Budi Santoso dan Klemen Sukarno Dituntut 4 Tahun

SURABAYA - Dua petinggi PT Bumi Samudra Jedine, Budi Santoso dan Ir Klemen Sukarno Candra, dituntut dengan hukuman 4 tahun penjara dalam perkara penjualan apartemen Royal Avatar World (RAW). Jaksa juga meminta agar kedua terdakwa menjaga kesehatannya sebab harus menghadapi persidangan dalam kasus yang sama, namun dengan pelapor yang berbeda.

Tuntutan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hari Rahmat Basuki, di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (6/12/2018). Dia menyatakan, Budi Santoso dan Ir Klemen Sukarno Candra telah melakukan perbuatan yang diatur dan diancam dengan Pasal 372 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Meminta agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, memutuskan menyatakan terdakwa bersalah melakukan penipuan yang berkelanjutan. Meminta agar terdakwa dihukum dengan empat tahun penjara. Dengan perintah agar terdakwa ditahan," kata Hari di hadapan majelis hakim yang diketuai Wayan Sosiawan.

Dalam nota tuntutannya, JPU menyatakan sikap kedua terdakwa yang tidak mengakui perbuatannya sebagai hal yang memberatkan. Selain itu, selama persidangan keduanya kerap berbelit-belit memberikan keterangan. "Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan dan belum pernah dihukum," sebut Hari.

Seusai mendengar tuntutan JPU, majelis hakim menunda sidang. Persidangan sepekan mendatang dengan agenda pembelaan terdakwa. Usai sidang ditutup, Franky Desima Waruwu, salah satu tim kuasa hukum terdakwa Budi Santoso dan Ir Klemen Sukarno Candra menemui awak media.

Kepada wartawan, Franky mengatakan, tuntutan JPU tersebut, terkesan tidak cermat bahkan sudah dimanipulasi sebelumnya. Sebab, banyak keterangan saksi-saksi yang tidak pernah dihadirkan dalam persidangan, ternyata diselipkan dalam tuntutan jaksa. "Padahal, keterangan saksi yang sah, sesuai pasal 145 dan 146 KUHAP adalah yang hadir dipersidangan dan sudah disumpah," kata Franky usai sidang.

Lebih detail, lanjut Franky, alasan tuntutan tersebut dinilai tidak cermat karena dalam dakwaan tidak disebutkan kemana aliran dana sebesar Rp 21 miliar yang sudah disita."Kemana uang Rp 21 miliar itu,?" bebernya.

Selain itu, Franky juga mengungkapkan kejanggalan lain, misalnya, apartemen RAW yang mau dibangun itu kan sudah lengkap perijinannya.  "Namun dalam dakwan malahan disebutkan sebaliknya. Kasus RAW ini sebenarnya hanya masalah keterlambatan penyerahannya saja." imbuh Franky. (ban)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement