Surabaya
Newsweek - Tugas pengawasan Satpol PP terhadap tempat
hiburan malam dipertanyakan kalangan DPRD Surabaya. Aparat penegak Peraturan
Daerah (Perda) ini dianggap tidak bekerja dengan baik. Sehingga tempat hiburan
lepas control dan melakukan pelanggaran.
Kritik terserbut disampaikan Wakil Ketua DPRD
Surabaya Masduki Toha menyusul praktik asusila di Karoke Mega beberpa waktu lalu.
Menurut Masduki, sangat tidak mungkin, lembaga sekelas Satpol PP tidak mengerti
ada pelanggaran di sana.
“Sekarang coba dipikir, polisi tahu (tindak
asusila), kenapa Satpol PP tidak tahu. Jangan seenaknya memberikan izin,
sementara pengawasan tidak dilakukan maksimal. Kalau memang kurang personel,
gnomong. Kami siap bantu,”tegasnya.
Masduki menyampaikan, selama ini DPRD selalu
mensupport penuh terhadap upaya penegakan Perda di Surabaya. Tak hanya
menyangkut kebijakan, dukungan berupa anggaran pun siap diberikan.
“Mau berapa lagi, akan kami bantu. Kurang personel,
kami juga siap memambah. Prinsipnya satu, mereka serius menjalankan
tugasnya,”katanya.
Masduki menyampaikan, aturan mengenai
penyelenggaraan tempat hiburan sebenarnya sudah ada. Di antaranya tidak boleh
menjual minuman keras, atau bahkan membuka praktik asisula dan prostitusi.Namun,
seringkali aturan tersebut tidak diindahkan oleh pengusaha hiburan.
“Semua ini terjadi karena pengawasan lemah. Sehingga
mudah saja pengusaha tidak mematuhi turan itu,”tukas politisi Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Terkait pelanggaran tersebut, Masduki juga meminta
Pemkot Surabaya mengevaluasi seluruh tempat hiburan yang ada. Tidak hanya
menyangkut perizinan. Tetapi juga praktik operasionalnya. Sebab, bukan tidak mungkin
pelanggaran serupa juga terjadi di tempat lain.
Khusus untuk pengajuan izin hiburan baru, Masduki
juga meminta lebih diperketat. Lokasi tempat hiburan harus dilihat betul,
apakah berdekatan dengan rumah ibadah, lembaga pendidikan, atau juga pusat keagamaan.
“Jangan sampai tempat hiburan berdiri, lantas muncul
protes dari warga. Kasus tempat Karaoke De Berry di Sukomanunggal bisa menjadi
contoh. Bagaimana tempat itu diprotes warga gara-gara berada di dekat
pesantren,”akunya.
Kritik serupa juga disampaikan Ketua Komisi D DPRD
Surabaya Agustin Poliana. Dia mengaku, munculnya praktik asusila di tempat
hiburan adalah bukti lemahnya Satpol PP dan PPNS yang ada. Bagi Agustin, pelanggaran
tidak akan terjadi bilamana pengawasan dilakukan secara
serius dan maksimal.
serius dan maksimal.
“Kasus ini (praktik asusila di tempat karaoke)
memang mengagetkan. Karena itu, kami akan melakukan evaluasi terhadap SKPD
terkait. Kami juga akan teliti lagi kemungkinan adanya tempat hiburan
bermasalah di Surabaya,”tukas mantan
Sementara itu, berdirinya karaoke De Berry di Jalan
Sukomanunggal kemarin juga menuai protes warga. Protes itu disampaikan karena
tempat hiburan tersebut dibangun di dekat pesantren. Sehingga keberadaan karaoke
tersebut berpotensi menganggu proses belajar mengajar.
“Hari ini warga datang kepada kami untuk
menyampaikan protes itu. Tetapi, kami juga tidak bisa berbuat banyak. Sebab,
ternyata semua perizinan sudah lengkap. Setelah kami telusuri ternyata warga
sekitar sudah terlanjur tandatangan untuk menyepakati,”tutur Wakil Ketua Komisi
A DPRD Surabaya Adi Surawiyono.
Karena itu, pihaknya juga tidak bisa begitu saja
meminta Pemkot Surabaya untuk menutup atau tidak mengeluarkan izin. Kecuali
hanya meminta dilakukan pengawasan secara ketat. “Ini kan sudah terlanjur berdiri.
Warga juga terlanjur menyepakati. Maka solusinya tinggal diawasi
bersama-sama,”pungkasnya.( Ham )