Surabaya- Forum yang digelar oleh United Cities and
Local Government (UCLG) World di Durban Afrika Selatan, Rabu (14/11/2019) Wali
Kota Surabaya Tri Rismaharini menjadi pembicara dalam forum pemerintah daerah
tingkat dunia itu. Wali Kota Risma menyampaikan materi terkait, perubahan iklim
dan manajemen bencana.
Risma menyampaikan, ada sebuah pemahaman bahwa
pembangunan kota yang ramah lingkungan (ekologi) akan menghambat perkembangan
ekonomi. Namun, ia menilai, bahwa pemahaman itu tidak benar, dengan membuktikan
pembangunan yang sudah terjadi di Kota Surabaya.
“Di Surabaya, kami telah membuktikan bahwa itu tidak
benar. Hanya dengan mempromosikan pengembangan berbasis ekologi, kita bisa
mendapatkan manfaat luar biasa dalam banyak aspek pengembangan kota,” paparnya.
Menurutnya, pengembangan kota ramah lingkungan yang
telah diterapkan di Surabaya, juga selaras dengan peningkatan sektor ekonomi
dan kesiagaan terhadap bencana alam. Semua itu dilakukan Pemerintah Kota
(Pemkot) Surabaya dengan berbagai upaya, salah satunya dimulai dari pengelolaan
sampah.
“Dahulu, kami mengalami masalah besar dalam
pengelolaan sampah. Lalu banjir yang meliputi 50 persen wilayah kota. Itulah
sebabnya pada waktu itu Surabaya kotor dan panas,” ujarnya.
Untuk menyelesaikan persoalan sampah, Wali Kota Risma
mengungkapkan, langkah awal yang harus diambil adalah pencegahan dari
sumbernya. Yakni dengan menerapkan metode 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle)
kepada masyarakat.
“Ini metode yang cukup sederhana. Berikutnya kami
mengkaderisasi lebih dari 29 ribu kader lingkungan bekerja langsung dengan
orang di kampung dalam pengelolaan limbah,” ungkapnya.
Dari limbah yang telah terkumpul itu, kemudian diolah
menggunakan sistem pengomposan skala besar dan kecil. Untuk skala kecil,
pengomposannya dilakukan di rumah tangga. Sedangkan skala besar, dilakukan di
28 titik pusat pengomposan yang digunakan untuk menyuburkan tanamanan di
seluruh wilayah Surabaya.
“Jadi kalau urban farming warga bisa menanam secara
organik. Baik sayur-sayuran ataupun buah dan dapat dikomersilkan. Ini adalah
cara Surabaya beradaptasi dalam perubahan iklim dan mengurangi dampak bencana,”
jelasnya.
Tak hanya itu, di wilayah pesisir timur, Pemkot
Surabaya juga melestarikan 2,871 hektare hutan Mangrove. Bagi Wali Kota Risma,
hutan ini selain sebagai tempat wisata, juga bermanfaat untuk pengelolaan
lingkungan dan melindungi kota dari kemungkinan bencana alam.
“Karena tujuan ekowisata di Surabaya tidak hanya
menawarkan pemandangan indah, tetapi juga udara bersih dan segar. Dampaknya
adalah bahwa penduduk lokal mendapatkan kehidupan yang lebih baik,” kata
Presiden UCLG Aspac ini.
Dihadapan dua ribu audience dari berbagai kota di
dunia itu, wali kota perempuan pertama di Kota Surabaya ini juga memaparkan
penerapan sistem e-government. Dimana sistem tersebut telah melayani semua
pelayanan publik berbasis online.
Menurutnya, cara ini dinilai lebih efektif dan dapat
mengurangi biaya operasional cukup besar. “Sistem ini mampu menghemat
biaya operasional sebesar USD 29 ribu,” katanya.
Selain itu, manfaat lain dari penerapan sistem
e-government adalah masyarakat tidak perlu sering datang ke kantor pelayanan
untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Mereka dapat mengakses semua secara
online melalui e-government.
Mulai dari perizinan, pendaftaran ke rumah sakit dan
klinik, mengajukan dokumen kewarganegaraan, hingga layanan transportasi umum.
“Bahkan memantau pengangkutan sampah untuk mengontrol mobilitas dan konsumsi
bahan bakar pun bisa diakses,” paparnya.
Dari semua itu, upaya yang dilakukan pemkot bersama
warga Kota Surabaya akhirnya membuahkan hasil. Mulai dari penurunan area banjir
dari yang semula 50 persen menjadi 2 persen. Penurunan volume sampah yang
menuju ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan indeks kualitas udara yang lebih
baik.
Hasil lain yang didapat adalah indeks harga properti
di Surabaya juga mengalami kenaikan. Bahkan, Wali Kota Risma menyebut, saat ini
harga properti di Surabaya tertinggi dibandingkan kota besar lainnya.
Terlebih, daya beli masyarakat kelas ekonomi juga
mengalami peningkatan. Dari 13 persen tahun 2010, menjadi lebih dari 47 persen
pada 2017. “Kemudian meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan dari 15 Juta orang
pada 2015 menjadi lebih dari 27 Juta orang pada 2018,” tambahnya. ( Ham ).