KRPK (Komite Rakyat Pemberantas Korupsi): “Penyebab Kekosongan Obat JKN Masih Menjadi Misteri “

BLITAR - Konferensi Pers II JKN 2018, Senin (5/11) di Aula KRPK Jln. Mendut No. 49 Kota Blitar  yang mengangkat topik Transparansi & Akuntabilitas Rencana Kebutuhan Obat (RKO) Puskesmas & Rumah Sakit Kota dan Kabupaten Blitar berjalan lancar. Seperti diketahui selama Periode Juli sampai September 2018 lalu KRPK Blitar bersama ICW telah mengadakan progam pemantauan dan advokasi riset obat di Kota dan Kabupaten Blitar bebarengan dengan Medan, Aceh dan Banten. 

Hasil pemantauan KRPK dari 101 pasien yang menjadi sampel dalam penelitian ini terdapat tujuh pasien yang didapati membeli obat di apotek luar rumah sakit. Dari tujuh pasien tersebut didapati bahwa 5 pasien ditemukan membeli obat di luar apotek rumah sakit, 1 pasien mendapat jatah kurang dari jatah yang seharusnya, dan seorang pasien harus membeli obat di luar rumah sakit karena obat yang dibutuhkan tidak masuk dalam formularium nasional.

Padahal, salah satu manfaat yang dijamin dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan adalah pelayanan obat-obatan di berbagai jenjang fasilitas kesehatan. Pasal 20 ayat (1) Perpres No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan berbunyi “Setiap Peserta berhak memperoleh Manfaat Jaminan Kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan”. Meski telah dijamin oleh kebijakan ini, akan tetapi masih saja ada peserta BPJS Kesehatan terutama pasien PBI masih menghadapi ketidaktersediaan obat di faskes. Akibatnya, mereka mengeluarkan biaya sendiri (out of pocket) membeli obat diluar faskes.

Diantara faktor yang diduga menyebabkan kekosongan obat adalah pertama, kesalahan perencanaan kebutuhan obat. Perencanaan kebutuhan obat yang dituangkan dalam RKO tidak akurat sehingga obat yang dibeli tidak mencukupi kebutuhan. Kedua, Faktor ketidaksengajaan dapat terjadi dalam penyebab ini. Namun demikian, kesengajaan dalam perencanaan untuk tidak menyediakan atau merencanakan tetapi tidak sesuai kebutuhan juga dimungkinkan terjadi. Hal ini dapat dilakukan oleh pejabat atau staf perencana di masing-masing instansi. 

Imam Nawawi selaku Koordinator KRPK dalam keterangannya menyampaikan “ Setelah kami teliti lebih dalam dengan mewawancarai beberapa stakeholder terkait seperti Kepala Dinas Kesehatan Kota dan Kabupaten Blitar, Direktur RSUD Ngudi Waluyo dan Mardi Waluyo, serta perwakilan Kepala Puskesmas Kabupaten dan Kota Blitar.

Bahkan kami juga sempat mewancarai salah satu Kepala Cabang distributor obat atau yang disebut dengan Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang ada di Malang, kami dapati bahwa penyusunan Rencana Kebutuhan Obat (R.K.O) yang ada di Puskesmas dan Rumah Sakit di Kabupaten dan Kota Blitar sudah sesuai prosedur. Adapun terkait akurasinya juga sudah cukup baik mengingat kekosongan obat di Blitar secara umum juga jumlahnya cukup kecil. Kesimpulan ini kami dapatkan setelah menelaaah data R.K.O dan Formularium Rumah Sakit yang kami peroleh dari beberapa instansi tersebut ”. 

Dari hasil pemantauan dan penelitian KRPK Blitar, serta hasil wawancara dengan para stakeholder terkait, ada beberapa fakor yang disinyalir menjadi penyebab kokosongan obat khususnya di wilayah Blitar, yaitu :

Keterlambatan datangnya obat dari distributor obat atau PBF ke FKTP dan FKRTL Kehabisan stok obat di Industri Farmasi selaku produsen obat. Pihak distributor obat sengaja tidak melayani pemesanan karena adanya tunggakan hutang yang belum dibayar sehingga sistemnya nge-lock. Ini adalah imbas dari telatnya pembayaran klaim pihak BPJS kepada Rumah Sakit yang jumlahnya miliyaran rupiah.

Kesalahan dan ketidak akuratan dalam penyusunan R.K.O dalam sekala nasional, yang berdampak pada kurang tepatnya jumlah produksi obat oleh Industri Farmasi (sesuai data Kemenkes tahun 2018, RS Swasta baru 50% yang menyusun dan mengumpulkan R.K.O). Menurut  KRPK   kesimpulannya bahwa penyebab kekosongan obat yang terjadi di wilayah Blitar khususnya bukan murni terkait kesalahan penyusunan R.K.O melainkan banyak faktor. 

“ Satu hal yang cukup menjadi perhatian kami adalah seluk beluk yang ada pada Industri Farmasi (IF) selaku bagian utama produsen obat. Apakah betul mereka benar-benar memproduksi obat dengan mengacu pada R.K.O yang sudah dibuat oleh FKTP dan FKRTL dan telah disampaikan oleh Kemenkes atau ada sebab-sebab lain yang melatar belakanginya, seperti motif bisnis dan lain sebagainya? Kami meyakini bahwa banyak kemungkinan bisa saja terjadi “ Tegas Nawawi. (Tim/VDZ)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement