Surabaya, Newsweek - Suwanto bin Mrakih, pengemudi truk sampa menjalani sidang pemeriksaan
terdakwa di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (10/9/2025), dalam perkara dugaan kecelakaan
lalu lintas yang mengakibatkan Tjan Melani Tjandra meninggal dunia.
Dalam sidang yang digelar di ruang Sari 2 tersebut, majelis hakim dan Jaksa
Penuntut Umum (JPU) mengkonfirmasi terkait kecelakaan yang terjadi di simpang
Jalan Kranggan – Jalan Bubutan, Kota Surabaya yang berakibat korban Tjan Melani
Tjandra, meninggal dunia.
Terdakwa Suwanto mengakui bahwa tabrakan terjadi saat truk sampah yang ia
kemudikan melintas dari arah Pasar Tembok menuju Tugu Pahlawan dan menabrak
sepeda motor.
"Waktu itu tidak kelihatan, iba-tiba ada suara Brak. Lalu saya turun dan
melihat ada korban yang terlindas di roda belakang sebelah kiri," kata
terdakwa Suwanto berbelit-belit.
Suwanto juga menyebut, saat kejadian tersebut ia mengemudikan truk sampah
dengan kecepatan rendah sekitar 15 km/jam di lajur tengah sebab ada lampu
merah.
"Dilampu merah saya mau belok kiri. Posisi motor korban berada di sebelah
kiri. Waktu itu saya tidak melihat ada sepeda motor baik dari depan maupun dari
samping," sebut terdakwa Suwanto mencoba mengelak dari dakwaan Jaksa..
Namun, saat Jaksa mengkonfrontasi jawaban Suwanto dengan memutar rekaman video
milik dinas perhubungan dihadapan majelis Hakim, Suwanto terlihat kelimpungan.
Sebab dari video terlihat dengan jelas, korban terlindas dari posisi depan.
Kamu melihat atau tidak ada sepeda motor disebelah kiri kamu,? Tanya ketua
majelis hakim kepada terdakwa Suwanto.
"Tidak melihat," jawab Suwanto.
Sebelumnya, Jaksa Kejari Tanjung dalam surat dakwaan menyatakan, kecelakaan
tragis terjadi di simpang Jalan Kranggan – Jalan Bubutan, Kota Surabaya, pada
Senin (19/5/2025) sekitar pukul 15.30 WIB. Seorang pengendara sepeda motor,
Tjan Melani Tjandra, meninggal dunia di tempat setelah terlindas truk sampah
yang dikemudikan oleh Suwanto bin Mrakih. Kasus ini kini tengah disidangkan,
dengan Suwanto dijerat Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Peristiwa bermula saat terdakwa Suwanto mengemudikan truk sampah bernomor
polisi L-8841-UT dari arah barat ke timur, hendak menuju Mall BG Junction.
Ketika sampai di lampu lalu lintas simpang Kranggan-Bubutan, truk sempat
berhenti karena lampu merah. Namun saat lampu hijau menyala, Suwanto
mengemudikan kembali truknya dengan kecepatan rendah sekitar 15 km/jam di lajur
tengah, meskipun seharusnya menggunakan lajur kiri untuk berbelok.
Tanpa menyadari adanya kendaraan lain di sisi kiri, terdakwa memutar haluan ke
arah kiri. Ia lalai memperhatikan kaca spion bawah kiri, sehingga tidak melihat
sepeda motor Yamaha Mio bernomor L-6349-JT yang dikendarai korban Tjan Melani
Tjandra, yang melaju sejajar di sebelah kiri truk. Akibatnya, bagian bemper
depan kiri truk menyenggol motor korban, menyebabkan kendaraan terseret dan
korban terjatuh hingga terlindas ban belakang kiri truk.
Korban tewas seketika di tempat kejadian. Dua anggota Satlantas Polrestabes
Surabaya, yakni Eko Prasetyo dan Frederika Setyawan, yang tengah bertugas di
Pos Lalu Lintas depan BG Junction langsung menghampiri lokasi dan melakukan
olah TKP serta memeriksa sopir truk.
Hasil visum dari Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo mengungkap luka parah yang
diderita korban. Di antaranya luka robek pada kepala sisi kanan belakang dan
lengan kiri, patah tulang terbuka di kepala dan lengan, serta sejumlah luka
memar dan lecet di hampir seluruh tubuh. Diketahui, korban mengalami mati lemas
akibat kekerasan tumpul.
Dikonfirmasi selesai sidang, Kakak korban Stefani Margareta mengaku kecewa
dengan sikap terdakwa Suwanto berkelit dalam persidangan dengan mengatakan
korban berada di sisi kirinya.
"Tapi tadi majelis hakim sudah membenarkan bahwa korban terlindas tepat
didepan Truk yang terdakwa kemudikan," keluhnya.
Stephani Juga menjelaskan hal-hal yang belum terungkap di persidangan bahwa si
sopir truk tersebut melanggar marka jalan.
"Posisi truk berada di marka jalan yang lurus, bukan yang putus-putus.
Artinya sebenarnya dia tidak boleh berbelok ke kiri, tapi dia seharusnya lurus
ke jalan Praban," ungkapnya.
Yang juga belum terungkap dalam persidangan lainnya adalah urusan dari CV
tempat terdakwa bekerja dengan membawa bakingan, dengan itikad baik untuk
meminta maaf.
"Waktu itu pihak keluarga korban tidak mau menemuinya sebab waktunya
berdekatan dengan kejadian tabrakan. Saat itu pihak Keluarga korban masih dalam
suasana duka. Ketika dimediasi, terdakwa juga tidak meminta maaf, bahkan
mengaku tidak melindas. Katanya dijalan itu ada gundukan dan ada lubang,"
lanjut Stephani.
Kepada media Stephani berharap agar terdakwa dihukum seberat-beratnya karena
dia melanggar, dia tidak ada itikad baik meminta maaf dan dia tidak punya
empati ketika dia menabrak, dia tidak langsung berhenti,
"Seandainya dia setelah menabrak langsung berhenti, mungkin adik saya
tidak sampai meninggal dunia. Yang saya sesalkan dia sudah menabrak dan
orang-orang sekitar sudah meneriaki dia dan alarhum adik saya juga sempat
meminta tolong. Tapi terdakwa tidak berhenti dengan terus melajukan
truknya," pungkas Stephani didampingi pengacaranya Renada Cipta Dewa.
(Ban)