Ini Curahan Dokter Cantik Lydia Yang Berhasil Perjuangkan Harkat dan Martabat Dokter Mata

SURABAYA - Putusan tiga bulan percobaan yang dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Tjokorda terhadap mantan direktur RS Mata Undaan, dr Sudjarno membuat saksi korban dr. Lidya Nuradianti sedikit berlapang dada. Namun, menurut dokter cantik ini perjuangannya belum berhenti karena putusan ini masih belum inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

Namun setidaknya, majelis hakim tingkat pertama sudah sependapat dengan dr Lydia bahwa dia tidak bersalah dan tidak sepatutnya mendapat surat teguran dari pimpinan tempat dia bekerja. “ Saya berjuang karena saya hanya ingin mengembalikan harkat dan martabat saya sebagai dokter mata karena saya memang tidak bersalah,” ujar dokter Lydia, Rabu (3/2/2021).

Dijelaskan Lydia, sebenarnya dia sudah menempuh upaya kekeluargaan namun tak membuahkan hasil karena dr Sudjarno tetap bersikukuh bahwa dr Lydia bersalah. “ Kan saya nggak mau disuruh mengakui perbuatan salah, sementara saya tidak melakukan,” lanjutnya.

dr Lydia pun menjelaskan awal mula sampai dia menempuh jalur hukum dalam perkara ini. Semua berawal dari surat teguran yang dia terima dari dr Sudjarno selaku Direktur Utama di Rumah Sakit Mata Undaan. Lidya dianggap melanggar etika profesi dan prosedur kerja. Akan tetapi, permasalahannya berada pada seorang pasien Lidya yang ternyata pada mata kirinya telah operasi oleh salah satu perawat Rumah Sakit yang bernama Anggi.

Padahal, dalam kode etik dan SOP perawat menyebut, perawat tidak memiliki kompetensi untuk melakukan tindakan operasi. Lidya menegaskan, operasi itu pun tidak dalam sepengetahuannya. Ia menuturkan, kala itu ia tengah melakukan tindakan operasi di ruangan lain dengan pasien yang berbeda pula.

“ Sebelumnya saya sudah tanya ke perawat apa pasien tersebut sudah datang apa belum dan dijawab belum. Kemudian saya tanya lagi sampai dua kali di waktu berbeda jawabannya Anggi kamar operasi sedang dipakai dokter lain. Dan saya tidak mengetahui kalau dilakukan operasi oleh perawat pada pasien tersebut. Karena saat itu saya mengoperasi pasien lain di ruangan lain yang steril. Sedangkan operasi yang dilakukan perawat di ruangan non steril. Saat itu, ada enam atau tujuh pasien yang harus saya tangani secara beruntun. Makanya saya tak tahu,” kata Lidya. 

Sebenarnya, kata dia, kasus tersebut telah dilakukan upaya mediasi, di mana perawat yang bernama Anggi yang kala itu mengoperasi pasien Lidya telah membuat pernyataan. Surat itu berisi pernyataan yang menyebut Anggi telah melakukan operasi atas inisiatif dirinya sendiri. Surat tersebut ditandatangani Anggi dan kepala perawat kamar operasi. 

Lantas, Lidya menganggap usai adanya surat pernyataan tersebut, maka kasus itu dinyatakan selesai. "Saya tegaskan, itu (operasi) bukan perintah saya. Saat itu, saya juga tidak tahu jika dia (Anggi) melakukan operasi. Itu tanpa sepengetahuan saya," tandasnya.

Lidya menjelaskan, Anggi memang tak memiliki kompetensi untuk mengoperasi lantaran tak memiliki kapasitas dan tak sesuai SOP atau regulasi keperawatan. Akan tetapi, pihak manajemen rumah sakit malah memberikan surat teguran kepada Lidya, bukan kepada Anggi. Surat teguran itu diterima Lydia beberapa bulan setelah kejadian.

Oleh karena itu, Lidya merasa dizalimi. Tak berdiam diri, Lidya lantas melaporkan kejadian itu ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya. Selanjutnya, laporan Lidya diproses. Beberapa waktu kemudian, terdakwa dr Sudjarno diminta mencabut surat teguran. Akan tetapi dr Sudjarno abai.

"Sampai tujuh bulan, tak ada tindak lanjut saya melaporkan kasus ini ke Polrestabes Surabaya. Setelah dua bulan diproses penyidik, IDI Surabaya baru mengeluarkan surat bila saya tak bersalah," aku dokter spesialis mata tersebut.

Keinginan dr Lydia cukup sederhana bahwa dr Sudjarno mencabut surat teguran tersebut, dan dia pun tak akan menuntut ganti rugi apapun. Namun keinginan dr Lydia tidak disambut baik oleh dr Sudjarno.

Sementara pengacara dr Lidya, Dr George Handiwiyanto permasalahan ini sebenarnya sangat sepele, karena sudah ada pengakuan dari Anggi selaku perawat bahwa tindakan medis dengan melakukan operasi terhadap pasien tersebut atas inisiatif dirinya sendiri tanpa ada perintah dari dr Lydia.“ Itu sebenarnya sudah selesai masalahnya, kenapa harus dikeluarkan teguran ke dr Lydia,” ujarnya.

Untuk saat ini lanjut George, dirinya selaku kuasa hukum korban akan mengikuti proses hukum paska putusan di tingkat pertama. Apabila nantinya dr Sudjarno tetap bersikukuh dan ngeyel maka diapun tak akan tinggal diam. “ Kita akan berjuang di tingkat Pengadilan Tinggi atau nanti di Mahkamah Agung agar tidak hanya dihukum percobaan namun kalau bisa dihukum masuk penjara,” tegasnya.

Perlu diketahui, Terdakwa dr Sudjarno dinyatakan bersalah lantaran memberikan surat teguran tanpa disertai kesalahan yang dilakukan dr Lydia, Terdakwa dinyatakan melanggar Pasal 310 dan 311 ayat (1) KUHP. Pembacaan vonis digelar pada Kamis (28/1/2021). Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa agar terdakwa divonis 4 bulan penjara dengan masa percobaan delapan bulan. Tak terima dengan putusan itu, terdakwa melalui kuasa hukumnya, langsung mengajukan perlawanan banding. (Ban)
Lebih baru Lebih lama
Advertisement