Surabaya - Dua perkara perdata yang diajukan oleh mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan, terhadap PT Jawa Pos kembali disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (3/7/2025). Gugatan tersebut berkaitan dengan dugaan perbuatan melawan hukum (PMH) yang nilai totalnya mencapai Rp 100 miliar.
Dalam sidang perkara pertama Nomor 621/Pdt.G/2025/PN Sby, majelis hakim yang diketuai Edi Saputra Pelawi menunda jalannya sidang karena kuasa hukum dari turut tergugat PT Dharma Nyata Press, Mohammad Fiqri, belum bisa menyerahkan AD/ART perusahaan sebagai salah satu syarat wajib kelengkapan legal standing dalam persidangan. Hakim menegaskan bahwa jika pekan depan dokumen tersebut tidak juga dipenuhi, maka turut tergugat akan dianggap tidak hadir dalam proses persidangan.
“Saya minta itu dipenuhi lebih dulu. Dengan catatan, kalau minggu depan tidak dipenuhi, maka turut tergugat akan kami tinggal,” ujar hakim Edi Saputra Pelawi di ruang sidang Kartika PN Surabaya. Sidang akan dilanjutkan pada Kamis, 10 Juli 2025.
Sementara itu, dalam perkara kedua Nomor 625/Pdt.G/2025/PN Sby, sidang dilanjutkan dengan penunjukan mediator. Ketua majelis hakim Dr. Nur Kholis menunjuk Prof. Iman Prihandono, Guru Besar Hukum HAM dan Korporasi Multinasional dari Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, sebagai mediator dalam perkara tersebut. “Mudah-mudahan damai. Sidang ditutup sampai ada laporan dari mediator,” kata hakim Nur Kholis.
Pihak penggugat melalui kuasa hukumnya, Yuliana Sino dan Inggrit Carolina Nafi dari kantor hukum Johanes Dipa Widjaja & Partners, membenarkan penunjukan mediator tersebut dan menyebutkan bahwa mediasi akan dilaksanakan di Fakultas Hukum UNAIR. Namun, ia belum dapat memastikan jadwal pelaksanaannya. “Kami masih menunggu jadwal dari mediator. Rencana mediasinya di Fakultas Hukum UNAIR,” ujarnya singkat.
Dari pihak tergugat, kuasa hukum PT Jawa Pos, Kimham Pentakosta, menyatakan kesiapan kliennya untuk menjalani proses mediasi secara terbuka. “Silakan penggugat ajukan proposal mediasinya, kami akan terbuka. Kami berharap Pak Dahlan memanfaatkan kesempatan ini semaksimal mungkin,” kata Kimham saat ditemui usai sidang.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan penyelesaian damai, Kimham menyambut positif. “Kami berharap penyelesaian secara win-win solution bisa tercapai.”
Latar Belakang Gugatan
Gugatan Dahlan Iskan terdiri dari dua perkara, yaitu 621/Pdt.G/2025/PN.Sby dan 625/Pdt.G/2025/PN.Sby, dalam gugatan nomor 621/Pdt.G/2025/PN.Sby, tergugat adalah Notaris Edhi Susanto, PT. Jawa Pos, dan PT. Dharma Nyata Press. Sedangkan dalam gugatan nomor 625/Pdt.G/2025/PN.Sby, Dahlan Iskan menggugat jajaran Direksi PT. Jawa Pos yang terdiri dari Kristianto Indrawan (Direktur Utama), Hidayat Jati, Maesa Samola, Cornelis Paul Tehusijarana, dan Leak Kustiyo.
Menurut kuasa hukumnya, Johanes Dipa Widjaja, gugatan ini dilayangkan karena Dahlan Iskan sebagai pemegang saham sah PT Jawa Pos sejak 1985, tak kunjung mendapatkan dokumen penting yang dimintanya, terutama risalah dan berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), baik tahunan maupun luar biasa, untuk periode 1990 hingga 2017. Dokumen tersebut dibutuhkan oleh Dahlan Iskan untuk pembelaan hukum terhadap laporan polisi yang ditujukan kepadanya secara tidak berdasar, yakni LP/B/546/IX/2024/SPKT/POLDA JATIM, yang dilaporkan oleh PT Jawa Pos.
“Permintaan dokumen sudah dilakukan secara resmi berkali-kali, namun tidak pernah dipenuhi. Ini merugikan secara hukum dan mencoreng nama baik Pak Dahlan,” ujar Johanes.
Akibatnya, Dahlan menuntut ganti rugi immateriil sebesar Rp 100 miliar dan uang paksa (dwangsom) Rp 10 juta per hari jika para tergugat tidak menjalankan putusan pengadilan.
Menanggapi gugatan tersebut, kuasa hukum PT Jawa Pos, Kimham Pentakosta, menyayangkan langkah hukum Dahlan dan menyebut bahwa dokumen yang diminta sebenarnya sudah diberikan, khususnya untuk RUPS tahun-tahun terakhir. “Tidak ada dokumen yang ditahan. Untuk RUPS tahun ini saja, semua dokumen sudah diberikan,” tegas Kimham Pentakosta. (ban)