Pencabutan Raperda, Pendapatan Pemkot Hilang Rp 7, 1 Miliar

Surabaya Newsweek- Adanya Raperda Pecabutan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran ( Damkar ) yang ditangani oleh Panitia Khusus (Pansus) Pencabutan Perda Retribusi  Alat Pemadam Kebakaran, menuai permintaan dewam agar, Pemkot Surabaya berkomitmen terhadap pengawasan gedung-gedung bertingkat di Surabaya. Mereka tidak ingin, kemudahan layanan justru, membuat pengawasan alat pemadam menjadi lemah dan musibah kebakaran justru bertambah. 

Anggota Pansus Binti Rochmah mengatakan, selain menghilangkan potensi pendapatan Rp1,7 miliar/tahun. Pencabutan retribusi tentu akan meningkatkan animo masyarakat untuk mengajukan permohonan pemeriksaan alat. Ini karna tidak ada kewajiban membayar lagi.

“Bila sudah demikian, maka pelayanan tidak boleh berkurang. Tetapi harus lebih. Khawatirnya, saat permintaan banyak, pemkot kwalahan, lantas memeriksa alat seperlunya, lantaran tidak membayar. Ini yang tidak boleh terjadi,”tegasnya.

Karena itu, dia mempertanyakan kesiapan Pemkot Surabaya ketika perda itu disetujui dicabut oleh pansus. Dia tidak ingin layanan dan kontrol alat pemadam kebakaran tidak maksimal, seperti yang terjadi selama ini. “Kalau memang serius, ya ayo,”serunya.

Politisi Partai Golkar ini mengaku bukan tidak setuju perda itu dicabut. Hanya saja, Pemkot perlu menerapkan sistem regulasi ketat. Harus ada sanksi bagi yang tidak mau memeriksakan alat pemadam kebakaran. Termasuk juga sanksi bagi pengelola gedung bertingkat, hotel, mall dan lainnya jika tidak memiliki alat pemadam kebakaran

Hal sama juga disampaikan Wakil Ketua Pansus Achmad Zakaria. Dia mengaku khawatir tidak adanya perda akan membuat pengelola gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, hotel dan lainnya akan lalai. Mereka tidak lagi memiliki kewajiban untuk memeriksakan alat pemadam kebakaran. Sehingga, alat tersebut tidak terjamin berfungsi dengan baik.

“Kalau alat pemadam kebakarannya tidak fungsi, saat terjadi kebakaran tidak bisa melakukan tindakan pemadaman cepat,” ujarnya

Politisi Fraksi PKS ini menegaskan, selama ini Pemkot Surabaya tidak memiliki layanan standar. Terbukti, tidak adanya sanksi apabila, pemilik alat pemadam kebakaran tidak melakukan pengecekan rutin. Sebab, tidak ada kewajiban untuk memeriksakan alat pemadam kebarakan dalam setiap tahunnya.

Achmad Zakaria menjelaskan, Pemkot tidak memiliki aturan tegas. Dalam perda 15 tahun 1982 pasal 79 hanya disebutkan, alat pemadam kebakaran supaya terkontrol. Nah, kalau dicabut sementara sistem pemeriksaannya dan pengawasannya belum dipersiapkan dengan baik, alat pemadam kebakaran justru semakin tidak terkonrol.

“Kalau dicabut sementra sistem pemekrisaannya belum siap misal melalui perwali, maka khwatir alat-alat pemadam kebakaran tidak terkontrol kualitasnya,” ujarnya.

Dia mengungkapkan, besaran biaya pemeriksaan setiap jenis alat pemadam kebarakan bervariasi. Pemeriksaan dan pengujian jenis Hydrant sebesar Rp 50 ribu pertitik/tahun, Springkler Rp 1.200 ribu pertitik/tahun, alaram otomatis RP 50 ribu pertitik/tahun.

Sedangkan untuk pemeriksaan dan pengujian alat pemadam api ringan (apar) jenis busa dengan klasifikasi sampai sembilan liter Rp 7 ribu, 10-50 liter Rp 8 ribu, lebih dari 50 liter Rp 8.500. Sementara untuk jenis gas sampai dengan 10 Kg Rp 7 ribu, 11 sampai dengan 50 Kg Rp 8 ribu, dan lebih dari 50 Kg Rp 8.500. ( Ham )
Lebih baru Lebih lama
Advertisement