Sidang Salim Kancil Semakin Kabur


SURABAYA - Keterlibatan Kepala Desa Selok Awar-Awar Hariyono dalam kasus pembunuhan aktivis lingkungan Salim Kancil asal Lumajang, Jawa Timur semakin kabur. Dalam sidang ketiga Kamis, (3/3), para jaksa penuntut umum menghadirkan beberapa saksi, termasuk Eko Mardianto yang pada saat kejadian menjabat sebagai Kepala Urusan Pembangunan Desa Selok Awar-Awar.

Dalam kesaksiannya di hadapan majelis hakim, Eko mengatakan Desa Selok Awar-Awar memang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Lumajang sebagai desa wisata."Sejak Desember 2014, sudah keluar peraturan Bupati Lumajang yang menetapkan Desa Selok Awar-awar sebagai desa wisata," kata Eko kepada majelis hakim di Pengadilan Negeri Surabaya.

Sekitar Januari 2014, Desa Selok Awar-awar juga sudah mengantongi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) yang dikeluarkan oleh Badan Lingkungan Kabupaten Lumajang. UKL-UPL ini menjadi landasan hukum bagi perangkat desa untuk menjadikan pesisir Watu Pecak sebagai desa wisata. Hariyono adalah satu dari 38 tersangka dalam pembunuhan Salim Kancil pada September 2015.
Keterangan Eko, bila benar, bisa mementahkan dakwaan jaksa yang menyatakan pembangunan desa wisata itu hanya kedok bagi Hariyono untuk melakukan penambangan pasir ilegal.

Dalam dakwaan, jaksa penuntut umum menyatakan untuk mengelabui warga soal penambangan ilegal, Hariyono menutupinya dengan pembangunan desa wisata yang di dalamnya terdapat danau buatan dan kolam pancing.

Selain itu, dalam sidang hari ini juga terungkap jika inisiatif untuk menjual pasir dari pembangunan desa wisata bukan datang dari Hariyono tetapi keputusan musyaawarah pimpinan Kecamatan Pasirian, Lumajang.

Dalam musyawarah itu memang diputuskan untuk menjual pasir dari pembangunan desa wisata karena Desa Selok Awar-Awar tidak punya dana untuk mewujudkan desa wisata.

Mengaburnya peranan Hariyono sebagai dalang juga tampak dalam sidang berkas pembunuhan berencana. Salah satu saksi yang dihadirkan oleh jaksa, Rosidah, mengatakan tidak melihat keberadaan Hariyono dalam kerumunan yang menganiaya Salim Kancil hingga tewas.

Posisi Rosidah saat itu berada di balai desa. Dia adalah guru Taman Kanak-kanak yang gedungnya menjadi satu balai desa Selok Awar-Awar. "Saya melihat rombongan, sekitar 50 orang. Mereka berhenti dulu di balai desa dan kemudian pergi ke rumah Tosan dan Salim Kancil. Tapi dalam kerumunan itu, saya tidak melihat Kepala Desa Hariyono," kata Rosidah.

Penasehat hukum korban, Johan Avie, mengatakan jaksa sebenarnya bisa membuktikan Hariyono memang menjadi otak dari pembunuhan Salim Kancil."Berdasarkan dakwaan jaksa, sebenarnya ada dua kali rapat yaitu di Probolinggo dan di Lumajang untuk merencanakan pembunuhan Salim Kancil. Tapi sayang, fakta ini hingga kini belum diungkap jaksa," kata Johan.

Selain itu, kesaksian guru Rosidah sebenarnya sudah cukup menjadi bukti jika ada niat untuk melakukan pembunuhan berencana. Menurut Johan, berkumpulnya massa di depan balai desa untuk kemudian menuju rumah korban, sebenarnya bisa dikategorikan sebagai mobilisasi massa untuk melakukan pembunuhan. 

"Kalau niatnya hanya untuk intimidasi, mana mungkin massa sampai membawa cangkul dan clurit,"ujar Johan.Sementara itu, jaksa penuntut umum Dodi Gazali Emil masih tetap yakin bisa menjerat Hariyono dengan pasal pembunuhan berencana. "Sidang masih panjang, saksi-saksi juga masih banyak yang belum dihadirkan," kata dia.(Zai) 

Lebih baru Lebih lama
Advertisement