Surabaya, Newsweek - Setelah mendatangkan ahli hukum perusahaan pada persidangan sebelumnya,
untuk menjelaskan bagaimana seseorang dikatakan sebagai pemilik perusahaan, tim
kuasa hukum Nany Widjaja datangkan ahli Hukum Perdata, Perseroan Terbatas dan
Ahli Kenotariatan.
Ahli yang didatangkan tim kuasa hukum Nany Widjaja pada persidangan Rabu
(20/8/2025) ini adalah Dr. A.A. Andi Prajitno, SH., M.kn.
Banyak hal yang ingin digali tim kuasa hukum penggugat berkaitan dengan
sengketa kepemilikan PT. Dharma Nyata Press ini kepada ahli yang mereka
datangkan.
Sebagai seorang ahli hukum dan dosen luar biasa Universitas Narotama Surabaya,
Dr. A.A Andi Prajitno, SH., M.Kn juga menerangkan banyak hal, termasuk
jenis-jenis sebuah akta, bagaimana proses pembuatan sebuah akta, bagaimana jika
akta yang dibuat seorang Notaris tersebut melanggar perundang-undangan yang
berlaku dan bagaimana dampak hukumnya.
Dr. A.A. Andi Prajitno, SH., M.Kn sebelum memberikan keterangannya dimuka
persidangan, sempat mendapat keberatan dari Kimhan Pentakosta, salah satu kuasa
hukum PT. Jawa Pos yang dalam gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ini sebagai
pihak Tergugat I.
Atas keberatan Kimhan Pantekosta ini, Dr. A.A. Andi Prajitno, SH., MKn pun
menjawab, meski ia mempunyai keahlian dibidang keperdataan dan perseroan
terbatas, namun hal tersebut juga sangat berkaitan dengan kenotariatan.
"Keperdataan dan perseroan terbatas sangat berkaitan karena banyak
pekerjaan-pekerjaan notaris berkaitan dengan hukum keperdataan," jelas
Andi Prajitno dimuka persidangan.
Sebagai ahli yang didatangkan dipersidangan, untuk mengungkap sengketa
kepemilikan PT. Dharma Nyata Perss, apa yang diterangkan Dr. A.A Andi Prajitno,
SH.,M.Kn dengan yang telah diterangkan Prof. Dr. Budi Santoso, SH., LL.M.,
seorang ahli Ilmu Hukum Perusahaan, ada kesamaan.
Baik Prof. Budi Santoso, SH.,LL.M pada persidangan sebelumnya dengan yang
dijabarkan Dr. A.A. Andi Prajitno pada persidangan ini juga sama, yaitu
berkaitan siapa yang bisa dikatakan sebagai pemilik sebuah perusahaan yang sah
menurut perundang-undangan yang berlaku.
Sebelum menjelaskan tentang siapa pihak yang dikatakan sebagai pemilik
perusahaan atau pemilik saham yang sah atas sebuah perusahaan berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku, diawal persidangan, Dr. A.A. Andi Prajitno,
SH.,M.Kn menjelaskan terlebih dahulu tentang tata cara pembuatan akta yang
benar.
Menurut Andi Prajitno, bahwa tata cara pembuatan akta yang benar itu tertera
dalam pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris,
sedangkan berkaitan dengan strukturnya diatur didalam pasal 38 UU Nomor 2 tahun
2014 tentang Jabatan Notaris.
"Berdasarkan penjelasan pasal 38 UU No.2 tahun 2014 itu, produk akta ada
tiga macam," terang Andi Prajitno dimuka persidangan.
Namun bilamana akta notariil itu menurut undang-undang mempunyai kekuatan
eksekutorial, lanjut Andi Prajitno, dan mempunyai pembuktian yang sempurna,
maka proses pembuatan akta tersebut harus sesuai berdasarkan pasal 16 UU No.2
tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.
Masih menurut penjelasan Andi Prajitno, berdasarkan pasal 16 UU Nomor 2 tahun
2014 diterangkan, bahwa akta itu dibacakan dihadapan pihak atau para pihak,
kemudian seorang notaris akan bertanya apakah akta yang dibuat ini sudah benar
dan tidak ada yang harus diperbaiki atau revisi.
"Setelah itu, akta akan ditanda tangani para pihak, saksi-saksi dan
notaris. Hal ini tidak boleh terpisahkan. Proses ini dinamakan Verlijden,"
ungkap Andi Prajitno.
Dosen Luar Biasa Fakultas Hukum Universitas Narotama ini kembali menjelaskan, dalam
konsep disebut maakt ten sedangkan yang tertera di akta notaris disebut
Verlijden.
Richard Handiwiyanto salah satu kuasa hukum Nany Widjaja kemudian bertanya, apa
yang terjadi apabila suatu akta tersebut tidak ditanda tangani secara
berkelanjutan? Ahli pun menjawab hal itu tidak dibenarkan.
Pada persidangan ini, Andi Prajitno juga menjelaskan tentang macam-macam akta
yang dilarang undang-undang untuk dibuat oleh seorang Notaris.
Selain menjelaskan tentang macam-macam akta yang tidak boleh dibuat seorang
notaris karena melanggar undang-undang, ahli juga menjelaskan bahwa Notaris
tidak diperbolehkan membuat akta yang isinya melanggar hukum.
Lebih lanjut ahli menerangkan, bahwa membuat akta yang isinya melanggar hukum
itu melanggar pasal 1320 dan pasal 1330 KUH Perdata .
Pada persidangan ini, Michael Hariyanto salah satu kuasa hukum Nany Widjaja
kemudian bertanya kepada ahli tentang sebuah kalimat yang tercantum dalam
sebuah akta yang bunyinya telah hadir dan menghadap kepada saya.
Menanggapi pertanyaan kuasa hukum Nany Widjaja ini, Andi Prajitno menerangkan
bahwa telah hadir pihak-pihak kepada seorang notaris.
"Para pihak itu hadir dihadapan notaris dan tidak diperbolehkan
diwakilkan, kecuali ada surat kuasa," terang ahli.
Ahli pada persidangan ini juga diminta kuasa hukum penggugat untuk memberikan
tanggapan tentang sebuah ilustrasi yang diceritakan kepadanya.
Dalam ilustrasi itu diceritakan bahwa A diminta B untuk menandatangani sebuah
draf. Kemudian, tanpa sepengetahuan A, draf yang telah ia tanda tangani itu
menjadi sebuah akta otentik.
"Tapi B menegaskan bahwa saya tidak pernah membawa draf itu ke notaris
untuk dijadikan akta otentik. Bagaimana pendapat ahli?," tanya Michael.
Atas pertanyaan kuasa hukum penggugat ini, ahli secara tegas menjawab bahwa hal
itu bertentangan dengan UU No.2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan
melanggar KUH Perdata.
Begitu pula dengan proses pembuatan akta yang tidak sesuai dengan prosedur
sebenarnya mulai adanya para pihak yang ingin membuat akta tidak ada yang menghadap,
akta itu tidak ada yang menandatangani dan akta itu tidak pernah dibacakan,
maka hal tersebut melanggar UU No.2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan
melanggar KUH Perdata. Namun, untuk membuktikannya, ahli menegaskan, harus
melalui proses pembuktian dipersidangan.
Hal selanjutnya yang ditanyakan tim kuasa hukum Nany Widjaja sebagai pihak
penggugat adalah apakah dampak hukumnya jika ada sebuah akta notariil yang
proses pembuatannya tidak benar.
Lebih lanjut ahli menjawab, jika akta itu dibuat dengan proses tidak benar,
maka akta itu jelas-jelas melanggar perundang-undangan yang berlaku dan akta
yang telah dibuat tersebut tidak bisa dikatakan sebagai akta notariil.
Selanjutnya, Dewan Pakar dan Dewan Penasehat Pengurus Wilayah (Pengwil) Ikatan
Notaris Indonesia (INI) Jatim ini menjelaskan, bahwa dalam pembuatan sebuah
akta, seorang Notaris berhak untuk melakukan penolakan, apabila notaris itu
melihat atau menilai jika isi dari akta yang hendak dibuat itu tidak benar dan
melanggar perundang-undangan yang berlaku.
"Memang isi daripada akta yang hendak dibuat oleh seorang Notaris tersebut
adalah kehendak penghadap. Namun, jika isi dari akta itu tidak benar dan proses
pembuatannya menyalahi perundang-undangan yang berlaku, maka Notaris tersebut
boleh menolak untuk membuatkan akta itu," papar ahli.
Notaris, lanjut ahli, jika mengetahui bahwa isi akta yang hendak dibuat itu
tidak benar dan melanggar undang-undang, juga wajib memberitahukan kepada
pihak-pihak yang ingin membuat akta, atau pihak-pihak yang menghadap kepadanya
dan kemudian menolak untuk membuatkan akta.
Berkaitan dengan perseroan terbatas, ahli dalam persidangan juga dimintai
pendapatnya, berkaitan dengan saham nominee.
Kepada ahli, tim kuasa hukum Nany Widjaja kemudian bertanya, apakah saham
nominee atau atas nama diperbolehkan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang
nomor 1 tahun 1995 sebagaimana telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 40
tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Menjawab pertanyaan kuasa hukum penggugat ini, ahli secara tegas menjawab bahwa
saham nominee itu dilarang atau tidak diperbolehkan.
"Istilah nominee ini banyak muncul setelah adanya tax amnesti. Sehingga
kurang tepat jika peralihan saham itu menggunakan nominee," ulas ahli.
Jika notaris itu mengetahui bahwa nominee itu tidak benar, sambung ahli, maka
tanggung jawab sepenuhnya ada pada notaris.
Masih berkaitan dengan kepemilikan saham, didalam sebuah perusahaan, yang
diakui sebagai pemilik saham, apakah saham nominee atau saham yang tertera
dalam Administrasi Hukum Umum (AHU)? Ahli pun secara tegas menjawab bahwa saham
yang diakui berdasarkan perundang-undangan yang berlaku adalah saham yang
tertera dalam AHU.
Pertanyaan selanjutnya yang ditanyakan tim kuasa hukum Nany Widjaja dalam
persidangan ini adalah tentang beneficiary owner.
"Beneficiary owner atau beneficial owner adalah orang yang mempunyai azas
manfaat dan berperan di perseroan tersebut," jelas ahli.
Masih berkaitan dengan beneficiary owner jika dikaitkan dengan kedudukannya
dimata hukum, ahli menjabarkan, jika dikaitkan dengan hukum keperdataan, maka
beneficiary owner yang sah menurut hukum adalah yang tertera didalam AHU.
Terhadap klaim-klaim yang tidak tertera dalam AHU, ahli pun menjelaskan hal itu
tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. (Ban)