"Ritual Pojhian Hodo", Khasanah Budaya Situbondo Yang Belum Tereksplorasi

SITUBONDO – Indonesia memang kaya akan tradisi budaya. Bahkan, untuk minta hujan, hampir seluruh daerah di Indonesia punya ritual yang unik, yang dipercaya masyarakat setempat bisa mendatangkan hujan di musim kemarau, dipelosok dusun kecil Situbondo jawa timur ada di kenal dengan Pojhian Hodo, kemarin Pojhian Hodo digelar oleh suku setempat dalam rangkaian Pariopo Festival 2nd Berkah hujan 2016, didukuh Pariopo Desa Bantal Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo.

Menurut ketua Panitia“Pariopo Festival 2nd” Ipank Al Ghazali Saat di temui Newsweek, menjelaskan suku pariopo merupakan suku asli di pedalaman asembagus, sementara ritual Pojhian Hodo dilakukan oleh suku tersebut setiap tahun sejak tahun 1800,an ritual Pojhian Hodo adalah seni tradisi yang berbentuk upacara adat (ritual) yang diyakini oleh masyarakat dapat menurunkan hujan, mengingat kondisi daerah Dukuh Pariopo yang tandus dan kering karena mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani totok dan termasuk daerah agraris yang mengandalkan hujan untuk keberlangsungan hidup masyarakat,jelas ipank.

“Banyak Nilai-nilai yang terkandung dalam ritual Hodo ini, seperti spiritual, estetis, dan historis. Nilai spiritualnya adalah meyakini dan melaksanakan ritual Hodo sebagai sarana untuk memohon kesuburan kepada Tuhan, Nilai estetisnya adalah adanya keberanekaragaman seni diantaranya ; seni musik, seni tari, seni resitasi, dan seni rupa. Nilai historis karena ritual ini dilaksanakan secara turun-temurun dan masih bertahan sampai sekarang, ini tugas kita bersama untuk melestarikan budaya kabupaten Situbondo,” tutur Ipank/

Namun Ipank menyayangkan khasanah budaya Situbondo seperti ini belum pernah tereksplorasi, Ipank bersama rekan – rekannya bertekad akan terus mengekplorasi acara seperti ini, yang saat ini masih bersifat swadaya murni dan dilaksanakan dengan konsep spontanitas dan penuh improvisasi.

“Hari pertama festival tahun ini diawali dengan bincang budaya yang dilanjutkan penampilan musik tradisional pa’beng. Menariknya, musik dari bambu ini dikolaborasi penampilan alat tiup modern oleh Ali Gardy dan Raden Mas Hewodn dari Tuban, hasil dari kolaborasinya mampu menyihir ratusan pengunjung yang hadir,” ujar ipank.

Sekretaris Lembaga Adat Suku Pariopo,Ke Tohasan bahkan menyebut acara tersebut menghabiskan dana 1 juta 200 ribu rupiah.”Kita ini bondo nekat (Bonek), jadi pakai dana talangan, Alhamdulillah disumbang oleh mantan pejabat teras hingga bisa teratasi semua,” ungkapnya.

“Ke depan kita berharap, akan jauh lebih baik dan lebih siap dari sisi manajemen.Kabarnya, pemkab mulai melirik kembali dalam RAPBD.Lembaga kami siap menyongsong,” aku Ke Tohasan.

Pantauan Newsweek dalam acara itu. ratusan orang memadati altar Bato Tomang yang biasa digunakan sebagai salah satu dari enam lokasi pakem ritual di pedukuhan terpencil di selatan Kecamatan Asembagus itu, sejumlah komunitas kreatif seperti Backpaker Situbondo,SFCS,Siponsel,SitubondoCare,GeMa,Wonorejo, indonesia Green,KPMS,Seni berjalan juga komunitas fotografi, ikut mensupport kelangsungan festival Pariopo 2nd tahun 2016. (ima)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement