Probolinggo, Newsweek - Keberadaan industri kreatif batik di Kota Probolinggo mendapat dorongan baru melalui program Pemberdayaan Mitra–Usaha Produk Unggulan Daerah (PM-UPUD) yang digagas dosen Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya dan Universitas WR Supratman (Unipra) Surabaya. Program ini didanai Kemendiktisaintek RI tahun 2025 betema “Optimalisasi Industri Kreatif Batik melalui Inovasi Teknologi untuk Meningkatkan Kualitas, Kuantitas Produk, dan Efisiensi Biaya.”
Tim PM-UPUD diketuai oleh Dr. Dra. Fedianty Augustinah, MM. (Unitomo) bersama anggota Dr. Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd., M.Pd., Bambang Sutejo, S.T., M.T. (Unipra), Dr. Ir. Suyanto, MM., ME. (Unitomo), serta empat mahasiswa Unitomo. Program ini melibatkan dua mitra utama, yakni IKM Batik Wahyulatri dan Poerwa Batik di Kelurahan Kebonsari Kulon, Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo.
Fedianty Augustinah menjelaskan, program ini menjadi wujud sinergi akademisi, pemerintah, dan UMKM dalam membangun ekosistem batik yang berkelanjutan. Tim menghadirkan mesin pengering Dry Room Infrared dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang mampu memangkas waktu dan biaya produksi.
“Mesin pengering infrared yang kami kembangkan sudah terdaftar sebagai paten sederhana di Kemenkumham. Alat ini mampu mengeringkan hingga 16 lembar kain batik dalam 10 menit serta menekan biaya produksi hingga 70%,” ungkap Fedianty. Jumat (14/11)
Anggota tim, Dr. Suyanto, menambahkan bahwa program tidak hanya fokus pada inovasi alat, tetapi juga peningkatan kemampuan manajerial pengrajin. Pelatihan meliputi digital marketing, manajemen usaha, dan sistem pembukuan berbasis akuntansi.
Selain itu, konsep green economy diperkenalkan melalui IPAL ramah lingkungan untuk mengurangi pencemaran air akibat limbah pewarna sintetis. Hasil evaluasi menunjukkan kapasitas produksi batik meningkat 35–40%, penjualan digital naik hingga 40%, serta muncul peluang kerja baru di sekitar lokasi produksi.
Eva Sugiarti, pemilik IKM Batik Wahyulatri, mengaku inovasi ini sangat membantu. “Dulu kami butuh waktu berjam-jam untuk mengeringkan kain batik, sekarang cukup 10 menit saja. Biaya listrik lebih hemat, warna batik lebih merata dan tidak mudah pudar,” ujarnya.
Pendampingan tim juga membuka wawasan baru dalam pemasaran digital. “Sekarang kami bisa jualan lewat media sosial dan marketplace. Pesanan dari luar daerah semakin banyak,” tambahnya.
Program PM-UPUD Unitomo dan Unipra diharapkan menjadi contoh pemberdayaan berbasis teknologi yang dapat direplikasi di daerah lain. “Inovasi teknologi dalam batik bukan hanya soal efisiensi produksi, tetapi juga pelestarian budaya lokal dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” tandas Fedianty. (Kris)



.jpeg)