TULUNGAGUNG -
Akhirnya terdakwa ,Saiful Anan Bin Suwito, warga desa Loderesan kecamatan
Kedungwaru yang ditangkap sejak (7/1), tidak pernah dilakukan penahanan kemarin
divonis selama 5 bulan, denda 300 ribu, subsider 2 bulan, dengan membayar biaya
perkara 5000 rupiah, diputus oleh hakim ketua, Ahmad Wijayanto, diruang tirta PN
pada Rabu (21/9). Terdakwa yang pernah dihukum dalam masa penahanannya tidak pernah
ditahan oleh pengadilan negri.
Terdakwa
secara sah telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang dijeratkan
dengan pasal 197, junto pasal 196, UU no 36 tahun 2009, tentang kesehatan dengan
cara membeli dan memperjual belikan pil double L ke orang lain. Barang bukti
yang disita 24 butir pil double L dibungkus plastik serta uang 10 ribu rupiah
diamankan dan dirampas oleh Negara. Terdakwa ini saat dituntut 6 bulan penjara
tidak didmpingi penasehat hukum tunjukan.
Pada
dipersidangan selanjutnya baru didampingi hingga diputusan. Kemudian Murdiyono
terdakwa pil double L barang bukti 24 butir di putus hukuman 8 bulan,terdakwa
diduga dijebak dan bukan sebagai pengedar pil double L. Sejak awal terdakwa ini
didampingi oleh penasehat hukum,di putusannya kemarin dikatakan oleh ketua
hakim Ahmad, “ saudara terdakwa tidak didampingi penasehat hukum, “ pungkas
ketua didalam ruang sidang tirta lalu terdakawa mengangguk-nganggukkan
kepalanya.Namun kedua perkara yang di jatuhi hukuman oleh ketua berbeda sangat, lalu
ada apakah sehingga putusan itu radak ringan berat dan diduga ini menjadikan
pertanyaan besar, MANTAP.
Kemudian
terdakwa Irma yang baru pulang dari Nusa Tenggara Timur ( NTT ) dituntut 1,2 tahun penjara, denda 500 ribu, subsider 3
bulan, barang bukti yang disita sebanyak 374 butir double L. Terdakwa membeli
350 ribu kepada temannya sebanyak 800
butir. Dari hasil pembelian sebagian diedarkan dan sebagian dikonsumsi sebagian
lagi dibawa teman terdakwa dan sisanya dijadikan barang bukti.
Terdakwa dijerat
pasal 197 tentang kesehatan sidang ditunda.Pendapat hukum suhadi
mengatakan,hukum pidana itu keperimbangan jangan sampai salah dalam pemberian
kepidanaan. Dasar dari pendampingan wajib di damping dalam perkara yang telah
diatur pasal 56 KUHAP. Apabila tersangka, terdakwa, yang diancam hukuman minimal
5 tahun atau lebih.
Kalau
tidak punya PH,aparat terkait tiap tahapan wajib menunjuk interatif memaksa tidak boleh
diabaikan.Kemudian yang sudah ditunjuk
menanda tangani kuasa, sebagai PH mempunyai kewajiban hukum mendampingi tersangka, terdakwa, sampai akhir proses hukum, karna saya juga sering
ditunjuk sebagai PH.Apa lagi penunjukan tadi sudah dianggarkan Negara dan menerima
biaya dari Negara double kewajiban moriil,kalau di pengadilan majelis hakim melalui ketua.
Selama Advokad
menerima sebagai PH baik itu penunjukan punya kewajiban hukum yang sama
mendampingi dari awal sampai akhir,kalau itu ditinggalkan mengabaikan tugas.menurutnya,sering
kali ini pemahamannya keliru,seakan kalau sudah ditunjuk yang ditunjuk tidak
mau bukan begitu.Seharusnya ada pemberitahuan, ’’saudara kita tunjuk sebagi PH
dalam perkara ini kalau tidak tahu janggal.’’ujarnya.
Jadi selama proses
sidang harus di dampingi berdasarkan
pasal 56 interatif memaksa,jika tidak,proses persidangan bisa tidak sah
berakibat batal demi hukum. Hemat saya, terdakwa diatas bisa batal demi hukum
karna prosedurnya tidak dilakukan dengan benar.
Pada pasal-pasal diawal KUHAP
proses peradilan dilaksanakan menurut undang-undang. jika tidak ,dianggap batal
demi hukum dan putusan yang sudah di putus (INCRAHT),bila di utak- atik bisa
batal demi hukum kalau ada yang mempersoalkannya dan bisa peninjauan
kembali(PK),kata suhadi ke S.Newsweek. (Nan)