SURABAYA - Sidang kasus penyerempetan di Marlion
School International jalan HR. Muhamad No. 371 Surabaya kembali digelar. Sidang
kali ini mengagendakan pemeriksaan terdakwa Imelda Budianto. Rabu (24/7/2019).
Di
hadapan majelis hakim yang diketuai Yulisar, Imelda mengakui bahwa setelah
kejadian penyerempetan, dirinya dipanggil kepala sekolah untuk menyelesaikan
masalahnya dengan ibu Lauw Cina pada keesokan harinya. "Kepala
sekolah bilang, bu nanti malam saya hubungi. Bu besok kalau ada waktu datang ke
sekolah ya.! Soalnya tadi pak polisi sudah datang kesini," aku
Imelda. Terus ibu menyelesaikan persoalan, tanya jaksa Darwis,?
Saya
bilang ke kepala sekolah Pak, maaf saya ini sudah ada jadwal ke pergi China
untuk menjenguk kakak dari ibu saya yang sedang terbaring sakit. "Biar
diwakili oleh suami saya untuk menyelesaikan, sebab dia ada dirumah. Terus
besoknya saat pak polisi datang, suami saya juga ada," jawab Imelda
Budianto pada sidang yang digelar di ruang Kartika 1 Pengadilan Negeri (PN)
Surabaya.
Pada
sidang ini Imelda juga membantah jika dikatakan dirinya tidak pernah punya
itikad baik menyelesaikan permasalahannya dengan Ibu Lauw Vina. "Banyak
upaya perdamaian yang kami lakukan, baik melalui keluarga dan teman-teman juga
melalui bu-ibu dan orangtua murid, tapi ditolak. Bahkan harusnya saya 5 hari di
China, tapi baru 3 hari saya putuskan untuk pulang, mengingat ada persolan
dirumah yang belum terselesaikan," katanya.
Ditanya
ketua majelis hakim, apakah terdakwa mendengar ketika diolok-olok oleh korban,
'ini perempuan apa, ini perempuan tidak berpendidikan'? "Saya tidak
mendengar yang mulia," pungkas Imelda.
Menanggapai
keterangan terdakwa, kuasa hukum terdakwa Tommy Alexander menyatakan bahwa
keterangan yang dipaparkan terdakwa sangat sinkron dengan keterangan-keterangan
yang pernah diberikan oleh saksi-saksi. Termasuk ada saksi yang menyatakan
setelah terserempet, korban masih bisa berdiri. Artinya kasus ini cuma
terserempet.
Pengacara
terdakwa juga tidak melihat adanya unsur kesengajaan dalam kejadian tersebut.
Pasalnya, antara korban dengan terdakwa sebelumnya tidak saling mengenal.
"Saya tidak melihat unsur kesengajaan. Korban dan terdakwa kenal pun
masih baru pada saat itu. Jadi tidaklah mungkin ada unsur sengaja untuk
mencelakai," kata Tommy usai sidang.
Dijelaskan
pula oleh Tommy, bahwa peristiwa ini hanyalah serempetan biasa dalam berkendara
dijalanan. Pertama, antara korban dengan terdakwa tidak saling kenal dan tidak
ada permasalahan sebelumnya. Kedua, terdakwa adalah orang yang berpendidikan,
yang tahu persis resikonya kalau dengan sengaja menabrak.
"Kecelakaan
dijalan itu hal yang biasa terjadi. Bahkan kita sendiri kadang panik atau
kaget. Maunya menginjak rem malah menginjak gas. Ini kecelakaan biasa saja.
Seharusnya para pihak berbesar hati mengakui bahwa ini kecelakaan biasa dan
tidak ada niat untuk mencelakai," pungkas Tommy. (Ban)