Surabaya
Newsweek- Ratusan pelajar yang tergabung dalam Himpunan Pelajar Astronomi
Surabaya (HPAS) begitu antusias memadati rooftop
Gedung Siola Surabaya untuk melihat fenomena langka tiga gerhana sekaligus.
Fenomena langka malam ini dimanfaatkan mereka sebagai bahan observasi bersama
pembelajaran ilmu astronomi.
Pemerintah
Kota (Pemkot) Surabaya, sangat mendukung penuh atas terselenggaranya acara ini,
dengan memberikan fasilitas tempat terbuka dari atas Gedung Siola untuk
observasi para pelajar yang ingin mengamati gerhana bulan secara dekat. Acara
yang dimulai sejak pukul 17.30 Wib tersebut, juga dihadiri oleh seluruh elemen
masyarakat, para pelajar dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di
Surabaya.
Pembina
Himpunan Pelajar Astronomi Surabaya (HPAS) Muhammad Basroni mengatakan, tujuan
kegiatan ini untuk memperkenalkan ilmu astronomi dan mewadahi masyarakat
Surabaya yang tertarik untuk mengonservasi adanya fenomena gerhana bulan total.
“Harapannya agar masyarakat Surabaya lebih mengenal dan memahami ilmu
astronomi,” kata Roni, saat ditemui disela-sela acara, Rabu, (31/01/18), malam.
Roni
mengungkapkan, ilmu astronomi merupakan ilmu yang sangat tua dan sangat relevan
dengan perkembangan zaman. “Kedepan, ilmu astronomi ini pasti akan sangat
bermanfaat di masa depan,” terangnya.
Tidak
hanya observasi dan menikmati gerhana bulan menggunakan teleskop, panitia juga
memberikan pemahaman terkait ilmu astronomi, mulai dari proses bulan sebelum
tertutup bayangan bumi, hingga posisinya sejajar dengan matahari. Ditengah acara
juga diadakan shalat gerhana bulan secara berjamaah.
Menariknya,
dalam mengamati gerhana bulan para pelajar ini menggunakan teleskop handmade
yang mereka buat sendiri menggunakan bahan bekas yang terbuat dari pipa paralon
dan lensa fotocopy. Menurut Roni, fenomena gerhana bulan malam ini tidak
seperti biasa, malam ini terjadi tiga fenomena gerhana bulan sekaligus, yaitu
gerhana bulan super moon, blue moon dan blood moon.
“Saat
ini bentuk orbit bulan terhadap bumi miring sekitar lima derajat, fenomena ini
tidak bisa diprediksi apakah satu tahun sekali atau dua tahun sekali,” ujarnya.
Peristiwa
ini, lanjut Roni, pernah terjadi di Indonesia sekitar 30 tahun yang lalu.
Sementara di Negara Amerika, peristiwa ini terjadi sekitar 250 tahun yang lalu.
“Untuk gerhana bulan total pernah terjadi di Indonesia tahun 2015, tetapi bukan
gerhana super, blue, dan blood moon, namun hanya gerhana bulan total saja,” jelasnya.
Sementara
itu, salah satu mahasiswa dari Fakultas Kedokteran Unair Surabaya, Devi
Kurniawan yang hadir dalam acara tersebut sangat mengapresiasi atas
terselenggaranya acara malam ini, Ia mengatakan, selain malam ini bisa melihat
fenomena gerhana bulan secara langsung, disini mereka juga diberikan pemahaman
terkait ilmu astronomi.
“Acara
malam ini dikemas begitu bagus, mulai dari observasi ilmu astronomi, shalat
gerhana bulan bersama, hingga nonton bareng,” tutupnya. (Ham)