Saksi Ungkap Peristiwa Perebutan Paksa Lahan Sengketa Puncak Permai Utara

SURABAYA - Dua saksi kembali didatangkan penggugat Mulyo Hadi alias Wulyo melalui kuasa hukumnya Johanes Dipa Widjaja, Dr Otto dan Satria Ardyrespati Wicaksana melawan Widiowati Hartono dalam sidang sengketa lahan yang berada di Jalan Puncak Permai Utara III Surabaya yang saat ini sidangnya bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Dua saksi tersebut adalah, Warsono dan Nadia Savera. Keduanya adalah advokat yang pernah menangani perkara Mulyo Hadi. Keduanya diperiksa secara bergantian, Warsono yang diberikan kesemptan untuk memberikan kesaksiannya. Warsono adalah advokat yang mendampingi Mulya Hadi ketika dilaporkan ke Polrestabes Surabaya atas dugaan penyerobotan tanah.

Warsono menjelaskan bagaimana peristiwa pendudukan secara paksa lahan yang saat ini menjadi objek sengketa. Peristiwa yang terjadi pada 9 Juli 2021 lalu atau masih dalam masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang mana pemerintah secara tegas melarang adanya kerumunan karena penyebaran virus Covid-19 saat itu mencapai puncak tertinggi.

Dijelaskan Warsono, pada 9 Juli 2021, ada segerombolan orang berada di lokasi, sekitar pukul 20.00 WIB. Jumlah mereka sekitar 300 orang. Mereka kemudian memaksa menduduki tanah yang saat itu dalam penguasaan ahli waris.

“Saya diberitahu Pak Mul bahwa adanya massa dalam jumlah besar datang ke obyek tanah yang saat ini sedang sengketa, bersama dengan pak Lim Tji Tiong, advokat yang mendampingi Mulya Hadi saat itu, datang ke tanah tersebut,” paparnya.

Dengan maksud untuk menenangkan massa, namun kedua advokat ini malah mendapat perilaku yang buruk. Dua advokat ini dianiaya beberapa oleh beberapa orang sampai mengeluarkan darah. “Akibat pemukulan itu, malam harinya, saya melaporkan ke Polrestabes Surabaya,” kata Warsono.

Tak berhenti di situ, advokat Lim Tji Tiong usai peristiwa pengeroyokan tersebut juga dikabarkan meninggal dunia akibat Covid-19. Massa yang jumlahnya sangat banyak juga melakukan aksi brutal dengan merusak gembok pagar karena waktu itu pagar dalam keadaan terkunci dan massa tak ada yang membawa kunci.

“Setelah membuka gembok secara paksa, orang-orang ini memasukkan alat berat berupa forklif. Massa juga mencabut papan nama yang ditancapkan dilokasi obyek sengketa,” ungkap Warsono.


Saksi juga ditanya, pada saat obyek dikuasai ahli waris, apakah di lokasi sudah berdiri tembok? Saksi menjawab, berdirinya tembok itu baru saja terjadi. “Sejak kecil, saya tidak pernah melihat adanya tembok sebagaimana yang berdiri saat ini, yang ada hanya pagar setinggi 1 meter tinggi,” kata Warsono.

Warsono menambahkan, sebelum peristiwa pengeroyokan tersebut terjadi, pada 5 Juli 2021, ia sempat mendapat panggilan untuk mediasi. Namun mediasi yang rencananya akan dilakukan di Polrestabes Surabaya itu ditunda karena ada PPKM.

Warsono dalam persidangan juga menceritakan bagaimana dia mendampingi Mulyo Hadi di Polrestabes Surabaya yang saat itu dilaporkan dugaan penyerobotan tanah. “Penyidik lalu bertanya, apakah saya mengetahui hal ini? Saya menjawab tidak. Kemudian, saya mencari tahu tentang SHGB nomor 4157 tersebut,” jelas Warsono.

Awalnya, sambung Warsono, pihaknya mendatangi Kelurahan Lontar untuk bertanya apakah tanah berdasarkan SHGB ini masuk wilayah Lontar. Ternyata tidak. “Lalu, saya bersurat ke Kelurahan Pradahkali Kendal untuk menanyakan apakah tanah yang diterangkan dalam SHGB 4157 tersebut berada diwilayah Pradahkali Kendal,” ungkap Warsono.

Masih menurut kesaksian Warsono di muka persidangan, berdasarkan jawaban dari Kelurahan Pradahkali Kendal, SHGB 4157 tersebut tidak tercatat di Kelurahan Pradahkali Kendal dan tidak pernah ada. Warsono yang mengetahui bahwa SHGB nomor 4157 itu tidak tercatat di Kelurahan Pradahkali Kendal kemudian mendatangi kantor BPN, guna menanyakan hal tersebut.

Ternyata, petugas BPN yang ditemui Warsono ketika itu, tidak bisa menjelaskan tentang keberadaan SHGB 4157. Saksi kedua yang memberikan keterangan adalah Nadia Safira, seorang pengacara yang mengajukan permohonan eksekusi atas sebidang tanah yang luasnya 3150 M².

Nadia mengatakan, tanah seluas 3150 M² yang sudah dieksekusi oleh PN Surabaya adalah milik Mulya Hadi, berlokasi di Jalan Darmo Permai Selatan Surabaya. “Tanah tersebut berasal dari induk yang sama dengan sebidang tanah seluas 6850 M² yang saat ini menjadi obyek sengketa sehingga totalnya menjadi 10 ribu M²,” jelas Nadia.

Eksekusi, lanjut Nadia, terjadi Rabu (8/12/2021). Nah, saat pelaksanaan eksekusi, tidak terjadi perlawanan dari Yayasan Cahaya Harapan Hidup Sejahtera sebagai pihak termohon eksekusi. Dalam penjelasannya, tanah seluas 3150 M² itu masih milik Mulya Hadi yang diakui sebagai milik Yayasan Cahaya Harapan Hidup Sejahtera.

Bagaimana Yayasan Cahaya Harapan Hidup Sejahtera bisa kalah dalam gugatan? Nadia menjelaskan bahwa pihak yayasan menyadari SHGB yang mereka miliki mengandung kepalsuan. Masih menurut penuturan Nadia, satu hari menjelang pelaksanaan eksekusi, pihak Yayasan Cahaya Harapan Hidup Sejahtera hadir dalam sebuah pertemuan. Pihak yayasan tahu jika sertifikat yang mereka pegang atas tanah tersebut adalah mengandung kepalsuan.

Usai sidang, kuasa hukum Tergugat yakni Adi Dharma menjelaskan bahwa dari fakta persidangan jelas terungkap bahwa penggugat tidak memiliki bukti kepemilikan berupa sertifikat, sementara kliennya memiliki sertifikat. Disinggung soal bukti SHGB yang dimiliki pihak lain dan akhirnya dibatalkan, Adi Dharma enggan berkomentar.

Sementara Johanes Dipa Widjaja kuasa hukum Penggugat menyatakan dari saksi yang didatangkan pihaknya, bisa membuktikan bahwa obyek sengketa sebelum 9 Juli 2021 dikuasai oleh Penggugat. Kemudian ada peristiwa penyerangan pada malam hari pada masa PPKM Darurat yang dilakukan oleh sekitar 200-300 orang padahal mengetahui bahwa terkait perkara obyek sengketa masih dalam pemeriksaan dalam perkara ini.

Disamping itu saksi yangg lainnya membuktikan bahwa tanah seluas 3.150 M2 yg berasal dari induk yang sama (luas 10.000 M2) dengan tanah obyek sengketa saat ini seluas 6.850 telah dilaksanakan eksekusi pengosongan pada Rabu lalu tanpa adanya perlawanan maupun upaya hukum apapun dari Pihak Terlawan, serta membuktikan bahwa SHGB di atas tanah milik Penggugat adalah cacat hukum.

“Atas kejadian penyerangan tgl 9 Juli 2021 tersebut saksi dengan tegas menerangkan telah memakan korban jiwa, advokat Penggugat terdahulu (Bpk Lim Tji Tiong) meninggal dunia diduga terpapar covid pada saat peristiwa tersebut. Dijelaskan pula bahkan beliau menjadi korban pemukulan, bahkan saksi dan anaknya pun jadi korban pemukulan,” ujarnya. (Ban)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement