Praperadilan Tiga Tersangka Korupsi Disnaker Berujung Kemenangan

SURABAYA - Langkah hukum pra peradilan yang dilayangkan tiga tersangka kasus dugaan korupsi pelatihan otomotif di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Surabaya akhirnya berujung kemenangan.

 I Dewa Gede Ngurah Adnyana selaku hakim tunggal yang menyidangkan perkara ini menganggap penetapan tersangka yang dilakukan penyidik Polrestabes Surabaya cacat hUkum.

 Dari bukti-bukti yang ada terungkap, penyidikan Polrestabes atas tiga tersangka yaitu Anggoro Dianto, Amin Wahyu Bagiyo, dan Harjani dinilai tidak sah. "Menerima dan mengabulkan gugatan praperadilan, menyatakan penyidikan dan penahanan terhadap tiga tersangka cacat hukum," ujar hakim I Dewa Gede Ngurah Adnyana saat membacakan amar putusannya diruang sidang sari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (26/1).

 Dalam pertimbangannya, hakim I Dewa menegaskan, barang bukti yang dijadikan dasar penyidik untuk menetapkan tiga PNS Disnaker sebagai tersangka korupsi pelatihan otomotif dinilainya tidak sah. Pasalnya, fotocopy surat tidak pernah dilegalisir oleh instansi terkait. "Selain itu keterangan saksi yang diambil dari seorang penyidik dalam kasus ini tidak sah dan cacat hukum," ujarnya.

 Dengan dikabulkannya praperadilan ini, hakim I Dewa memerintahkan agar penyidik Polrestabes Surabaya segera membebaskan ketiga tersangka dari tahanan Polrestabes Surabaya. "Memerintahkan kepada para termohon (penyidik) untuk membebaskan ketiga pemohon (tersangka) dari tahanan sejak putusan ini dibacakan," tegas hakim asal Bali itu.

 Sementara itu, Robert Mantinia, kuasa hukum ketiga tersangka mengaku puas dengan dikabulkannya praperadilan ini. Menurutnya, hakim I Dewa telah objektif dalam mengambil putusan dalam gugatan praperadilan yang diajukkannya. "Putusan hakim telah objektif sesuai fakta persidangan," katanya.

 Ia juga mengkritisi proses penyelidikan Polrestabes Surabaya dalam kasus ini yang dinilainya telah semena-mena menetapkan kliennya sebagai tersangka. "Dari awal penyelidikan kasus ini sudah penuh kejanggalan. Dari bukti-bukti yang ada terlihat penyidik telah sewenang-wenang dalam menetapkan klien saya sebagai tersangka," terangnya.

 Robert juga meminta agar pihak Polrestabes Surabaya menghormati putusan yang diambil hakim. Baginya, ini bisa menjadi pelajaran penyidik polisi agar lebih berhati-hati dalam menangani suatu perkara. "Semoga kedepanya polisi lebih profesional dalam menangani suatu perkara karena ini menyangkut hak asasi seseorang," kritik Robert.

 Seperti diberitakan sebelumnya, tiga tersangka kasus dugaan korupsi pelatihan otomotif di Disnaker Surabaya melakukan perlawanan melalui gugatan praperadilan. Ketiganya menilai status tersangka yang diberikan Polrestabes Surabaya kepada ketiganya tidak sah karena alat bukti dalam kasus tersebut hanyalah sebuah fotocopy tanpa legalisir. Dalam kasus ini, tiga tersangka diantaranya Anggoro Dianto, Amin Wahyu Bagiyo, dan  Harjani dianggap telah merekayasa data laporan peserta pelatihan otomotif sehingga merugikan negara sebesar Rp 412 juta.

 Saksi ahli sistim peradilan pidana serta peradilan formal, Solahudin mengatakan, bukti berupa surat foto copy tidak dapat dijadikan dasar untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka. “Tidak bisa dijadikan bukti jika itu hanya sekedar foto copy,” terangnya di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

 Sementara itu, Prof. Sadjijono,  saksi ahli administrasi negara mengatakan, bukti fotocopy yang digunakan penyidik sebagai dasar menetapkan tersangka hanyalah merupakan bukti petunjuk awal. “Kalau sudah penetapan tersangka berarti minimal harus ada dua alat bukti,” ujar Prof. Sadjijono.

 Usai sidang, Terang Aris Darwin kuasa hukum ketiga tersangka mengatakan, keterangan ahli tersebut semakin menguatkan bahwa penetapan ketiga PNS tersebut tidak sah dan cacat hukum. “Karena itu kami lakukan praperadilan ini,” jelasnya.(Zai/Ban)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement