Saiman : Pak Boedin Pernah Stres Melihat Tanahnya Digusur Oleh Citraland, Padahal Belum Pernah Dijual

SURABAYA - Saiman, tetangga sekaligus buruh tani yang pernah mengurusi lima bidang tanah milik (Alm) Boedin dihadirkan jadi saksi perkara.perdata No 479/Pdt.G/2020/PN.Sby. Saiman dijadikan saksi dalam sidang Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) antara ahli waris Boedin P Tarib melawan Slamet Mulyosari mantan Kepala Desa (Tergugat 1) , Kelurahan Sambi Kerep (tergugat 2), PT.Citraland, Internasional School dan Badan Pertanahan Nasional Surabaya I (turut tergugat). 

Dalam sidang, Saiman mengatakan pernah dua kali diajak (Alm) Boedin ke kantor PT Citraland untuk menanyakan surat-surat tanahnya yang pernah dipegang oleh Slamet Mulyosari untuk kepengurusan pajak. Kata dia, (Alm) Boedin merasa stres setelah lima bidang tanahnya digusur oleh PT Citraland, padahal dia belum pernah menjualnya sama sekali. "Tahun 1995, saya pernah dua kali diajak Pak Boedin menemui Slamet Mulyosari di kantor Citraland. Waktu itu dipertemuan pertama oleh Abah Slamet hanya dijawab nanti saya ajukan ke Citraland, untuk surat-suratnya (Petok)," kata Saiman diruang sidang Candra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Rabu (6/1/2021).

Lebih lanjut, Saiman mengaku dipertemuan kedua, Slamet Mulyosari hanya berjanji nanti tak uruskan surat-suratnya. "Setahu saya tahu Petok D yang asli pernah dipinjam, pada saat Slamet Mulyosari masih menjabat sebagai lurah di Kapasan, Sambikerep. Pak Boedin meninggal dunia tahun 2010," lanjutnya.

Dihadapan majelis hakim, saksi Saiman mengaku tidak tahu persis mengapa PT.Citraland menguasai bahkan melakukan penggusuran pada obyek lahan milik Boedin tersebut. "Saya hanya mengetahui kalau lima bidang tanah tersebut tidak pernah dijual. Makanya (Alm) Boedin sempat stres saat melihat tanahnya sudah digusur, tapi dia belum pernah terima uang. Belum terima uang kok lahan saya digusur," sambungnya.

Dipertegas oleh ketua majelis hakim Yohanes Hehamony siapa yang sudah melakukan penggusuran,? Saksi Saiman menjawab Citraland.

Kepada majelis hakim, Saiman juga menjelaskan bahwa dirinya sangat mempercayai ucapan dan tindakan dari (Alm) Boedin, sebab menurutnya, (Alm) Boedin adalah orang yang jujur. "Pak Boedin itu buta huruf, dia juga seorang petani yang jujur. Yang dituntut Pak Boedin hanya surat-suratnya yang asli dikembalikan. Bahkan untuk itu, dia pernah minta tolong pada pengacara dan LSM," jelasnya.

Hal lain yang disampaikan Saiman, bahwa dirinya tahu persis dimana lima bidang tanah dimiliki oleh (Alm) Bodin sekarang ini berada. "Tapi soal batas-batasnya saya tidak tahu secara pasti. Yang pasti sekarang diatas tanah tersebut sudah berdiri bangunan perumahan dan sekolah," pungkasnya.

Terkait adanya upaya represif dari pihak-pihak terkait, Saiman mengakui kalau dirinya pernah dibawah polisi. "Waktu itu saya pernah dibawah ke Polwil. Saya bekerja pada (Alm)Pak Boedin sejak tahun 1981 dan terakhir bekerja pada tahun 1993. Seingat saya Petok D untuk lima bidang tersebut diserahkan Pak Boedin ke Pak Slamet Mulyosari sekitar 1985-1987. Saya pernah lihat Petok aslinya. Setelah ditunjukan ke saya, langsung Petok itu diserahkan ke Pak Slamet untuk pembayaran pajak," pungkas saksi Saiman.

Proses persidangan perkara perdata nomor 479/Pdt.G/2020/PN.Sby kemudian dilanjutkan majelis hakim masih dalam agenda mendengarkan keterangan dari saksi dari pihak Tergugat dan Turut Tergugat. Namun, pihak Tergugat dan Turut Tergugat tidak menghadirkan saksi, meski sudah diberikan kesempatan oleh majelis hakim.

Sidang pun selanjutnya diisi dengan menjadwalkan agenda Persidangan Setempat (PS). Diputuskan oleh Hakim Yohanes Hehamony, bahwa PS diagendakan pada tanggal 12 Januari 2021 jam 9 pagi. (Ban)

Lebih baru Lebih lama
Advertisement