Transaksi Jual Beli Tanah Antara CL dan JW Sudah Clear and Clean, Masbuhin : Sprindik dan SPDP Beda


SURABAYA - Seorang warga Jalan Pandegiling No 50 dan Jalan Raya Kali Rungkut No 22 Surabaya berinisial JW, dilaporkan CL ke Polda Jatim karena pembelian tanah di Sukomanunggal dan Jalan Coklat, Surabaya. Parahnya CL, sang pelapor rupanya pernah 2 kali kalah dalam sengketa keperdataan atas tanah tersebut di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dari JW dan sekarang masih berperkara ditingkat Kasasi Mahkamah Agung RI.

Advokat Masbuhin selaku kuasa hukum JW, buka suara mengenai laporan polisi dari CL terhadap kliennya tersebut. Masbuhin mengaku siap menghadapinya karena JW sebagai pembeli beritikad baik berhak mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam SEMA nomor 7 Tahun 2012, butir IX dan SEMA nomor 4 Tahun 2016, serta Yurisprudensi Mahkamah Agung RI nomor 1267 K/Pdt/2012 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 39K/Pid/1985, tanggal 13 September 1984.

"Sebab definisi pembeli beritikad baik menurut ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sudah dijalankan sepenuhnya oleh Klien saya," kata Masbuhin di Prima Rasa Jalan Achmad Yani, Surabaya. Jum'at (15/10/2021).

Definisi itu jelas Masbuhin antara lain, pembelian 2 bidang tanah tersebut sudah dibayar secara tunai senilai Rp. 21,3 miliar. Transaksi jual belinya juga dilakukan secara langsung antara Penjual dan Pembeli dihadapan Notaris/PPAT dan dibuatkan Akta Otentik. Tanah yang dibeli juga tidak dalam sengketa. Tidak dalam sitaan dan dalam jaminan. Clean and Clear, sehingga akta jual belinya dapat di balik nama atas nama Pembeli di Badan Pertanahan Negara (BPN). "Sekarang nama pemegang hak atas sertifikat 2 obyek jual beli tersebut adalah Klien kami, JW," jelasnya.

Masbuhin juga mengingatkan agar CL tidak jumawah karena sudah mempolisikan Kliennya terkait 2 bidang tanah tersebut. Menurutnya, penyidikan polisi seperti itu dapat di tangguhkan dengan PERMA No. 1 Tahun 1956, "Pemeriksaan perkara pidana harus dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu," tutur Masbuhin.

Terkait Kliennya saat ini dimintai keterangannya oleh penyidik Ditreskrimum Polda Jatim, Masbuhin menduga ada tindakan unprocedural dan malaadministrasi yang berdampak hukum bagi Korp kepolisian di Jawa Timur tersebut. Pasalnya terang Masbuhin, panggilan penyidikan nomor :S.Pgl/4016/IX/RES.1, tersebut tanpa diberi tanggal dan isinya diminta hadir sebagai saksi atas dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP,

"Setelah kami teliti dan cermati, ternyata ada perbedaan pasal antara SPDP dengan surat panggilan sebagai saksi dalam proses penyidikan ini. Perbedaan tersebut fatal sekali dan memiliki konsekwensi hukum. Di SPDP tanggal 9 September 2021 untuk kasus dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan atau menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik atau pasal 263 KUHP dan atau Pasal 266 KUHP. Sementara surat perintah penyidikan tanggal 13 September 2021 yang dijadikan rujukannya adalah untuk kasus penipuan dan atau penggelapan. Bagaimana mungkin tindak pidana dalam SPDP, tiba-tiba langsung dirubah pasalnya dalam surat panggilan," terangnya.

Pungkas advokat Masbuhin, menyikapi tindakan unprocedural dan malaadministrasi tersebut, Kliennya menghadap ke Kabag Yanduan Propam Mabes Polri, pada Kamis 15 Oktober 2021. "Oleh Propam Mabes Polri, pengaduan kami sudah diberi nomor : SPSP2/3676/X/2021/Bagyanduan, tanggal 14 Oktober 2021. Ini problem hukum yang kami anggap sangat-sangat serius, sebab disana ada hak-hak pembeli yang saya duga diabaikan begitu saja oleh Penyidik," pungkas Advokat Masbuhin. (Ban)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement