Pakai Uang PTPN IX Rp 5,8 Miliar, Notaris Yuli Andriyani Dihukum 2 Tahun Penjara

Surabaya, Newsweek - Notaris Yuli Andriyani, terdakwa dugaan penggelapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) jual beli lahan tebu milik PT Baluran Indah kepada PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX sebesar Rp 5,8 Miliar, dinyatakan bersalah dan divonis 2 tahun penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni bulan.3 tahun 6 bulan penjara.

Salah satu pertimbangan majelis hakim menjatuhkan vonis berat karena perbuatan terdakwa sudah merugikan pihak lain dan noraris yang beralamat di Ruko Villa Bukit Mas Blok RB-11 Surabaya ini sudah menikmati hasil perbuatannya sehingga majelis hakim tidak mempunyai alasan pemaaf.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Notaris Yuli Andriyani terbukti melakukan tindak pidana penggelapan. Menghukum terdakdwa dengan pidana penjara selama 2 tahun. Menetapkan barang bukti dalam perkara ini tetap dalam berkas perkara," kata hakim I Made Bargawa dalam amar putusannya di ruang sidang Cakra, PN Surabaya. Selasa (12/4/2022).

Sedangkan terkait sikap terdakwa Notaris Yuli Andriyani yang bersikap sopan selama persidangan dan terdakwa belum pernah dihukum, menjadi pertimbangan meringankan bagi majelis hakim dalam memutus perkara dugaan penggelapan ini. Atas putusan Majelis Hakim tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jatim Hari Rahmat Basuki langsung menyatakan pikir-pikir. "Kami pikir-pikir Yang Mulia," tandas jaksa Hari Basuki.

Diketahui, Notaris Yuli Andriyani dipercaya PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX untuk mengurus pembelian tanah seluas 3.678.100 Meterpersegi dari PT Baluran Indah. Notaris yang berstatus terdakwa ini bertugas mengurus akta jual beli dan urusan lainnya, termasuk membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). PTPN sudah menyerahkan uang Rp 5,8 miliar kepada terdakwa Notaris Yuli Andriyani.

Namun uang itu tidak kunjung dibayarkan BPHTB. Justru terdakwa Notaris Yuli Andriyani menggunakan uang tersebut untuk membayar utang-utangnya. Dalam dakwaannya, Jaksa penuntut umum (JPU) Rakhmad Hari Basuki mengungkapkan PTPN IX awalnya membeli lahan yang berlokasi di Wonorejo, Situbondo tersebut dengan uang dari kredit investasi Bank Muamalat senilai Rp 250 miliar pada 2017.

Tanah dengan alas hak sertifikat hak guna usaha (SHGU) Nomor 4/Desa Wonorejo atas nama PT Baluran Indah. Rencananya, tanah itu digunakan sebagai lahan tebu. PTPN IX kemudian menandatangani beberapa akta dengan PT Baluran di hadapan terdakwa Yuli Andriyani selaku notaris. Di antaranya, akta perjanjian pengikatan jual beli, akta kuasa untuk menjual dan akta perjanjian pemberian line facility (muharabah).

PTPN selanjutnya membayar pembelian tanah itu senilai Rp 116,5 miliar ke PT Baluran dari uang pencairan kredit investasi Bank Muamalat. Biaya pengurusan balik nama dan pemasangan hak tanggungan SHGU senilai Rp 517,1 miliar juga sudah dibayarkan PTPN kepada terdakwa Yuli Andriyani.

Sejumlah biaya lain juga sudah dibayarkan kepada terdakwa Notaris Yuli Andriyani, termasuk pajak penjual dan pembeli senilai Rp 8,7 miliar. Rinciannya, pajak penjual Rp 2,9 miliar dan pajak pembeli Rp 5,8 miliar.

"Yang sudah dibayarkan PTPN IX kepada terdakwa dan akan dibayarkan atau diselesaikan terdakwa selaku notaris paling lambat 11 April 2018," ujar jaksa Hari dalam dakwaannya di ruang Cakra Pengadilan Negeri Surabaya. Namun, hingga batas waktu yang disepakati, terdakwa ternyata hanya membayarkan pajak penjual Rp 2,9 miliar saja. Sedangkan pajak pembeli senilai Rp 5,8 miliar belum terdakwa bayarkan.

Terdakwa Yuli Andriyani berdalih pajak pembeli akan dibayarkan saat penandatanganan akta jual beli yang diperkirakan pada September 2018. Dia meminta kepada Bank Muamalat agar memberikan perpanjangan waktu. Bank Muamalat mengingatkan terdakwa Yuli Andriyani agar segera mengembalikan uang itu jika tidak kunjung digunakan untuk membayar BPHTB.

Notaris Yuli Andriyani kembali memohon waktu agar diberikan perpanjang waktu dengan alasan Kantor Pertanahan (Kantah) Situbondo sedang libur panjang Idul Fitri. Terdakwa juga sempat meminta bantuan kepada koleganya sesama notaris, Soejono untuk mengurus perpanjangan SHGU tanah tersebut di Kantah Situbondo.

Permohonan itu diurus Kantah hingga terbit kode pembayaran BPHTB atas nama PTPN IX senilai Rp 5,8 miliar. "Soejono selaku notaris menghubungi terdakwa dengan maksud agar segera membayar atau mengirimkan uang untuk pembayaran BPHTB, namum terdakwa tidak membayar atau mengirimkan uang kepada Soejono," katanya.

Perbuatan Notaris Yuli Andriyani itu memaksa Bank Muamalat mencairkan dana talangan Rp 9,3 miliar untuk menunjuk notaris baru yang akan membayarkan BPHTB dan urusan lain terkait jual beli tanah itu.

Pihak Bank terpaksa menunjuk notaris baru yakni Notaris Siti Anggraeni Hapsari untuk menggantikan terdakwa Notaris Yuli Andriyani karena tidak segera membayar BPHTB. Padahal, pihak bank sudah ditagih PTPN IX terkait perkembangan jual beli lahan tersebut.

Akibat perbuatannya, pihak bank merugi karena selain kehilangan Rp 5,8 miliar, juga jual beli tanah itu terhambat dan timbul biaya baru lagi untuk mengurus ulang. Jaksa Hari mendakwa Notaris Yuli Andriyani telah menggelapkan uang untuk mengurus BPHTB tersebut. (Ban)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement