Kasus Kepemilikan Tanah Desa Taman Sari Berujung Mediasi



Mediasi kasus tanah di desa Tamansari Kec Dringu yang difasilitasi Kades, Babinsa dan pihak Kecamatan.
PROBOLINGGO - Perselisihan atas kepemilikan sebidang tanah di desa Taman Sari Kecamatan Dringu membuat Pemerintahan desa setempat melakukan langkah penyelesaian dengan cara memediasi antara pihak yang mengklaim tanah tersebut. Seperti diketahui kasus yang melibatkan dua warga desa Tamansari ini menjadi polemik yang cukup menjadi perhatian masyarakat setempat. Adalah Sanusi yang mengaku sebagai pemilik sebidang tanah denganluas 3.683 meter persegi.

Persoalan muncul saat Sanusi berniat mensertifikatkan tanah miliknya yang diperkuat oleh surat rekomendasi dari Dinas Kelautan Kabupaten Probolinggo tertanggal 2 Nopember 1987, namun usaha tersebut terganjal pihak lain, mengingat tanah dimaksud telah bersertifikat atas nama Bayun,juga warga desa yang sama. 

Atas persoalan tersebut, Sanusi memberi kuasa kepada Samsi selaku Ketua LSM Gerakan Rakyat Indonesia Baru (GRIP) guna memfasilitasi agar masalah tanah tersebut menemukan titik terang penyelesaian. Untuk itu Samsi bersama Kepala Desa Tamansari, Misnawi menggelar pertemuan dibalai desa dengan mengundang pihak pihak bertikai, Rabu (18/10).

Kasus ini terindikasi merugikan salah satu pihak yang dalam hal ini Sanusi. Menurutnya data luas tanah miliknya  tidak sama antara letter C yang ada di desa dengan realisasi di lapangan. “Di letter C luas tanah 2.350 meter persegi, sedangkan yang tertulis di sertifikat atas nama Bayun seluas 5.350 meter persegi,” ujar Samsi, penerima kuasa dari Sanusi.

Lebih lanjut, Samsi mengatakan bahwa Bayun membuat dua sertifikat yang berdasar letter C nomor 6554 luas tanah 237 meter persegi dan  3.370 meter persegi, namun disertifikat tercatat seluas 4.110 meter persegi.  Ini menunjukkan bahwa tanah milik Sanusi telah dicaplok oleh Bayun.”tegasnya.

Proses mediasi dibalai desa berjalan cukup alot, Bayun bersikeras  jika memang harus diukur harus mengacu pada sertifikat yang ia miliki. Tragisnya hal tersebut ditolah pihak  Sanusi melalui Samsi. Menurut ketua LSM GRIP ini, pengukuran harus berpatokan pada data yang ada di letter C desa, karena jika mengacu pada sertifikat, bisa jadi Sanusi tidak mendapatkan hak atas tanahnya sendiri.

Sebenarnya upaya penyelesaian atas  kasus tanah ini sudah dilakukan dengan cara mengukur kembali asset tanah yang disengketakan. Bahkan saat itu Bayun siap dan menerima hasil atas pengukuran tanah tersebut, tetapi pada hari H pengukuran, Bayun tidak hadir. “Kalau kena tanah saya,bagaimana enaknya dirundingkan saja,”  cetus Bayun saat sebelum pengukuran.
Sementara Kades Tamansari, Misnawi saat dikonfirmasi terkait persoalan tersebut menjelaskan jika pihaknya semaksimal mungkin berusaha agar kasus dapat diselesaikan dengan diikuti data yang valid dan akurat. “Bagaimanapun untuk menerbitkan sertifikat harus berdasar letter C. kami selaku Pemerintah desa berpatokan pada data yang ada di desa. Kalau di letter C bunyinya demikian ya itulah acuan kami. Tetapi kami berharap masalah ini tidak berlarut-larut dan segera menemukan solusinya,” ungkap Misnawi.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Samsi “Yang jelas kami mengharap agar persoalan ini cepat selesai dan pihak yang merasa tidak memiliki hal atas sebagian tanah tersebut dapat menerima serta kami upayakan hak tanah milik Sanusi ini akan segera disertifikatkan,” pungkas Samsi. (Suh)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement