Surabaya NewsWeek- Tiga
terobosan atau inovasi layanan publik Pemerintah Kota Surabaya masuk Top 99 Sistem Inovasi Pelayanan Publik (Sinovik) Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Republik Indonesia. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pun memaparkan tiga
inovasi itu dihadapan Tim
Panel Independen di Kantor Kemenpan RB, Rabu (18/7/2018).
Tiga inovasi itu adalah pertama, pelayanan publik 6 in 1 yang meliputi pengurusan
akte lahir, kematian, perkawinan, perceraian, surat pindah datang, dan pindah
keluar secara online. Kedua, inovasi Tahu Panas (tak takut kehujanan dan tak
takut kepanasan) yang merupakan kegiatan perbaikan rumah tidak layak huni
melalui program rehabilitasi sosial daerah kumuh. Ketiga,
inovasi Pahlawan Ekonomi dan Pejuang Muda.
Wali Kota Risma mengatakan
mengatakan identitas seorang warga itu adalah hak
asasi, karena warga itu bisa diakui oleh negara karena identitasnya itu. Oleh
karena itu, pihak Pemkot Surabaya selalu memberikan yang terbaik dan termudah
untuk masyarakat Surabaya dalam mengurus identitasnya.
“Makanya, kami buat program 6 in 1 ini.
Dengan inovasi ini maka masyarakat Surabaya bisa
mengurus enam hal sekaligus secara online, yaitu akte lahir, kematian, perkawinan, perceraian,
surat pindah datang, dan pindah keluar. Melalui inovasi ini, maka masyarakat
bisa menghemat waktu, tenaga, dan biaya dan tidak perlu lgi datang ke kantor
Dispendukcapil,” kata Wali Kota Risma seusai paparan.
Meski ada inovasi ini, namun tetap tidak
meninggalkan peran serta RT/RW. Wali Kota Risma menjelaskan ketika mengurus
akte perceraian dan pernikahan, pasti ada surat dan dokumentasinya, sehingga
apabila lewat gereja, tinggal meng-copy surat dari gereja lalu diupload ke
aplikasi yang telah disediakan Pemkot Surabaya.
“Aplikasi ini sudah bisa diakses melalui
mobil App mulai tahun lalu, tapi kalau secara online sudah lama, dulu hanya
pakai alat semacam ATM, tapi sekarang sudah cukup pakai handphone,” kata dia.
Sedangkan untuk inovasi Tahu Panas (tak takut kehujanan dan tak takut kepanasan),
merupakan program dari Dinas Sosial Surabaya dalam perbaikan rumah tidak layak
huni melalui program rehabilitasi sosial daerah kumuh. Penanganan program ini dilakukan secara terpadu, baik dalam hal
perbaikan fisik, lingkungan, sosial maupun ekonomi masyarakat di
lingkungan perkampungan.
“Program yang sudah berjalan sejak tahun
2003 ini terdiri dari perbaikan rumah tidak layak huni dan pembuatan jamban
sehat. Tiap tahunnya terus meningkat dan harus melalui musyawarah dari
kampung,” jelasnya.
Sementara inovasi Pahlawan Ekonomi dan
Pejuang Muda berfokus pada pemberdayaan ibu
rumah tangga dari keluarga miskin dan pejuang muda. Tujuan dari Pahlawan
Ekonomi ini untuk mengentas warga miskin supaya secepatnya keluar dari
kemiskinannya itu. Yang dilakukan Pemkot Surabaya adalah menghidupkan mesin
kedua, yaitu para istri atau ibu-ibu rumah tangga.
“Jadi, kalau misal suaminya sudah bekerja
sebagai tukang becak, tapi masih saja miskin, maka harus digerakkan mesin
kedua, yaitu para istri, sehingga kita support programnya dengan nama Pahlawan
Ekonomi,” kata dia.
Sedangkan untuk anak muda yang putus
sekolah atau tidak melanjutkan ke perguruan tinggi, tapi masih punya keinginan
untuk akses ekonomi lebih baik, maka Pemkot Surabaya memfasilitasinya dengan
namanya Pejuang Muda. “Jadi, mereka ini kita ajari pelatihan membuat makanan,
handycraf dan beberapa pelatihan lainnya,” imbuhnya.
Wali Kota perempuan pertama di Kota
Surabaya itu menjelaskan para peserta Pahlawan Ekonomi dan Pejuang Muda itu
diberi pelatihan untuk mengembangkan bisnis UKM, mulai dari pelatihan,
hingga pendampingan sampai ke tahap pengemasan, promosi dan pemasaran
produk.
“Mereka ini hanya produknya, untuk
marketing hampir seluruhnya kita, tapi kita ajarkan mereka memasarkannya.
Biasanya kita menyebut Go Global, Go Digital, dan Go Finance. Jadi, dari hulu
hingga hilir selalu kita damping,” tegasnya.
Dengan berbagai terobosan itu, maka dapat
mengangkat perekonomian warga Kota Surabaya. Saat ini, pendapatan rendah warga
Surabaya yang dulunya 34 persen tinggal 8 persen. Sedangkan pendapatan menengah
dulunya 40 persen dan pendapatan tinggi 14 persen, sekarang yang tinggi sudah
mencapai 41 persen dan sisanya pendapatan menengah.
“Jadi, sangat mengangkat dan mengentas
kemiskinan, pendapatan menengah dan bawah ini ikut terkatrol. Makanya, saat ini
angka kemiskinan di Kota Surabaya hanya tinggal 5 persen dari yang awalnya
sekitar 12 persen,” pungkasnya.( Ham )