Antisipasi Penyakit Legionellosis, Pemkot Surabaya Keluarkan SE

 



 

Surabaya-Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit Legionellosis di Kota Pahlawan. Penyakit Legionellosis merupakan infeksi pernafasan akut yang disebabkan oleh bakteri Legionella. 

 

Karenanya, Dinas Kesehatan Kota Surabaya mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 443.33/31474/436.7.2/2022 tentang Kewaspadaan Terhadap Penyakit Legionellosis di Kota Surabaya. Hal ini merupakan tindak lanjut dari SE Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI, Nomor : HK.02.02/C/4310/2022, tentang Kewaspadaan Terhadap Penyakit Legionellosis di Indonesia. 

 

Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Nanik Sukristina mengaku bahwa hingga saat ini belum terkonfirmasi ditemukannya kasus penyakit Legionellosis di Kota Pahlawan. Akan tetapi, fasilitas kesehatan (faskes) diminta untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit tersebut. Sebab, perlu dilakukan deteksi dini melalui surveilans (pengamatan terus menerus) aktif terhadap penyakit yang menyerupai atau bisa mengarah ke Legionellosis.

 

“Penyakit yang mengarah atau menyerupai adalah Pneumonia, Influenza Like Illness (ILI) atau Severe Acute Respiratory Infection (SARI) dengan memanfaatkan aplikasi Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR),” kata Nanik, Selasa (27/9/2022).

 

Nanik menjelaskan, penyakit Legionellosis merupakan infeksi pernafasan akut yang disebabkan oleh bakteri Legionella. Salah satu cara untuk mengidentifikasi penyakit Legionellosis adalah dengan mengetahui gejala awal yang timbul. Diantaranya, batuk berdahak, demam, myalgia (nyeri otot), diare, dyspnea (sesak nafas), kehilangan nafsu makan, lemah lesu, dan sakit kepala.

 

“Cara penularan bakteri Legionellosis adalah melalui Aerosol di udara, meminum air yang mengandung bakteri Legionella, aspirasi air yang terkontaminasi, inokulasi langsung melalui peralatan pernafasan, pengompresan luka dengan air yang terkontaminasi, dan sarana faskes yang tidak dikelola dengan baik sehingga menyebabkan infeksi Nosokomial,” jelasnya.

 

Pada dasarnya semua kelompok umur bisa terserang penyakit Legionellosis, akan tetapi ada beberapa faktor risiko yang mudah terserang, yaitu 75 - 80 persen berusia > 50 tahun atau usia lanjut (lansia) adalah kelompok yang lebih rentan terkena penyakit tersebut. Kemudian, perokok, pecandu alkohol, dan pengobatan Imunosupresi.

 

“Serta mempunyai penyakit penyerta, misalnya kencing manis, penyakit jantung, penyakit paru kronis, penyakit ginjal kronis, dan lainnya,” ujarnya.

 

Oleh sebab itu, selain mengeluarkan SE, Dinas Kesehatan Kota Surabaya juga memberikan penyuluhan kepada masyarakat, khususnya warga Kota Surabaya terkait kewaspadaan terhadap penyakit Legionellosis melalui Puskesmas setempat. Serta, melakukan pemantauan informasi global dan regional melalui portal informasi resmi satu pintu, yaitu WHO dan Kementerian Kesehatan RI.

 

“Meningkatkan kewaspadaan melalui pengamatan aplikasi Kemenkes Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR). Menindaklanjuti laporan penemuan kasus dari setiap fasilitas pelayanan kesehatan dengan melakukan investigasi dalam 1x24 jam. Dan melakukan penyelidikan Epidemiologi kasus, apabila ditemukan kasus dengan tanda dan gejala Legionellosis yang berasal dari laporan masyarakat, media, maupun faskes,” terangnya.

 

Selanjutnya, rumah sakit di Kota Surabaya juga tengah siap siaga menghadapi penyakit Legionellosis. Diantaranya, melakukan pengamatan terhadap gejala sesuai definisi operasional Legionellosis dan klaster Pneumonia, ditatalaksana serta dilakukan pemeriksaan laboratorium sesuai dengan sesuai SOP. 

 

“Pengendalian faktor risiko lingkungan bakteri Legionella yang terdapat di rumah sakit, karena keberadaan bakteri Legionella di sarana rumah sakit yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menimbulkan infeksi nosokomial. Serta, melaporkan segera ke Dinas Kesehatan Kota Surabaya, jika ada penemuan kasus potensial sesuai indikasi kasus tersebut dalam waktu kurang dari 24 jam,” ujarnya.

 

Sedangkan di kesiapsiagaan di puskesmas, yakni melakukan penguatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada seluruh masyarakat Kota Surabaya. Menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk segera mengakses faskes (Puskesmas setempat) apabila mengalami gejala legionellosis. Memantau dan melaporkan kasus yang ditemui sesuai dengan definisi operasional melalui aplikasi SKDR

 

“Dan melakukan penguatan jejaring kerja surveilans lintas program dan lintas sektor di masing-masing wilayah kerja puskesmas,” ucapnya.

 

Nanik menambahkan bahwa, tempat/lokasi Bakteri Legionella untuk berkembang biak adalah tempat yang menampung air dengan kondisi hangat dan lembab. Sehingga, masyarakat, tempat penyedia akomodasi, taman rekreasi, dan faskes perlu melakukan pembersihan dan pemeliharaan secara berkala, serta pengolahan air yang efektif.

 

“Konsumsi air yang sesuai standar baku mutu air minum (pemantauan kualitas lingkungan, pemeliharaan dan pencatatan) berdasarkan Permenkes Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum melalui  Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL) melalui Dinas Kesehatan Kota Surabaya,” imbuhnya.

 

Melakukan desinfeksi, jika ada dugaan kasus infeksi Legionella atau yang telah dikonfirmasi. Membersihkan air mancur dekoratif secara berkala, Melakukan manajemen kolam air panas, spa dan kolam renang dengan baik, termasuk penyaringan dan desinfeksi yang kuat. Serta, melakukan pemantauan dan pemeliharaan tempat-tempat yang menjadi faktor risiko berkembang biaknya bakteri Legionella.

 

“Jika ditemukan parameter tidak sesuai standar, segera lapor ke Dinas Kesehatan Kota Surabaya dan melakukan intervensi pengendalian faktor risiko dan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Surabaya,” pungkasnya. (Ham)

 

Lebih baru Lebih lama
Advertisement