SURABAYA - Sidang perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) antara Dr. Erry 
Dewanto (penggugat) terhadap PT. Fatma (tergugat I) Yudi Yudewo 
(tergugat II) Angelia Dewanti (tergugat III), Endang Merdekaningsih 
(tergugat IV) dan Dr. Hadi Sutopo (tergugat V). Akhirnya dimenangkan 
penggugat.
Dari penelusuran SIPP
 Pengadilan Negeri Sidoarjo menyatakan mengabulkan gugatan penggugat 
untuk sebagian, menyatakan Undangan Rapat Pemegang Saham (RUPS) PT. 
Fatma tanggal 28 April 2018 adalah cacat hukum dan tidak mempunyai 
kekuatan hukum.
Menyatakan 
Perbuatan Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV yang menyelenggarakan 
RUPS PT .Fatma pada tanggal 28 April 2018 adalah perbuatan melawan 
hukum. Menyatakan Rapat Umum 
Pemegang Saham PT. Fatma yang diselenggarakan oleh Oleh para tergugat 
adalah cacat hukum dan tidak sah. Menolak permohonan Kasasi dari para 
pemohon, Bunyi Putusan Mahkamah Agung nomer 3742 K/Pdt/2020.
Tak
 hanya itu dalam putusan tertanggal 23 September 2019 tersebut juga 
menyatakan Akta Nomer 95 tanggal 30 April 2018 tentang Berita Acara 
RUPS, PT. Fatma yang dibuat dihadapan Notaris (Tergugat V) adalah tidak 
sah dan Batal Demi Hukum. Hal itu dibenarkan oleh kuasa hukum penggugat yakni  Nurhadi, SH., MH. "Benar kami sudah menerima salinan putusan yang berkuatan hukum tetap. Katanya saat dikonfirmasi, Sabtu (18/9/2021).
Nurhadi juga menjelaskan, persoalan gugatan itu sejak putusan pengadilan Negeri Sidoarjo sudah dimenangkan oleh pihaknya selaku penggugat. Namun tergugat melakukan upaya hukum banding. "Ditingkat banding, pihak kami kembali menang, sampai akhirnya ditingkat Kasasi,"terangnya.
Lanjut Nurhadi, pada tahun 2005 orang tua Erry yakni Widiharto mendirikan Rumah Sakit Mata pada saat itu masih CV. Fatma. Rumah
 sakit itu bergerak dibidang perusahaan penyedia jasa medis. Karena 
berkembang maka CV berubah menjadi PT. Fatma. Dan jabatan Erry selaku 
Komisaris. "Namun, pada saat itu
 Erry mundur sebagai Dokter praktek, dengan alasan merasa tidak nyaman 
dan mendirikan klinik mata sendiri,"ungkap Nurhadi.
Di PT. Fatma, Yudi Yudewo menjabat sebagai Direktur, sementara Widiharto selaku kepala Rumah sakit. Pada
 saat itu Widiharto meminta kepada Erry agar memberikan sebagian 
sahamnya kepada kedua adiknya juga ibunya. Dan mereka mengadakan Rapat 
Umum Pemegang Saham (RUPS) pada tahun 2010. Hasil
 RUPS itu saham Erry 95 persen, diberikan kepada Yudi 12,5 persen, 
Angelia Dewanti 12,5 persen sedangkan Endang Merdeka Ningsih 5 persen.
"Namun,
 pada tahun 2018 Yudi Yudewo mengundang Erry untuk menggelar RUPS 
bersama pemegang saham lainnya, antaranya Endang dan Angelia. Merasa 
undangan itu bertujuan ingin merebut saham, dan diiketahui juga 
undangannya cacat hukum, maka Erry tidak hadir, namun RUPS tetap 
terselenggara walaupun tanpa dihadiri oleh Erry. Jadi Erry tidak tahu 
dalam pembahasan rapat tersebut,"terang Nurhadi.
Setelah
 dilakukan pengecekan diketahui bahwa Erry sudah tidak lagi tercatat 
selaku Komisaris dan sudah tidak memegang saham PT. Fatma. "Substansi hukumnya, sebenarnya adalah masalah RUPS bukan masalah yang lain," tegas Nurhadi.
Opini
 diluar, lanjut Nurhadi, seakan-akan Erry ini anak Durhaka. Padahal Erry
 ini ingin menjalankan amanah dari Almarhum bapaknya. "Ini Perusahaan, 
bukan waris. dan di Undang-undang PT itu sudah jelas ada aturannya," 
pungkasnya. (Ban)

