SURABAYA – Kejaksaan Negeri Tanjung Perak kembali menggelar sidang tertutup perkara dugaan kekerasan seksual dengan terdakwa Liem Tjie Sen alias Sentosa Liem di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (24/12/2025).
Sidang kali ini diwarnai perubahan agenda setelah dua saksi yang semula dijadwalkan dihadirkan jaksa batal diperiksa.
Akibatnya, majelis hakim langsung melanjutkan sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
“Hari ini ternyata dua saksi dibatalkan, sehingga sidang langsung masuk ke pemeriksaan terdakwa,” ujar kuasa hukum terdakwa, Dr. Johan Widjaja, SH, MH, usai persidangan.
Dalam pemeriksaan tersebut, Dr. Johan menyebut muncul fakta-fakta yang dinilainya mengejutkan, khususnya terkait kronologi hubungan antara terdakwa dan pelapor berinisial EP. Menurut versi terdakwa, inisiatif hubungan intim justru datang dari korban..
“Dari keterangan terdakwa, kejadian berawal saat klien kami berkunjung ke rumah korban sekitar pukul 20.00 WIB. Dalam waktu singkat, korban duduk santai, membuka bajunya, mengenakan kaos tanpa bra hingga memperlihatkan payudaranya,” ungkap Dr. Johan.
Ia menilai keterangan tersebut berbeda dengan pernyataan korban maupun saksi-saksi sebelumnya.
Saat ditanya mengenai perasaan terdakwa dalam peristiwa tersebut, Dr. Johan menyebut kliennya merasa dijebak dan dipancing untuk melakukan hubungan lebih jauh.
“Terdakwa merasa ada upaya pemancingan lebih dulu dari korban, hingga akhirnya perbuatan itu terjadi,” katanya.
Terkait dugaan kekerasan seksual yang disebut terjadi di dalam mobil pada awal April 2024, kuasa hukum Dr Johan Widjaja juga mengklaim bahwa inisiatif kembali datang dari korban.
“Menurut keterangan terdakwa, yang di mobil justru ide dari EP. EP yang memulai melakukan oral. Ini berbeda dengan keterangan EP sebagai saksi yang menyebut vaginanya dimainkan oleh terdakwa,” jelas Dr. Johan.
Ia juga memaparkan bahwa peristiwa serupa kembali terjadi pada pertengahan April 2024 di kawasan Kenjeran, lalu berlanjut ke hotel.
“Di hotel, menurut terdakwa, hubungan itu dilakukan tanpa paksaan. Tidak ada perlawanan, tidak ada penolakan. Bahkan korban tidak merasa diperkosa. Ini yang menurut kami menunjukkan adanya hubungan suka sama suka,” tegasnya.
Selain itu, kuasa hukum terdakwa menyoroti inkonsistensi keterangan korban terkait lokasi dan jenis kendaraan yang digunakan.
“Korban menyebut kejadian pertama di mobil Innova dan kedua di mobil box. Namun terdakwa menyatakan dua-duanya di mobil Innova. Menurut kami, penggunaan mobil box tidak logis untuk melakukan perbuatan tersebut. Ini menimbulkan dugaan adanya ketidaksesuaian atau kebohongan dalam keterangan pelapor,” ucapnya.
Dalam surat dakwaan, Jaksa Penuntut Umum menyebut korban EP dan terdakwa berkenalan melalui aplikasi pencarian jodoh pada 19 Februari 2024, kemudian menjalin hubungan pribadi.
Dugaan kekerasan seksual disebut terjadi di sejumlah lokasi, mulai dari Pantai Ria Kenjeran, hotel, hingga area parkir RS Mitra Keluarga Sidoarjo.
Atas perbuatannya, Jaksa Penuntut Umum Renanda Kusumastuti menjerat terdakwa dengan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). (Ban)

