Dari Pembacaan Nota Pembelaan Terdakwa Sipoa di PN Surabaya

SURABAYA -  Modus operandi memberikan keterangan palsu, dan serangkaian kebohongan JPU Rakhmad Hari Basuki, SH dari Kejati Jawa Timur merumuskan Surat Tuntutan,  yang kemudian menjadi dasar dan landasan pertimbangan bagi Jampidum, Dr Noor Rochmad, SH, MH dalam memutuskan besarnya tuntutan terhadap terdakwa Budi Santoso dan Ir. Klemens Sukarno Candra selama 4 tahun penjara. Oleh karenanya, dalam kasus ini sangat mungkin secara berjenjang, sejak mulai Kajari Surabaya, Kajati Jawa Timur, Direktur Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara dan Ketertiban Umum pada Jampidum, dan hingga Jampidum telah menjadi korban kebohongan JPU.

 “JPU telah mendakwa dan menuntut kami para terdakwa dengan pasal penipuan, dengan cara merumuskan Surat Tuntutan yang memuat serangkaian kebohongan dan keterangan palsu. Tapi fakta yang berhasil terungkap selama persidangan ini bukanlah dakwaan penuntut umum mengenai adanya penipuan yang dilakukan para terdakwa, melainkan serangkaian kebohongan dan keterangan palsu oleh penuntut umum. Ini sebuah ironi sekaligus tragedi dalam proses penegakan hukum di Indonesia” demikian pembelaan terdakwa  Ir. Klemens Sukarno Candra dan Budi Santoso dalam Pledooi setebal 377 halaman, yang diberi judul “Melawan Mafia Hukum” yang dibacakan bergantian di pengadilan negeri Surabaya, Kamis (17/1/2018).

Para terdakwa, majelis hakim, pengunjung sidang, JPU dan kuasa hukum tidak pernah bertemu 15 orang saksi fakta tersebut bersaksi di muka persidangan. Dan tidak pernah pula mendengar BAP 15 saksi fakta tersebut dibacakan JPU. Para terdakwa tidak pernah pula dimintakan tanggapannya oleh majelis hakim atas kesaksian 15 saksi tersebut di muka persidangan. “Namun  ujuk-ujuk pada Surat Tuntutan halaman 23 sampai dengan halaman 30, tanpa malu JPU memberikan keterangan palsu secara vulgar dan kasat mata dengan menulis: Terhadap Keterangan Saksi, Terdakwa Tidak Keberatan” ujar terdakwa Ir. Klemens Sukarno Candra lagi.

LAPOR

Apa yang dilakukan JPU ini menurut Ir. Klemens Sukarno Candra, dikualifisir sebagai perbuatan pidana memberikan keterangan palsu ke dalam akta otentik, sebagaimana yang dimaksud pasal 266 ayat (1) KUHP. Oleh karena Surat Tuntutan memuat keterangan palsu maka  secara yuridis, kedudukan Surat Tuntutan JPU tergolong Surat Palsu, sebagaimana yang dimaksud pasal 263 KUHP. Perbuatan JPU yang memberikan keterangan palsu dan serangkaian kebohongan dalam Surat Tuntutan merupakan kejahatan yang serius. “Usai persidangan ini kami berencana melaporkan JPU secara pidana ke Bareskrim Polri, guna memberikan efek jera pada aparat penegak hukum yang lain, dan agar tidak ada lagi korban-korban praktek mafia hukum lainnya. Selain melaporkannya ke Jaksa Agung dan Jamwas” tukas   Ir. Klemens Sukarno Candra dalam pembacaan  Nota Pembelaannya.

Selain memberikan keterangan palsu, JPU juga melakukan serangkaian kebohongan dalam Surat Tuntutannya pada halaman 87. Kebohongan Pertama, ketika JPU mendalilkan, “adalah fakta bahwa obyek tanah lahan apartemen tersebut yaitu SHGB No. 71 Desa Kedungrejo Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo dengan seluas  59.924  an. PT. Kendali Jowo baru dibeli oleh PT. Bumi Samudra Jedine pada tanggal 12 Juni 2014 sebagaimana, Akta Jual Beli No. 100/2014 tanggal 12 Juni 2014 dihadapan Notaris/PPAT Inggil Nugroho Wasih, SH”. Menurut Ir. Klemes Sukarno Candra, keterangan bohong ini sengaja dibangun JPU untuk memberikan gambaran palsu, bahwa pada saat melakukan pemasaran unit apartemen di bulan Desember 2013, PT. Bumi Samudra Jedine belum memiliki tanah. 

Padahal fakta yang benar, pada tanggal 30 Juli 2013, PT. Bumi Samudra Jedine sudah membeli dan memiliki obyek tanah seluas 59.924 m2, yang diatasnya akan dibangun  apartemen Royal Afatar Word, berdasarkan bukti sempurna, berupa akte Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas Nomor: 154 yang diterbitkan Kantor Notaris Widatul Millah, SH, yang dilampirkan dalam Nota Pembelaan. “Sejatinya JPU sudah paham fakta ini, karena dalam berkas perkara cukup terang benderang dan sesuai fakta persidangan. Sehingga keterangan palsu yang dituangkan dalam Surat Tuntutan itu dilakukan dengan sengaja oleh JPU” ujarnya melanjutkan.

Kebohongan kedua, ketika JPU mendalilkan” adalah fakta bahwa untuk mendukung pemasaran Apartemen Royal Afatar World yang akan dibangun Desa Kedungrejo Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo tersebut, pihak PT. Bumi Samudra Jedine membuat miniatur Apartemen Royal Afatar World dan membagikan brosur tentang apartemen Royal Afatar World yang ditawarkan dengan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan apartemen lain sehingga masyarakat /konsumen menjadi tertarik dan berminat membeli Apartemen Royal Afatar World tersebut”.

Kebohongan JPU terkuak oleh dalil yang dibangunnya sendiri. Untuk mendukung kebohongan “harga jauh lebih murah dibandingkan dengan apartemen lainnya sehingga masyarakat/konsumen menjadi tertarik dan berminat membeli Apartemen Royal Afatar World, dalam Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan halaman 2, 82, 87, 93, dan 97, JPU malah memberi contoh  harga apartemen yang tergolong cukup mahal. Yakni sebagai berikut: “Syane Angely Tjiongan memutuskan membeli Apartemen Royal Afatar World tower B lantai 20 unit 17 type B senilai Rp. 478.600.000,-), dan Dra. Linda Gunawati Go juga telah melakukan pelunasan unit Apartemen Royal Afatar World tower C lantal 18 unit 09 atau blok 1809 dengan kode pemesanan STA 43 senilai   Rp. 250.500.000,-. Untuk harga apartemen tife yang dibeli Syane Angely Tjiongan dijual oleh The Grand Sagara Surabaya seharga Rp. 360 juta per unit.

Diduga apa yang dilakukan JPU ini merupakan bagian dari praktek mafia hukum. “Dengan kata lain yang lebih tepat untuk dibawa ke muka persidangan sebagai terdakwa adalah JPU Rakhmad Hari Basuki, SH  dan kawan-kawan, dengan didakwa melakukan pidana pasal 266  ayat (1) dan pasal 263 KUHP, dengan alat bukti  Surat Dakwaan, Surat Tuntutan, dan saksi-saksi” ujar Ir. Klemens Sukarno Candra. (Ban) 
Lebih baru Lebih lama
Advertisement