Bos PT ASL Dibebaskan Dari Dakwaan Penipuan

SURABAYA - Dakwaan pasal 378 tentang penipuan yang dijeratkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Siska Christina terhadap Bos PT Aman Samudera Lines (ALS), Hasan Aman Santoso dikandaskan oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Yulisar selaku ketua majelis hakim yang menyidangkan kasus penipuan jual beli truk ini  membebaskan terdakwa Hasan Aman Santoso dari dakwaan pertama yang dijeratkan Jaksa Siska Christina. 

Namun Hakim Yulisar justru membuktikan pasal yang tidak dijeratkan dalam tuntutan Jaksa Siska Christina. Terdakwa Hasan dinyatakan terbukti melakukan pemalsuan atas pemblokiran dua cek yang digunakan sebagai pembayaran uang muka pembelian truk pada Eddy Tanu Wijaya, Pemilik CV Wijaya Brothers. 

Tak hanya itu, Hakim Yulisar pun tak sepakat dengan tuntutan Jaksa Siska Christina yang sebelumnya menuntut terdakwa Hasan Aman Santoso dengan hukuman penjara selama 2,6 tahun penjara. "Membebaskan terdakwa Hasan Aman Santosa dari Dakwaan Penipuan dan menyatakan terdakwa terbukti melanggar dakwaan kedua tentang pemalsuan,"kata Hakim Yulisar saat membacakan amar putusannya diruang sidang Kartika 1, PN Surabaya, Rabu (7/2/2018). 

Hakim Yulisar pun tak menjatuhkan hukuman badan bagi terdakwa Hasan Aman Santoso. Bos ekspedisi ini masih bisa menjalankan aktifitasnya sebagai pengusaha. Ia divonis hukuman 6 bulan penjara dengan masa percobaan selama 1 tahun. "Hukuman itu tidak perlu dijalani, kecuali ada putusan lain dari perkara ini,"sambung Hakim Yulisar. 

Vonis percobaan itu langsung mendapat perlawanan dari Jaksa Siska. Jaksa wanita yang bertugas di Kejari Tanjung Perak ini langsung menyatakan sikap. "Kami banding,"ucap Jaksa Siska saat ditanya Hakim Yulisar. 

Berbeda dengan terdakwa Hasan Aman Santoso yang mengaku belum bersikap atas putusan hakim. "Saya pikir-pikir pak hakim,"pungkas terdakwa Hasan. 

Terpisah, Ismet Al Fayet mengatakan jika putusan hakim masih belum memenuhi rasa keadilan, kendati kliennya dianggap tidak terbukti melalukan penipuan. "Sekarang terbukti Pak Hasan bukan penipu,"kata Ismet saat dikonfirmasi usai persidangan. 

Sementara terkait terbuktinya pasal pemalsuan surat, diakui Ismet hal tersebut bukanlah sebuah perbuatan pidana yang disengaja oleh terdakwa Hasan. "Dibuatnya laporan kehilangan itu karena ada permintaan dari pihak bank sebagai bentuk SOP atas pengajuan pemblokiran cek, karena adanya wanprestasi dari pelapor sehingga terdakwa khawatir akan terjadi kerugian yang lebih besar dari pembelian truk yang dibayar sebesar 265 juta,"sambung Ismet. 

Dijelaskan Ismet, dua  cek yang diblokir itu bukan pembayaran uang muka atas pembelian truk tersebut. "Itu untuk angsuran ke Indomobil, karena truk dibeli dengan cara oper kredit dibawah tangan atas sepengetahuan pihak Indomobil,"terang Ismet. 

Terpisah, Ketua DPW Kesatuan Pengawasan Korupsi (KPK) RI, Saut Sitompul, SH mengapresiasi putusan Hakim PN Surabaya. Putusan itu dianggap netral dan telah sesuai dengan penegakan supermasi hukum. "Saya acung jempol untuk hakim yang menyidangkam perkara ini, karena telah berani memutus perkara diluar tuntutan jaksa"kata Saut saat dikonfirmasi melalui selulernya. 

Saut pun meminta agar para hakim lainnya dinegeri ini berani bersikap seperti hakim Yulisar, yang tidak asal percaya dengan jaksa. "Karena belum tentu tuntutan jaksa itu benar, kita tetap harus junjung tinggi asas praduga tidak bersalah,"sambungnya. 

Seperti diketahui, kasus ini bermula dari jual beli truk jenis Hino SG 260 dengan Nopol W 8960 UF  antara terdakwa Hasan Aman Santoso dengan Eddy Tanu Wijaya (Pelapor). Jual beli tersebut dengan cara oper kredit dibawah tangan yang sepakati seharga Rp 510 juta. Dari harga yang disepakti itu, terdakwa membayar uang muka sebesar Rp 265 juta dan sisanya dibayar dengan cara meneruskan angsuran ke Indomobil selama 11 bulan. 

Namun ditengah perjalanannya, ternyata pelapor menjual truk itu tanpa adanya STNK. Tak hanya itu  Kir dan pajak truk yang dibeli terdakwa juga dalam kondisi mati.  Atas hal itulah, terdakwa melakukan pemblokiran lantaran takut terjadi kerugian yang lebih besar. Namun, hal itu justru dilaporkan Eddy Tanu Wijaya ke Polrestabes Surabaya dengan tudingan penipuan dan pemalsuan surat. (Ban)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement