Surabaya, Newsweek - Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mulai menggelar sidang
perdana kasus dugaan peredaran rokok ilegal yang merugikan keuangan negara
hingga Rp619,18 juta, Selasa (28/10/2025).
Empat warga Sampang, Madura, Abdur Rosid bin Mohammad Jumin, Mohamad Hasanuddin
bin Sukrah, Achmad Fauzi bin Niwarto, dan Mohammad Zali bin Minggan, duduk di kursi
pesakitan setelah diduga menjadi bagian dari jaringan distribusi rokok tanpa
pita cukai.
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Putu Eka Wisniati dari
Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, disebutkan bahwa dua orang lainnya, Mohamad
Shofiyanto alias Shofi dan Dedi Sugianto bin Satrawi alias Sugi, masih buron
dan telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Kasus ini bermula pada Kamis (7/8/2025) dini hari. Abdur Rosid menerima
perintah dari Shofiyanto untuk mengirimkan rokok jenis sigaret kretek mesin
berbagai merek tanpa pita cukai dari Pamekasan, Madura, menuju Bandung, Jawa
Barat.
Pengiriman dilakukan menggunakan mobil Isuzu Elf bernomor polisi S 7704 JB
dengan janji upah Rp1,5 juta. Sebelum berangkat, Rosid dan tiga rekannya menerima
uang perjalanan Rp2,5 juta untuk biaya bahan bakar dan tol.
Namun, perjalanan mereka terhenti di Jalan Tol Surabaya–Mojokerto, tepatnya di
kawasan Warugunung, Kecamatan Karangpilang, Kota Surabaya, setelah petugas Bea
Cukai menghentikan dan memeriksa kendaraan tersebut.
Dari hasil pemeriksaan, ditemukan 383 bal atau sekitar 830.000 batang rokok
tanpa pita cukai dari berbagai merek seperti Geboy, Angker, Wayang, Coboy,
Artis, dan HYS.
Berdasarkan perhitungan ahli dari Kantor Bea Cukai Sidoarjo, nilai cukai yang
tidak dibayar atas barang tersebut mencapai Rp619.180.000. Jumlah ini belum
termasuk PPN hasil tembakau (9,9%) dan pajak rokok (10%) dari nilai cukai.
Kepala Seksi Pelayanan Kepabeanan dan Cukai VI KPPBC Tipe Madya Pabean B
Sidoarjo, Fhierda Husein, menjelaskan bahwa perhitungan dilakukan menggunakan
tarif terendah sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2022, yakni
Rp746 per batang untuk jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM).
Nilai cukai dihitung dari jumlah batang dikalikan tarif cukai terendah. Dalam
kasus ini, 830.000 batang rokok dikalikan Rp746 menghasilkan Rp619.180.000.
Perbuatan para terdakwa dinilai melanggar Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2007 tentang Cukai sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Yang menarik, dalam kasus ini kembali muncul sorotan terhadap kinerja aparat
penegak hukum, khususnya Bea Cukai. Pasalnya, meski sudah berulang kali
mengungkap peredaran rokok ilegal, pihak berwenang masih belum berhasil
menangkap para cukong atau pemilik modal yang menjadi aktor utama di balik
bisnis haram tersebut.
Praktik peredaran rokok tanpa pita cukai disebut masih marak di sejumlah daerah
di Madura, sementara yang tertangkap di lapangan kerap kali hanyalah sopir dan
kurir dengan imbalan kecil. (Ban)
