentangan dengan semangat perlindungan konsumen sebagaimana diamanatkan
dalam undang-undang.
"BPKN menolak kebijakan pemblokiran rekening yang tidak aktif selama 3
bulan. Kebijakan ini sangat rentan menimbulkan kerugian konsumen dan
bertentangan dengan asas kepastian hukum dan perlindungan konsumen sebagaimana
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen," jelas Mufti dalam keterangan tertulis, Kamis (31/7/2025).
Mufti juga menyatakan, kebijakan pemblokiran sepihak atas dasar ketidakaktifan
akun selama 3 bulanmelanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas yang
seharusnya dijunjung tinggi oleh Lembaga keuangan.
Lebih lanjut
BPKN RI meminta agar PPATK bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank
Indonesia meninjau ulang kebijakan tersebut dan memastikan bahwa setiap langkah
yang diambil tidak mengabaikan hak-hak konsumen.
"Kami meminta kebijakan ini ditangguhkan, atau bahkan dicabut, sampai ada
mekanisme yang jelas, transparan, dan tidak merugikan konsumen," ujar
Mufti.
BPKN akan menyampaikan nota keberatan resmi kepada PPATK dan meminta audiensi
bersama lintas otoritas guna membahas dampak kebijakan ini secara menyeluruh,
termasuk memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai prosedur penonaktifan
rekening yang aman dan adil.
Landasan Hukum: Perlindungan Konsumen Harus Jadi Prioritas
Dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, disebutkan bahwa
setiap konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa. Hal itu tertulis dalam pasal 4 huruf a.
Lalu pasal 4 huruf menyatakan bahwa hak untuk memilih barang dan/atau jasa
serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Di pasal 4 huruf d, dinyatakan bahwa hak
atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa.
Mufti menilai kebijakan pemblokiran sepihak atas dasar ketidakaktifan akun
selama 3 bulan melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas yang seharusnya
dijunjung tinggi oleh lembaga keuangan.
"Tidak adanya notifikasi atau pemberitahuan resmi kepada nasabah sebelum
pemblokiran dilakukan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak
konsumen atas informasi dan kepastian layanan," ujar Mufti.
Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pada
Pasal 29 ayat (2) juga disebutkan bahwa bank wajib merahasiakan data nasabah
dan memberikan layanan secara adil dan proporsional.
BPKN juga menyoroti potensi penyalahgunaan wewenang serta lemahnya pengawasan
dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Pemblokiran yang tidak melalui mekanisme
peringatan, klarifikasi, atau konfirmasi kepada nasabah dianggap bertentangan
dengan asas legalitas dan asas kehati-hatian (prudential principle) dalam
sektor keuangan.
"Konsumen memiliki hak untuk diberitahu secara resmi dan diberi waktu yang
cukup untuk mengaktifkan kembali rekening mereka. Tidak semua rekening yang
tidak aktif adalah rekening mencurigakan. Banyak masyarakat yang menyimpan dana
untuk kebutuhan jangka panjang atau tabungan darurat," tegasnya. (Sha)